Media Asuransi, JAKARTA – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terus mendorong pelaku industri asuransi untuk mengembangkan dan memenuhi Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas untuk memaksimalkan pertumbuhan bisnis di masa mendatang. Karenanya, sedang dibahas mengenai pembentukan Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) di industri perasuransian.
|Baca: AM Best: Kekuatan Neraca Keuangan Munich Re Solid
Namun, upaya itu masih hangat diperbincangkan dan terdapat sejumlah usulan kepada regulator jasa keuangan yang dalam hal ini OJK. Di antara yang menjadi usulan dari pelaku industri adalah mengenai pembentukan kurikulum yang sama dan apakah harus ada pengenaan iuran atau tidak.
“Karena usulan kita tujuannya menegakkan kompetensi. Pengembangan edukasi yang idealnya itu mendapatkan subsidi bukan dibebani atau jadi beban,” kata Direktur LSP Perasuransian Syariah Erwin Noekman, dalam Webinar LSP 2024 bertajuk ‘Lika Liku Pengembangan SDM Perasuransian: Upaya Melahirkan LSP Perasuransian Sesuai Kebutuhan Industri’, Rabu, 24 Juli 2024.
Ia menambahkan sebaiknya kehadiran POJK baru untuk LSP perasuransian memang tidak memunculkan iuran baru. “Iuran tidak ada kutipan sama sekali. Kalau ada sebaiknya di laporan keuangan dari PT tersebut. Kalau kutipan PT kena pajak berkali-kali, kecuali kalau yayasan pendidikan tidak kena kutipan,” ucap Erwin.
Kendati demikian, ia sekali lagi berharap agar tidak ada iuran yang dikenakan dari LSP. “Kita berharap usulan kami kutipan itu tidak perlu ada. Kalau pun ada dengan mekanisme yang bijaksana. Misal dengan laba. Bukan dari gross income. Kalau gross income habis untuk biaya asesmen dan operasional. Jadi itu semakin memberatkan,” tuturnya.
Bantuan dari pemerintah
Ketua LSP AAMAI Akhrial Jamaris menambahkan upaya pengembangan SDM harusnya mendapatkan bantuan dari pemerintah bukan justru dikenakan iuran dari pemerintah. Hal itu lantaran pengembangan SDM agar memadai dan berkualitas sehingga bisa berkontribusi positif terhadap pertumbuhan industri di masa mendatang.
“Dapat bantuan dari pemerintah, sementara kita akan dipungut pemerintah apa tidak terbalik. Kita ini dalam rangka mengelola SDM. Contoh di AAMAI, kalau ujian kita impas saja. Bayar asesor, sementara peserta ujian bayar sekian. Kalau dipakai buat makan nasi padang sudah habis. Jadi kita tidak mencari untung. Kita harusnya disubsidi, bukan dipungut,” pungkasnya.
Editor: Angga Bratadharma
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News