Media Asuransi, JAKARTA – Rapat Dewan Komisioner Bulanan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada 3 Mei 2023 menilai stabilitas sektor jasa keuangan nasional tetap terjaga. Permodalan dan likuiditas sektor jasa keuangan nasional dalam kondisi yang baik, sehingga mampu berdaya tahan dalam menghadapi gejolak global.
“Eskalasi tensi geopolitik, berlanjutnya permasalahan perbankan AS serta tingkat inflasi global yang meskipun menurun masih bertahan di tingkat yang tinggi menjadi sumber potensi kerentanan utama bagi stabilitas sektor keuangan global,” kata Ketua Dewan Komisioner OJK, Mahendra Siregar, dalam jumpa pers secara daring, Jumat sore, 5 Mei 2023.
|Baca juga: OJK Berencana Naikkan Modal Minimum Asuransi Menjadi Rp1 Triliun
Dia jelaskan, beberapa indikator sektor riil AS bergerak melemah, yang meningkatkan kekhawatiran akan terjadinya resesi serta isu batasan debt ceiling AS menambah ketidakpastian di pasar. Kekhawatiran akan pengetatan likuiditas terus meningkat di tengah berlanjutnya pengetatan kebijakan moneter oleh Bank sentral utama global.
Pasar tenaga kerja di AS dan Eropa masih kuat, begitu pula perekonomian China yang melanjutkan pemulihan setelah melakukan reopening pasca pandemi. “Langkah cepat dari otoritas terkait penanganan gejolak perbankan di AS dan Eropa diharapkan dapat meredam penularan tekanan lebih lanjut secara global,” jelasnya.
Sementara itu, indikator perekonomian Indonesia terkini menunjukkan kinerja ekonomi nasional yang solid dengan tumbuh 5,03 persen year on year (yoy) di kuartal I/2023, meningkat dibandingkan kuartal IV/2022 yang tumbuh 5,01 persen yoy. Inflasi menurun dan terkendali saat Ramadan dan Hari Raya dengan langkah antisipatif pemerintah di antaranya melalui pengendalian harga bahan pangan.
Sedangkan aktivitas manufaktur melanjutkan tren ekspansi selama 20 bulan berturut-turut dengan Purchasing Managers Index (PMI) Manufaktur nasional tercatat naik menjadi 52,7 (Maret 2023: 51,9). Di sektor eksternal, neraca perdagangan Indonesia di Maret 2023 kembali mencatatkan surplus meskipun menyempit akibat kontraksi nilai ekspor yang lebih dalam dibandingkan impor.
Editor: S. Edi Santosa
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News