1
1

BPJS Kesehatan X Asuransi Swasta

BPJS Kesehatan Berlakukan Layanan Satu Kelas. | Foto: Media Asuransi/Arief Wahyudi

Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikan pada medio Januari 2025 mengeluarkan statement Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan yang tidak mampu meng- yang menghebohkan publik. Pernyataan kontroversial tersebut adalah tentang cover semua penyakit, sehingga masyarakat disarankan untuk menggunakan asuransi swasta. Statament ini kemudian berkembang menjadi narasi seolah-oleh masyarakat akan diwajibkan untuk menggunakan asuransi kesehatan swasta.

Menurut Menkes, beberapa penyakit kritis membutuhkan biaya besar yang tak akan cukup bila hanya menggantungkan dari iuran peserta yang nilainya kecil dan beragam. Saat ini besaran iuran BPJS Kesehatan ditetapkan berjenjang berdasarkan kelas yaitu Rp42.000 per bulan untuk kelas 3, Rp100.000 per bulan untuk kelas 2, dan Rp150.000 per bulan untuk kelas 1. Memang skema kelas ini akan dihapus tapi dampaknya terhadap pengumpulan iuran tidak terlalu signifikan.

Sejak 2023, BPJS Kesehatan kembali mengalami defisit rasio beban jaminan kesehatan (pendapatan iuran dibandingkan dengan beban jaminan kesehatan), setelah pada 2022 berhasil mencatatkan surplus sebesar Rp30,57 triliun. Pada 2023, BPJS Kesehatan mencatatkan pendapatan iuran sebesar Rp151,7 triliun dengan beban jaminan kesehatan sebesar Rp158,85 triliun atau dengan rasio 104,72 persen.

Pada 2025, rasio bebannya meningkat menjadi 105,78 persen dengan pendapatan iuran sebesar Rp165,34 triliun dan beban jaminan kesehatan sebesar Rp174,90 triliun. Kondisi inilah yang mungkin mendasari statement Menkes tentang perlunya kolaborasi antara BPJS Kesehatan dan asuransi kesehatan swasta.

Secara bisnis memang lini asuransi kesehatan sedang babak belur. Data Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) mencatat per kuartal III/2024 rasio klaim asuransi kesehatan mencapai 85,5 persen.  Bila dimasukkan biaya lain seperti Third Party Administrator (TPA), maka rasio klaimnya bisa menyentuh angka 143 persen. Kajian Lembaga Riset Media Asuransi (LRMA) mencatat bahwa tingginya loss ratio asuransi kesehatan baik di asuransi umum maupun asuransi kesehatan telah terjadi sejak 5 tahun lalu.

Produk asuransi kesehatan sebenarnya merupakan produk asuransi yang manfaatnya sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Survei LRMA juga mencatat bahwa produk asuransi kesehatan menjadi produk paling diminati masyarakat dibandingkan dengan produk asuransi lain yaitu asuransi jiwa, asuransi kendaraan, asuransi pendidikan, dan asuransi properti. Namun demikian, secara bisnis masih terjadi persoalan-persoalan yang membuat bisnis ini tidak begitu menguntungkan.

Bisnis asuransi kesehatan memang tidak hanya melibatkan perusahaan asuransi tapi juga ekosistem industri kesehatan antara lain tenaga kesehatan, rumah sakit, TPA, farmasi, dan industri alat kesehatan. Dalam konteks industri asuransi sendiri, antara BPJS Kesehatan dan asuransi swasta belum bisa berjalan beriringan meski sudah ada skema Coordination of Benefits (CoB). Alhasil, antara BPJS Kesehatan dan asuransi swasta berjalan sendiri-sendiri sehingga beban klaimnya pun ditanggung masing-masing.

Dari statement yang dilontarkan oleh Menkes tersebut, sebenarnya ada semangat untuk memperbaiki hubungan antara BPJS Kesehatan dan asuransi swasta. Dalam pernyataan klarifikasinya di depan wakil rakyat pada awal Februari 2025, Menkes menjelaskan bahwa dukungan asuransi swasta yang dimaksud tidak berdiri sendiri alias standalone tapi dalam kerangka CoB dengan BPJS Kesehatan. Selain itu, ketentuan ini hanya berlaku bagi masyarakat yang mampu atau kaya.

Menurut Menkes, design yang sedang dibuat dalam kerangka CoB tersebut adalah setiap orang yang mengambil asuransi swasta harus ada porsi premi yang dibayarkan ke BPJS Kesehatan. Artinya, dalam pembayaran premi asuransi kesehatan swasta sudah termasuk pembayaran iuran BPJS Kesehatan.

Untuk mekanisme klaimnya pun akan di-sharing sesuai dengan porsinya. BPJS kesehatan membayar klaim sebesar 70 persen dari plafon BPJS Kesehatan, sedangkan asuransi swasta akan membayar sisa dari total tagihan. Misal dengan asumsi total biaya berobat sebesar Rp10 juta dan plafon BPJS Kesehatan sebesar Rp2 juta. Dari total tagihan biaya Rp10 juta tersebut BPJS Kesehatan membayar Rp1,4 juta (70 persen dari Rp2 juta) dan asuransi swasta hanya membayar Rp8,6 juta (Rp10 juta dikurangi Rp1,4 juta).

“Untung asuransi swastanya, BPJS-nya untung karena bayarnya lebih sedikit. Pasiennya untung karena bisa mendapatkan kelas lebih mahal, tapi bayarnya sekali. Rumah sakitnya untung karena settlement atau rekonsiliasinya, bayarnya cuma sekali,” tegas Menkes.

Di tengah berbagai persoalan di bisnis asuransi kesehatan, sudah saatnya kolaborasi antara BPJS Kesehatan dan asuransi swasta harus diwujudkan. Pasalnya, bisnis asuransi kesehatan harus sehat, agar tumbuh berkembang dan bisa terus memberikan jaminan kesehatan kepada masyarakat. Semua stakeholder harus duduk bareng mencari skema win-win solution.

| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Related Posts
Prev Post Jangan Lagi Khawatir, Ini 5 Kebiasaan Mudah untuk Bantu Keuangan Rumah Tangga Tetap Stabil!
Next Post Cherry Group Hadirkan JAECOO J7
mediaasuransi_pd_728x90_std_hsbc mediaasuransi_pd_300x600_std_hsbc mediaasuransi_pd_300x250_std_hsbc mediaasuransi_pd_320x100_std_hsbc mediaasuransi_pd_320x50_std_hsbc mediaasuransi_pd_320x480_std_hsbc

Member Login

or