Media Asuransi, JAKARTA — Bank Indonesia (BI) menyebut dampak dari pelonggaran Rasio Pendanaan Luar Negeri (RPLN) terhadap pertumbuhan kredit dan Dana Pihak Ketiga (DPK) diperkirakan baru akan terlihat dalam jangka waktu lebih dari satu tahun.
Hal ini seiring transmisi kebijakan yang memerlukan waktu serta mempertimbangkan kondisi ekonomi global yang masih penuh ketidakpastian. Tidak ditampik, kelonggaran RPLN memang ditujukan untuk memberi ruang lebih besar bagi perbankan dalam mengakses pendanaan dari luar negeri.
|Baca juga: Allianz Syariah & OCBC Luncurkan AlliSya RENCANA, Bisa Jadi Warisan di Masa Depan!
Namun, Kepala Departemen Kebijakan Makroprudensial BI Solikin M Juhro menjelaskan, efektivitas kebijakan ini tetap bergantung pada kesiapan perbankan dan permintaan di sektor riil. “Semangat dari RPLN itu memang memberikan ruang untuk bank-bank mengontrolnya dengan anggaran luar negeri,” ujar Solikin, dalam Taklimat Media, di Jakarta, Senin, 26 Mei 2025.
Namun demikian, Solikin menjelaskan, tidak semua bank akan mengandalkan pendanaan dari luar negeri. Menurutnya, perbankan saat ini masih mempertimbangkan risiko dari sisi suku bunga dan volatilitas pasar global.
“Saya juga pasti akan khawatir dengan suku bunga, misal, taruhlah ‘wah ini nanti jangan-jangan selalu pinjam, nanti dia (suku bunga) terus dalam kondisi yang naik’,” imbuhnya.
Ia menjelaskan pertumbuhan kredit dan DPK tidak hanya ditentukan oleh sisi suplai, tetapi juga sangat dipengaruhi oleh sisi permintaan. “Karena kalau kita pinjam terus duitnya, duitnya ada, tapi kemudian dari sisi permintaan, absorpsinya, kesiapan proyek itu kan tentunya juga menjadi perhatian,” katanya.
|Baca juga: J Trust Bank (BCIC) Terapkan 3 Jurus Ini untuk Terus Tumbuh di 2025
|Baca juga: Bos Bank Mandiri (BMRI) Ungkap Resep Menjaga NPL Tetap Terkendali
Solikin menyebutkan BI telah melakukan simulasi dan perhitungan terhadap dampak kebijakan ini. Hasilnya menunjukkan efek dari pelonggaran RPLN terhadap perekonomian, termasuk Produk Domestik Bruto (PDB), baru akan terasa dalam jangka menengah.
“Kalau untuk jangka makronya, dampak waktunya memang sekitar lebih dari satu tahun. Kalau kita mau melihat jangka makronya, ya kan semua kan transmisi ya, ada tenggat waktu gitu,” jelasnya.
Meski demikian, ia menyebutkan, bank-bank yang sudah memiliki jalur pendanaan (pathline) dari luar negeri dapat segera memanfaatkan ruang tambahan ini. “Kalau kita bicara ruang pendanaan, ya pasti bank-bank yang sudah memiliki istilahnya kalau sudah pathline-nya ya pasti akan segera meningkatkan kapasitas untuk mendapatkan pendanaan luar negeri,” ujarnya.
|Baca juga: OJK Harap Asuransi untuk Fintech Beri Nilai Tambah terhadap Ekosistem Digital
|Baca juga: OJK Respons Usulan BPJS Ketenagakerjaan tentang Rencana Investasi di Luar Negeri
Sebagai informasi, BI sebelumnya telah melonggarkan batas maksimum RPLN dari 30 persen menjadi 35 persen dari modal bank. Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan pelonggaran ini bertujuan meningkatkan sumber pendanaan bank dari luar negeri sesuai kebutuhan perekonomian dengan tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian.
Editor: Angga Bratadharma
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News