Media Asuransi, JAKARTA – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melihat ada lima hal yang menjadi urgensi reformasi sektor keuangan di Indonesia. Reformasi sektor keuangan ini diperlukan untuk menwujudkan sektor keuangan Indonesia yang lebih berkembang, inklusif, dan stabil.
Hal ini disampaikan Direktur Pengembangan Sektor Jasa Keuangan OJK, Ni Nyoman Puspani, saat memberikan sambutan dalam webinar “Peran UU P2SK dalam Memberikan Efek Jera bagi Pelaku Jasa Keuangan Ilegal” yang diselenggarakan OJK Institute, Kamis, 15 Februari 2024.
Lima hal yang menjadi urgensi reformasi sektor keuangan Indonesia, meliputi: pertama rendahnya literasi keuangan, kita harus membuat jasa keuangan yang terjangkau. Kedua tingginya biaya transaksi di sektor keuangan. Ketiga, kepercayaan dari konsumen. Keempat perlindungan investor konsumen. Kelima kebutuhan terhadap penguatan kerangka koordinasi dan penanganan stabilitas sistem keuangan.
|Baca juga: OJK Siapkan 7 Kebijakan Inovasi Teknologi Sektor Keuangan
“Upaya perlindungan konsumen yang diatur dalam Undang-Undang P2SK, untuk menciptakan ekosistem perlindungan konsumen yang mampu mewujudkan kepastian hukum. Serta penanganan pengaduan dan penyelesaian sengketa yang efektif dan efisien. Selain itu, menumbuhkan kesadaran pelaku usaha sektor keuangan mengenai perilaku bisnis yang bertanggungjawab, perlakuan yang adil melalui perlindungan privasi dan data konsumen, serta meningkatkan kualitas produk dan atau layanan keuangan,” kata Ni Nyoman Puspani.
Ditambahkan bahwa untuk pengaturan dalam rangka perlindungan konsumen dan masyarakat di sektor keuangan, berdasar amanat Undang-Undang P2SK ini, OJK melalui tugas pemberantasan aktivitas keuangan ilegal atau Satgas PASTI, pada periode November 2023 telah menemukan 22 entitas yang melakukan penawaran investasi keuangan illegal.
Pengaduan yang diterima sepanjang tahun 2023 sebanyak 13.064, pengaduan ilegal sebanyak 12.528 pengaduan dan pengaduan investasi ilegal sebanyak 536 pengaduan. Selanjutnya juga di tahun 2023 telah menghentikan sebanyak 288 entitas keuangan ilegal yang terdiri dari 40 investasi ilegal dan 248 pinjaman online illegal.
“Berdasarkan data OJK tercatat kerugian sangat besar sejak tahun 2017 hingga 2023 itu sebesar Rp139 triliun. Dapat dibayangkan apabila dana itu untuk pembangunan fasilitas umum seperti sekolah rumah sakit dan jalan tol, tentunya dapat meningkatkan kesejahteraan Masyarakat,” tegas Ni Nyoman Puspani.
Dijelaskan bahwa OJK bersama dengan stakeholder terkait senantiasa melakukan berbagai upaya pencegahan untuk meminimalkan potensi masyarakat terkena jeratan pelaku usaha illegal.
Editor: S. Edi Santosa
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News