Media Asuransi, JAKARTA – Deputi Pencegahan dan Monitoring Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Pahala Nainggolan Pahala mengatakan dampak adanya phantom billing atau klaim palsu BPJS Kesehatan yang dilakukan oleh beberapa rumah sakit untuk mendapatkan keuntungan besar justru berdampak terhadap perekonomian nasional.
|Baca juga: Industri Asuransi Indonesia Disebut Tengah Dilanda Awan Gelap, Apa Solusinya?
Menurut Pahala, ketidaksesuaian antara penerimaan iuran dan pengeluaran yang dipenuhi dengan tindakan curang akan menyebabkan defisit yang berkelanjutan dan menyulitkan penyediaan pelayanan kesehatan. Padahal, pemerintah berkomitmen untuk menawarkan pelayanan kesehatan terbaik melalui JKN.
|Baca juga: LSP Perasuransian Syariah Bidik Optimalisasi di 3 Sertifikasi Ini
|Baca juga: Saham Emiten Bakrie Group Beterbangan Usai Anindya Bakrie Jadi Ketum Kadin
“Namun, jika penerimaan iuran tidak sebanding dengan pengeluaran yang penuh dengan fraud maka defisit akan terus terjadi dan pelayanan kesehatan akan semakin sulit diberikan,” kata Pahala, dalam Podcast Ngobras yang disiarkan di kanal YouTube resmi AAJI Official, dikutip pada Kamis, 19 September 2024.
|Baca juga: Klaim Fiktif ke BPJS Kesehatan Terbongkar, DAI: Perusahaan Asuransi Perketat Analisis dan Pengawasan!
Ia menilai aksi phantom billing ini juga akan memengaruhi sektor swasta. Perusahaan asuransi swasta yang harus menanggung klaim yang tidak valid akan meningkatkan biaya premi asuransi. Akibatnya, perusahaan yang menyediakan asuransi bagi karyawannya menghadapi beban tambahan, yang pada akhirnya memengaruhi margin keuntungan perusahaan tersebut.
Sebagai informasi, sebelumnya investigasi tim gabungan yang terdiri dari KPK, Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), dan BPJS Kesehatan, memeriksa enam rumah sakit di tiga provinsi.
Hasil dari pemeriksaan tersebut mengungkapkan bahwa dua rumah sakit di Sumatra Utara, yakni RS A dan RS B, melakukan klaim fiktif terhadap BPJS Kesehatan. RS A mengajukan klaim palsu senilai Rp1 miliar hingga Rp3 miliar.
|Baca juga: Manajemen Adhi Karya (ADHI) Buka Suara Soal Tuntutan Perkara PKPU
|Baca juga: Saham BSI (BRIS) Sentuh Level Tertinggi, Diborong Investor Asing?
Sementara itu, RS B mencapai Rp4 miliar hingga Rp10 miliar. Kemudian, terdapat juga rumah sakit di Jawa Tengah yang turut melakukan klaim fiktif dengan nilai mencapai Rp20 miliar hingga Rp30 miliar.
Editor: Angga Bratadharma
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News