Media Asuransi, GLOBAL – Laporan Algo Research menyebutkan industri asuransi di Indonesia mengalami kesulitan dalam beberapa tahun terakhir dengan pertumbuhan premi yang stagnan dan penurunan penetrasi pasar. Klaim yang meningkat akibat melemahnya kualitas aset turut memperburuk situasi ini.
Mengutip Insurance Asia, Senin, 9 September 2024, saat ini industri asuransi Indonesia terdiri dari 148 perusahaan, termasuk 58 perusahaan asuransi jiwa, 78 asuransi umum, dan delapan perusahaan reasuransi. Namun, penetrasi asuransi di Indonesia menurun dari 3,03 persen pada 2019 menjadi 2,64 persen pada 2023.
Faktor yang berkontribusi pada penurunan ini termasuk skandal korupsi di perusahaan asuransi milik negara, Jiwasraya dan Asabri, yang menyebabkan kerugian lebih dari Rp15 triliun dan mengikis kepercayaan terhadap produk asuransi.
|Baca juga: 8 Perusahaan Asuransi dan Reasuransi Masih Masuk Pengawasan Khusus
|Baca juga: 9 Alasan Bank Konvensional Masih Jadi Primadona di Masyarakat
Dampak skandal ini, ditambah dengan masalah moral hazard pada 2021, membuat industri semakin kesulitan. Perusahaan asuransi mulai mengejar profil nasabah yang lebih berisiko untuk meningkatkan pendapatan, yang justru memicu peningkatan klaim.
Indonesia berada di peringkat keenam dalam penetrasi asuransi di ASEAN, dengan tingkat penetrasi 1,4 persen pada 2022, jauh di bawah Singapura (10,5 persen), Thailand (5 persen), dan Vietnam (2,5 persen).
Langkah-langkah korporasi mulai terlihat untuk menangani situasi ini. IFG Life baru saja mengakuisisi 80 persen saham Mandiri Inhealth, pemain besar di segmen asuransi kesehatan kelompok dengan 1,8 juta nasabah.
Selain itu, beberapa perusahaan berencana melakukan pemisahan unit syariah, termasuk TUGU dan BNI Life, untuk memanfaatkan pertumbuhan yang lebih cepat di sektor asuransi syariah.
Kandidat potensial untuk merger
Di antara perusahaan publik, AHAP, JMAS, dan PNLF dianggap sebagai kandidat potensial untuk merger atau akuisisi. AHAP, yang mayoritas sahamnya dimiliki oleh Anthoni Salim, memiliki modal di bawah ambang batas yang ditetapkan dan mungkin perlu mengambil langkah korporasi.
JMAS, satu-satunya perusahaan asuransi Syariah yang tercatat di bursa, dipandang sebagai target potensial bagi pemain regional yang ingin memasuki pasar Indonesia. PNLF, yang diperdagangkan dengan valuasi 0,4 kali nilai buku, juga bisa mendapat keuntungan dari konsolidasi industri.
|Baca juga: 4 Syarat Menjadi Nasabah Prioritas di Bank
|Baca juga: 11 Strategi Cerdas Atasi Masalah Keuangan Keluarga, Auto Mesra!
Sebagai tanggapan, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah memperkenalkan regulasi baru untuk mendorong konsolidasi dan merger di industri ini. Regulasi OJK (POJK 23/2023) mewajibkan pemenuhan modal minimum secara bertahap bagi perusahaan asuransi konvensional maupun Syariah.
Tenggat pertama ditetapkan pada 2026, di mana perusahaan harus memenuhi ambang batas modal tertentu.
Menurut perkiraan, 33 persen perusahaan asuransi pada 2023 (tidak termasuk unit syariah) memiliki modal di bawah Rp250 miliar, sehingga diperkirakan tidak mampu memenuhi persyaratan pada 2026 dan kemungkinan harus melakukan merger atau akuisisi.
Editor: Angga Bratadharma
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News