Media Asuransi, JAKARTA – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melaporkan bahwa akumulasi pendapatan premi sektor asuransi selama periode Januari sampai dengan Oktober 2023 mencapai Rp264,23 triliun. Secara keseluruhan industri asuransi di tanah air membukukan kenaikan premi sebesar naik 3,54 persen secara tahunan atau year on year (yoy).
”Pertumbuhan akumulasi premi asuransi jiwa membaik namun masih terkontraksi sebesar 6,93 persen yoy dengan nilai sebesar Rp146,52 triliun per Oktober 2023, didorong oleh pendapatan premi pada lini usaha PAYDI (Produk Asuransi Yang Dikaitkan dengan Investasi-red.). Di sisi lain, akumulasi premi asuransi umum dan reasuransi tumbuh positif 20,40 persen yoy menjadi Rp117,72 triliun,” kata Kepala Eksekutif Pngawas Perasuransian, Penjaminan dan Dana Pensiun (PPDP) OJK, Ogi Prastomiyono, dalam jumpa pers secara daring, Senin, 4 Desember 2023.
Dia jelaskan bahwa secara umum permodalan di industri asuransi menguat, dengan industri asuransi jiwa dan asuransi umum mencatatkan Risk Based Capital (RBC) yang tinggi, yakni sebesar 435,98 persen untuk asuransi jiwa dan 340,54 persen untuk asuransi umum jauh di atas threshold sebesar 120 persen.
Sementara itu di asuransi sosial, total aset BPJS Kesehatan per Oktober 2023 mencapai Rp115,18 triliun, atau tumbuh sebesar 5,66 persen yoy. Pada periode yang sama, total aset BPJS Ketenagakerjaan mencapai Rp709,22 triliun, atau tumbuh sebesar 11,56 persen yoy.
|Baca juga: Premi Asuransi per September Rp228,51 Triliun
Di sisi industri dana pensiun, aset dana pensiun nasional per Oktober 2023 tumbuh 5,88 persen yoy dengan nilai aset sebesar Rp358,63 triliun. Sedang di perusahaan penjaminan, nominal imbal jasa penjaminan di Oktober 2023 tercatat naik menjadi Rp6,52 triliun, dengan nilai aset mencapai Rp46,77 triliun.
Dalam kesempatan tersebut, Ogi Prastomiyono juga menyebutkan beberapa langkah penegakan hukum di sektor PPDP:
1. OJK mencabut Izin Usaha PT Asuransi Purna Artanugraha (PT ASPAN) pada 1 Desember 2023 karena PT ASPAN tidak dapat memenuhi rasio solvabilitas (risk based capital), ekuitas dan rasio kecukupan investasi sesuai ketentuan yang berlaku, disebabkan PT ASPAN tidak mampu menutup selisih kewajiban dengan aset, melalui setoran modal oleh pemegang saham pengendali atau mengundang investor. Pencabutan izin usaha dilakukan dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundangan secara konsisten dan tegas untuk menciptakan industri asuransi yang sehat dan terpercaya, serta melindungi kepentingan pemegang polis asuransi.
2. OJK mencabut Izin Usaha di Bidang Asuransi Jiwa PT Asuransi Jiwa Prolife Indonesia (dahulu PT Asuransi Jiwa Indosurya Sukses) karena melakukan pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang perasuransian. Pemegang Saham, Direksi, Dewan Komisaris, dan Pegawai PT Asuransi Jiwa Prolife Indonesia (dahulu PT Asuransi Jiwa Indosurya Sukses) dilarang mengalihkan, menjaminkan, mengagunkan atau menggunakan kekayaan, atau melakukan tindakan lain yang dapat mengurangi aset atau menurunkan nilai aset.
3. OJK mengenakan sanksi pembatasan kegiatan usaha perusahaan pialang asuransi PT Independen Pialang Asuransi dengan jangka waktu 3 bulan sejak tanggal surat. Pengenaan sanksi pembatasan kegiatan usaha tersebut dikarenakan Pemegang Saham Pengendali Perusahaan belum memperoleh persetujuan dari OJK, dan Perusahaan belum melaporkan susunan pemegang saham terbaru kepada OJK.
Sedangkan beberapa kebijakan yang telah dan sedang disiapkan OJK saat ini antara lain:
1. OJK sedang menyusun penyempurnaan regulasi yang terkait dengan perizinan usaha dan kelembagaan perusahaan pialang asuransi, perusahaan pialang reasuransi, dan perusahaan penilai kerugian asuransi. Beberapa poin substansi penyempurnaan dimaksud antara lain: penyederhanaan proses perizinan agar lebih efisien dan praktis, peningkatan permodalan, batasan rangkap jabatan bagi pihak utama, dan penambahan ketentuan mengenai penggabungan dan peleburan.
2. Sebagai bagian dari upaya untuk mendorong pengembangan dan penguatan sektor keuangan, OJK menargetkan penyelesaian amanat UU P2SK yang terkait pembentukan unit aktuaria pada tahun 2024. Unit tersebut sekurang-kurangnya bertugas untuk melakukan analisis aktuaria mengenai kondisi demografi, perkembangan kondisi ekonomi, pengelolaan investasi, dan pemodelan. Keberadaan unit aktuaria tersebut nantinya diharapkan dapat mendukung penguatan OJK dalam rangka menjalankan kewenangan pengaturan, perizinan, dan pengawasan di sektor jasa keuangan yang bersifat forward-looking berdasarkan hasil analisis atas data dan informasi yang kredibel.
3. Sejalan dengan penyempurnaan ketentuan sehubungan pengelolaan produk asuransi yang dikaitkan dengan penyaluran kredit dan suretyship oleh perusahaan asuransi, OJK akan melakukan kajian sebagai dasar untuk mendorong penguatan dan pengembangan sektor industri penjaminan, termasuk salah satunya dalam hal penguatan ketentuan mengenai pengelolaan produk penjaminan kredit yang dipasarkan oleh perusahaan penjaminan.
Editor: S. Edi Santosa
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News