Industri asuransi nasional saat ini sedang menghadapi masalah krisis kepercayaan masyarakat. Musababnya adalah mencuatnya sejumlah kasus gagal bayar klaim perusahaan asuransi dan kekecewaan nasabah atas produk asuransi unitlink. Efeknya, susu sebelanga pun rusak gegara nila setitik tersebut. Nama baik seluruh industri asuransi Tanah Air menjadi tercorang.
Tak heran bila isu krisis kepercayaan asuransi ini menjadi perhatian semua stakeholder perasuransian Tanah Air. Dalam rangka memulihkan tingkat kepercayaan publik terhadap asuransi ini, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada 23 Oktober 2023 meluncurkan peta jalan (roadmap) Pengembangan dan Penguatan Industri Perasuransian 2023-2027 dengan tema Restoring Confidence Through Industrial Reform Stronger Together. “Yang ingin kita lakukan adalah regain confidence, restoring confidence asuransi ini. Karena persoalannya saat ini memang masalah confidence ini,” tegas Ketua Dewan Komisioner OJK, Mahendra Siregar, dalam sambutannya.
Secara bersamaan, Dewan Asuransi Indonesia (DAI) meluncurkan perubahan tagline dari “Mari Berasuransi” menjadi “Pahami & Miliki Asuransi”. Perubahan tagline tersebut ditujukan untuk mengajak masyarakat agar lebih memahami manfaat dari asuransi sehingga tidak ada keraguan untuk memiliki produk asuransi. “Kita harus me-relate arti kata pahami ini dengan bagaimana kita dapat mengembalikan kepercayaan masyarakat kepada asuransi,” kata Ketua Umum DAI, Rudy Kamdani.
Semua pihak sepakat dan tidak ada yang menyangkal bahwa masalah distrust inilah yang menjadi momok di industri asuransi nasional. Orang takut untuk membeli asuransi, padahal sebenarnya dia tahu asuransi dan sangat membutuhkan. Alhasil, tingkat penetrasi asuransi di Indonesia tidak beranjak dari level 2 persenan hingga sekarang. Oleh karena itu, industri asuransi harus berbenah dan mem-branding diri untuk merebut kembali kepercayaan masyarakat.
Pada prinsipnya, bisnis asuransi adalah menjual kepercayaan (trust). Asuransi adalah kepercayaan yang diberikan oleh seseorang kepada perusahaan asuransi untuk melindungi dirinya atau asetnya dari risiko keuangan yang tidak terduga. Dalam hal ini, individu atau perusahaan (tertanggung) membayar premi kepada perusahaan asuransi sebagai pertukaran kepastian akan adanya perlindungan finansial jika terjadi kerugian atau kejadian yang tidak diinginkan. Kepercayaan ini didasarkan pada keyakinan bahwa perusahaan asuransi akan memenuhi kewajibannya untuk memberikan kompensasi atau manfaat sesuai dengan polis yang dibeli.
Dalam konteks ini, praktisi brand senior, Subiakto Priosoedarsono, menganalogikan asuransi sebagai jaring pengaman (safety net) yang akan menahan orang ketika terjatuh dari ketinggian agar tidak mengalami cedera atau bahkan meninggal dunia. Trust akan muncul bila jaring pengaman tersebut kuat dan berfungsi dengan baik. Sebaliknya, lost trust akan terjadi bila jaring pengaman tersebut rusak dan malfungsi.
Sekali orang cidera gara-gara jaring pengaman yang menyangganya tidak berfungsi dengan baik alias jebol, maka si korban atau bahkan orang lain yang melihat dan mendengar peristiwa kecelakaan tersebut akan trauma dan takut untuk menggunakan produk jaring pengaman serupa. “Asuransi itu jaring pengaman. Kunci dari sebuah asuransi adalah trust, jadi jika ada jaring yang bolong berarti lost trust itu. Pilihannya hanya ditambal atau diganti jaringnya,” ungkapnya dalam sebuah seminar.
Menurut Subiakto, membangun brand asuransi itu sebenarnya sangat gampang yaitu bagaimana menciptakan trust kepada masyarakat. Dia pun mengutip quote dari Steve Jobs bahwa a brand is simply trust. Brand itu sederhananya adalah kepercayaan. Barang siapa membangun rasa percaya maka dia sedang membangun brand.
Oleh karena itu, mem-branding asuransi berarti bagaimana memberikan keyakinan kepada masyarakat bahwa semua haknya sebagai pemegang polis akan dipenuhi bila peristiwa yang dijamin dalam polis terjadi. Dalam hal ini, perusahaan asuransi harus menunjukkan bahwa dana premi dikelola secara profesional dan perusahaan dalam beroperasi telah menjalankan prinsip-prinsip governance dan compliance.
Aspek lain yang tak kalah penting adalah memberikan layanan terbaik kepada nasabah. Service excellence juga memiliki peran penting dalam rangka menumbuhkan loyalitas nasabah dan customer experience yang baik. Pelayanan yang cepat, responsif, dan profesional dapat meningkatkan kepuasan pelanggan dan menciptakan kesan positif tentang merek asuransi.
Bila kesan positif sudah timbul maka nasabah tidak akan segan-segan untuk merekomendasikan kepada orang lain untuk membeli asuransi. Pada fase ini, asuransi tidak perlu lagi ditawar-tawarkan, tapi sebaliknya asuransi akan dicari-cari karena trust sudah muncul.
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News