Media Asuransi, JAKARTA – Sektor manufaktur ASEAN mencatat perbaikan lebih lanjut pada kondisi pengoperasian pada pertengahan menuju triwulan kedua. Namun demikian, survei terbaru merupakan indikasi perlambatan pada sektor karena output, permintaan baru dan stok praproduksi tumbuh pada tingkat yang lebih rendah dari yang terlihat sebelumnya pada bulan April.
Pada saat yang sama, tekanan harga mereda, sedangkan rata-rata waktu tunggu pesanan untuk input lebih pendek selama tiga bulan berturut-turut.
Headline Purchasing Managers’ Index (PMITM) Manufaktur ASEAN dari S&P Global tercatat di atas tanda tidak ada perubahan 50,0 selama dua belas bulan berturut-turut pada bulan Mei, menandakan peningkatan berkelanjutan pada kondisi pengoperasian. Namun, data terbaru 51,1, turun dari angka 52,7 pada bulan April, menunjukkan laju pertumbuhan tingkat marginal yang tergolong lebih lemah dari rata-rata pada periode ekspansi saat ini.
Data nasional menandai bahwa lima dari tujuh negara peserta survei ASEAN menunjukkan peningkatan terhadap kesehatan di sektor manufaktur mereka pada bulan Mei. Thailand adalah negara yang memimpin kenaikan selama dua bulan berturut-turut. Laju ekspansi (58,2) lebih rendah daripada rekor tertinggi pada bulan April, namun merupakan yang terkuat kedua dalam sejarah survei.
|Baca juga: Ekspansi PMI Manufaktur ASEAN pada Maret 2023 Melambat
Demikian juga, perusahaan manufaktur di Myanmar tercatat mengalami pertumbuhan yang lebih lambat, karena angka headline (53,0) turun ke posisi terendah dalam enam bulan dari posisi tertinggi survei yang tercatat pada bulan April. Namun demikian, laju ekspansi dianggap lebih baik dibandingkan dengan angka di bawah 50,0 yang tercatat sepanjang sejarah survei.
Filipina adalah satu-satunya negara dengan indeks headline yang naik pada bulan Mei. Di angka headline 52,2, manufaktur menunjukkan perbaikan tingkat sedang secara keseluruhan. Singapura (51,2) dan Indonesia (50,3) keduanya menunjukkan perbaikan kecil pada kondisi manufaktur pada bulan Juni.
Sementara tingkat pertumbuhan di Singapura tergolong lambat, kondisi perusahaan manufaktur di Indonesia hampir mendekati stagnasi, hanya terlihat peningkatan sangat kecil di kesehatan ekonomi manufaktur selama bulan Mei. Malaysia (47,8) dan Vietnam (45,3) adalah dua negara yang melaporkan terjadinya penurunan pada kondisi bisnis, dan masing-masing selama sembilan bulan dan tiga bulan berturut-turut.
Sementara itu, perusahaan manufaktur Vietnam menunjukkan laju penurunan yang paling kuat dalam 20 bulan. Melihat sektor manufaktur ASEAN secara keseluruhan, ada tanda-tanda peningkatan yang didukung oleh kondisi permintaan karena permintaan baru naik – meskipun hanya kecil – selama lima bulan berjalan pada bulan Mei.
Namun, permintaan asing untuk barang buatan ASEAN terus mengalami penyusutan, dengan penjualan ekspor menurun pada laju yang semakin cepat. Produksi di seluruh sektor manufaktur ASEAN mengalami ekspansi selama dua belas bulan berturut-turut pada bulan Mei. Indeks yang disesuaikan secara berkala masing-masing menunjukkan kenaikan yang kuat dan solid secara historis karena kenaikan berkelanjutan pada pertumbuhan yang didukung oleh bisnis baru. Namun, laju peningkatan berkurang sejak bulan April, turun ke posisi terendah dalam empat bulan.
Perlambatan pertumbuhan produksi tecerminkan pada aktivitas pembelian perusahaan, yang mengalami ekspansi dengan laju paling lambat dalam empat bulan setelah mengalami kenaikan secara solid pada bulan April. Meskipun output dan penjualan meningkat secara berkelanjutan, ketenagakerjaan di antara produsen ASEAN menurun pada bulan Mei.
|Baca juga: BKF Kemenkeu: Sektor Manufaktur Indonesia Konsisten Berekspansi
Meskipun sedikit, tingkat PHK ini merupakan yang paling kuat pada periode penurunan ke tiga bulan saat ini. Data survei juga menunjukkan tekanan yang lebih besar pada kapasitas pengoperasian, sebab penumpukan kerja naik setelah tujuh bulan penurunan di tengah-tengah adanya laporan kekurangan bahan baku. Perusahaan manufaktur ASEAN kembali menaikkan inventaris bahan praproduksi pada bulan Mei, meskipun hanya sedikit.
Sebaliknya, stok barang jadi turun setelah satu bulan pembangunan stok pada bulan April. Berita baik datang dari indeks harga pada survei, yang menunjukkan penurunan tekanan inflasi lebih lanjut di tengah-tengah perbaikan waktu pengiriman. Biaya input dan harga output masing-masing naik dengan laju paling lambat dalam 30 dan 28 bulan. Terlebih, kenaikan keduanya masih di bawah tren historis. Kinerja pemasok juga meningkat selama bulan Mei.
Data terbaru menunjukkan terjadinya pembalikan tekanan rantai pasokan lebih lanjut yang telah terbukti sejak dimulainya COVID-19, dengan waktu tunggu pesanan kini lebih pendek selama tiga bulan berturut-turut. Terakhir, perusahaan secara umum tetap optimis terhadap prospek output 12 bulan. Namun, sentimen berada di tingkat terlemah sejak bulan Juli 2020 dan masih berada di tingkat terendah secara historis, menunjukkan kehilangan kepercayaan diri dan peningkatan kewaspadaan terkait prospek.
Menanggapi data PMI Manufaktur ASEAN, Maryam Baluch, Ekonom S&P Global Market Intelligence mengatakan data PMI ASEAN terbaru menunjukkan kenaikan tingkat sedang pada kondisi pengoperasian pada pertengahan menuju triwulan kedua. Terlebih, data tersebut menunjukkan penurunan tekanan inflasi lebih lanjut dan rantai pasokan membaik selama tiga bulan berturut-turut.
Tetapi, sambung dia, terjadi perlambatan momentum pertumbuhan secara keseluruhan. Perusahaan manufaktur melaporkan laju ekspansi yang lebih lambat pada permintaan baru dan output. Selain itu, perusahaan mengurangi tingkat penyusunan staf mereka selama tiga bulan berjalan. Kepercayaan diri juga turun ke posisi terendah dalam 34 bulan di seluruh wilayah.
“Namun demikian, data menunjukkan bahwa tren permintaan yang mendukung mengalami penurunan di seluruh wilayah. Kecuali Filipina, semua negara ASEAN peserta survei menunjukkan penurunan headline PMI pada bulan Mei. Namun, perbaikan pada rantai pasokan dan berkurangnya tekanan biaya lebih lanjut dapat mendukung pemulihan sektor pada bulan-bulan yang akan datang.”
Editor: Achmad Aris
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News