Media Asuransi, JAKARTA – Harga Bitcoin di awal Juni 2025 masih bergerak stagnan di kisaran US$104.000 hingga US$106.000, atau sekitar Rp1,69 miliar hingga Rp1,72 miliar.
Meski begitu, Bitcoin berhasil mencatatkan tonggak sejarah dengan mempertahankan level di atas US$100.000 selama 27 hari berturut-turut — periode terpanjang sejak pertama kali menembus angka enam digit pada Januari 2025.
Menurut Analyst Tokocrypto, Fyqieh Fachrur, pergerakan sideways ini merupakan bagian dari siklus pasar yang normal. Ia menjelaskan bahwa banyak investor jangka panjang kini merealisasikan keuntungan setelah bertahun-tahun memegang Bitcoin yang dulunya dibeli di harga rendah.
|Baca juga: Bitcoin Masuk Fase Konsolidasi, Ethereum Bersinar?
“Pergerakan saat ini didorong oleh aksi ambil untung dari para pemegang lama. Namun pasar masih menunjukkan kekuatan karena tidak ada tekanan makroekonomi besar yang menekan harga lebih dalam,” ujar Fyqieh dalam keterangan resmi dikutip, Selasa, 10 Juni 2025.
Selama Bitcoin mampu bertahan di atas zona US$104.000–US$105.000, kondisi ini bisa dianggap sebagai fase konsolidasi yang sehat sebelum mencoba menembus resistance di US$107.500. Area US$107.500 disebut Fyqieh sebagai titik penting yang dapat membuka peluang menuju rekor harga baru.
Namun, hingga kini belum ada katalis ekonomi besar yang mampu mendorong volatilitas signifikan di pasar kripto. Salah satu faktor yang membantu menahan tekanan jual adalah arus masuk ke ETF spot Bitcoin di Amerika Serikat. Pada 3 Juni, tercatat arus masuk bersih sebesar US$375,1 juta, menghentikan tren arus keluar selama tiga hari sebelumnya.
Meskipun demikian, sentimen terhadap kebijakan perdagangan mantan Presiden AS Donald Trump dan ketidakpastian arah suku bunga The Fed sempat membebani permintaan ETF. Investor tetap berhati-hati menjelang pembicaraan dagang AS-China dan rilis laporan ketenagakerjaan AS.
|Baca juga: Robert Kiyosaki: 0,01 Bitcoin Bisa Buat Seseorang Sangat Kaya
Data ekonomi yang akan menjadi perhatian selanjutnya adalah laporan inflasi Indeks Harga Konsumen (CPI) bulan Mei yang akan dirilis pada 11 Juni. Perkiraan dari Federal Reserve Atlanta menunjukkan inflasi bulanan sebesar 0,12%, atau 0,23% jika tidak termasuk makanan dan energi. Angka ini sejalan dengan laporan inflasi bulan April.
Namun, angka-angka tersebut belum memperhitungkan potensi dampak dari tarif baru yang mulai diberlakukan. Banyak perusahaan besar, seperti produsen mobil dan pengecer, belum menyesuaikan harga mereka, sehingga dampaknya mungkin belum tercermin dalam CPI bulan Mei. Kenaikan harga kemungkinan baru akan terlihat di laporan CPI bulan Juni atau Juli.
|Baca juga: Valas vs Bitcoin, Mana yang Lebih Aman untuk Investasi?
Sementara itu, Federal Open Market Committee (FOMC) dijadwalkan akan menetapkan suku bunga pada 18 Juni, setelah data CPI dirilis. Pasar memperkirakan suku bunga akan tetap stabil di kisaran 4,25%–4,5%, sesuai dengan proyeksi CME FedWatch Tool. FOMC sendiri masih bersikap hati-hati dan menunggu data ekonomi lebih lanjut sebelum mengambil keputusan pemangkasan suku bunga yang mungkin terjadi di akhir tahun.
Selain Bitcoin, beberapa aset kripto utama juga mencatatkan penurunan. Ethereum terkoreksi tipis 0,03% ke US$2.614,70, Solana turun 1,96% ke US$153,78, dan stablecoin Tether juga sedikit melemah 0,03% ke US$1.
Pergerakan pasar dalam waktu dekat diperkirakan akan sangat dipengaruhi oleh rilis data ketenagakerjaan AS, terutama laporan Non-Farm Payrolls (NFP) yang bisa menjadi pemicu volatilitas jika hasilnya jauh dari ekspektasi.
“Jika tidak ada katalis eksternal yang signifikan dalam waktu dekat, kemungkinan besar Bitcoin akan tetap bergerak sideways. Namun secara struktur pasar tetap kuat, didukung volume transaksi yang tinggi dan antusiasme investor yang solid,” tutup Fyqieh.
Editor: Achmad Aris
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News