1
1

Mengenal Asuransi Syariah dan Potensinya di Indonesia

Ilustrasi. | Foto: BRI Life

Media Asuransi, JAKARTA – Seperti halnya perbankan yang memiliki versi konvensional dan syariah, dalam industri asuransi juga terbagi dalam dua jenis yakni asuransi konvensional dan asuransi syariah.

Actuarial Manager PT Prudential Sharia Life Assurance (Prudential Syariah) Nurhayati mengatakan perbedaan antara asuransi syariah dan konvensional adalah terletak pada konsep risiko yang diterapkan.

“Kalau asuransi itu seperti bank. Jadi, ada yang konvensional, ada yang syariah gitu. Nah, bedanya di mana? Perbedaan utamanya itu di konsep risikonya,” jelas Nurhayati, dalam webinar yang digelar Asosiasi Aktuaria Indonesia (AAID) dan Persatuan Aktuaris Indonesia (PAI), Sabtu, 10 Agustus 2024.

Dalam asuransi konvensional, lanjut Nurhayati, terdapat mekanisme transfer risiko. Artinya, ketika pemegang polis membayar premi, risiko yang mereka miliki dialihkan kepada perusahaan asuransi. Jika terjadi sesuatu yang tidak diinginkan, perusahaan asuransi yang akan menanggung dan membayar manfaat kepada tertanggung.

|Baca juga: QRIS dan blu by BCA Digital Sediakan Solusi Keuangan untuk Generasi Digital

|Baca juga: Klaim Asuransi Membengkak, OJK Malah Merespons Seperti Ini!

Sebaliknya, dalam asuransi syariah, konsep yang digunakan adalah berbagi risiko. Para peserta, atau pemegang polis, akan membayar kontribusi yang mirip dengan premi. “Nah, bedanya kalau di asuransi syariah, kita itu berbagi risiko. Jadi, para peserta atau pemegang polis nanti akan membayar kontribusi,” jelasnya.

Namun, kontribusi ini disalurkan ke dalam sebuah dana yang disebut dana tabarru’, yang berarti dana tolong-menolong. Dana ini dikumpulkan dari seluruh peserta, dan ketika salah satu peserta mengalami risiko, manfaat akan dibayarkan dari dana tabarru’. Dengan kata lain, prinsip yang diusung dalam asuransi syariah adalah gotong-royong atau tolong-menolong.

Pengelola dana tabarru

Peran perusahaan asuransi dalam sistem syariah ini adalah sebagai pengelola dana tabarru’. Dana ini milik peserta, bukan perusahaan, sehingga risiko pun tidak berada pada perusahaan. Perusahaan hanya bertindak sebagai pengelola dana tersebut.

Nurhayati menyebutkan, di Indonesia, pangsa pasar asuransi syariah memang masih relatif kecil dibandingkan dengan asuransi konvensional. Namun, potensi pertumbuhannya masih sangat besar.

|Baca juga: OJK Perkuat Kerja Sama dengan Hong Kong Monetary Authority

|Baca juga: OJK Dorong Penguatan Transparansi dan Inklusi Keuangan Pasar Modal

Perusahaan asuransi yang sepenuhnya syariah juga masih belum banyak. Namun, beberapa perusahaan asuransi yang sudah mapan juga menawarkan produk syariah melalui unit usaha khusus. Dengan potensi yang luas dan prinsip berbagi risiko yang lebih adil, asuransi syariah diharapkan dapat berkembang lebih pesat di masa mendatang.

Editor: Angga Bratadharma

| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Related Posts
Prev Post OCBC Sebut 39% Anak Muda Menabung Cuman Buat Gaya Hidup, Kok Bisa?
Next Post Kaspersky: 34% Percaya AI Bisa Menjadi Bos yang Lebih Baik dari Manusia

Member Login

or