1
1

McKinsey: Hanya 20% Perusahaan Asuransi Masukan Risiko Teknologi dan Data di Penilaian Regulasi

Ilustrasi. | Foto: Freepik

Media Asuransi, GLOBAL – Industri asuransi menghadapi tantangan besar dalam menghadapi risiko yang berkembang pesat. Namun hanya 20 persen dari perusahaan asuransi yang memasukkan risiko teknologi dan data dalam penilaian regulasi mereka atau Own Risk and Solvency Assessment (ORSA).

Hal ini terungkap dalam laporan terbaru McKinsey & Co. Sementara itu, sekitar 50 persen dari Chief Risk Officer (CRO) sudah mulai menggunakan Key Performance Indicators (KPI) peringatan dini untuk memantau risiko tersebut.

|Baca juga: PFI Mega Life Luncurkan Board Game “Maen Do It” untuk Tingkatkan Finansial Literasi

|Baca juga: Jasindo Syariah Bukukan Pertumbuhan 100% di Lini Bisnis Asuransi Perjalanan Umrah

Laporan tersebut juga mengungkapkan risiko yang muncul, seperti ancaman siber, perubahan iklim, dan keamanan data, mendominasi agenda risiko di industri asuransi.

Dilansir dari laman Insurance Asia, Rabu, 20 November 2024, meskipun 60 persen responden mengidentifikasi risiko iklim sebagai masalah material, namun hanya 25 persen yang telah mengimplementasikan sistem peringatan dini terkait hal ini. Temuan itu menunjukkan adanya kesenjangan dalam kesiapan industri untuk menghadapi risiko yang terus berkembang.

Selain itu, survei McKinsey juga menyoroti kekurangan profesional terampil di bidang risiko siber, analitik data, dan underwriting non-jiwa, dengan lebih dari setengah responden mengaku kesulitan dalam menarik talenta di bidang ini. Tantangan tersebut semakin diperburuk dengan kompleksitas ancaman siber yang semakin meningkat.

|Baca juga: Prudential Syariah Berpartisipasi dalam Indonesia Economy & Financial Outlook 2025

|Baca juga: OJK: Industri Asuransi Harus Tumbuh Bersama di 2025

Di sisi lain, perusahaan asuransi juga menghadapi biaya yang meningkat akibat serangan siber, termasuk denda, kerugian bisnis, dan kerusakan reputasi. Untuk itu, manajemen risiko yang efektif dalam menghadapi ancaman ini memerlukan perencanaan skenario yang terfokus serta konektivitas yang kuat antara platform data.

Dalam hal risiko iklim, meskipun banyak perusahaan asuransi yang fokus pada pelaporan emisi dan pelacakan dasar, namun banyak yang tertinggal dalam strategi eksposur dan adaptasi portofolio.

Tanggung jawab terkait risiko iklim sering dibagi antara CRO dan Chief Sustainability Officer (CSO), dengan kurang dari setengah perusahaan asuransi yang melibatkan CRO dalam perencanaan strategis.

|Baca juga: APPI Perkirakan Industri Perusahaan Pembiayaan Tumbuh 10% di 2025

|Baca juga: Bos DAI Pede Pertumbuhan Industri Perasuransian Tetap Menjanjikan di 2025

Laporan ini menekankan perlunya integrasi yang lebih kuat antara alat risiko dan pengambilan keputusan strategis untuk mengurangi potensi kerugian yang lebih besar di masa depan.

Editor: Angga Bratadharma

| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Related Posts
Prev Post Pembaruan Teknologi Digital Keuangan Bagaikan Dua Sisi Mata Pisau
Next Post OJK Siapkan Aturan untuk Cegah Praktik Bajak-membajak Agen Asuransi, Kapan Terbitnya?

Member Login

or