Media Asuransi, JAKARTA – Apa yang terbayang di benak kamu ketika mendengar istilah valas dan Bitcoin? Duit digital? Instrumen investasi modern? Ya, sebenarnya tidak salah juga, sih. Ada sedikit kebenaran dari terkaan itu. Masalahnya, sudahkah kamu benar-benar memahami apa itu valas dan Bitcoin?
|Baca juga: Profil Lengkap Anggoro Eko Cahyo, dari Bos BPJS Hijrah Jadi Dirut Baru BSI
|Baca juga: BSI (BRIS) Tebar Dividen Rp1,05 Triliun atau 15% dari Laba 2024
Mengutip laman resmi CIMB Niaga, Sabtu, 31 Mei 2025, bahkan, yang paling ekstrem, ada yang mengira dua instrumen finansial ini penuh dengan tipu muslihat. Waduh, apa betul? Jadi, valas dan Bitcoin itu apa? Aman atau tidak, sih? Nah, mari kita kenalan dulu dan korek biar tidak salah paham.
Valuta asing (valas)
Sering dengar kan orang-orang yang hobi investasi ngomongin valas. Tapi, itu apa sih? Valas adalah singkatan dari valuta asing. Tidak tahu valuta asing juga? Valuta asing adalah mata uang asing. Nah, valas ini emang biasanya sering dijadikan instrumen buat investasi atau cari cuan.
Sederhananya, kamu melakukan jual-beli mata asing dengan cara mengambil selisih dari nilai mata uang ketika sedang naik atau turun. Misalnya, kamu beli dolar. Kamu simpan dolar itu sampai beberapa saat. Sebulan kemudian, harganya naik, kamu jual. Jadi, kamu bisa ambil selisih dari situ.
|Baca juga: Asperindo Dukung Permen Komdigi tentang Aturan Free Ongkir
|Baca juga: Viral di Media Sosial Rekening Nasabah BCA dan Bank Jago Diblokir, PPATK Akhirnya Buka Suara!
Terdengar sederhana, bukan? Ya, teorinya sesederhana itu. Akan tetapi, membaca pergerakan harga valas tidak semudah itu. Karena nilai mata uang asing akan sangat berpengaruh pada kondisi-kondisi yang terjadi di negara terkait atau bahkan dunia.
Perang, pandemi, konflik politik, kerusuhan, hingga terorisme, hal-hal seperti ini sangat mampu mengubah fluktuasi harga valas. Sehingga, orang-orang yang berinvestasi pada instrumen ini kudu pintar membaca situasi dunia.
Bitcoin
Cryptocurrency atau kripto atau mata uang digital yang paling banyak dikenal orang adalah Bitcoin. Apalagi waktu 2017, namanya naik ketika nilai tukarnya melejit drastis. Dari satu koin senilai US$735 menjadi US$16 ribu, Wow sekali, kan.
Bitcoin adalah jenis kripto yang pertama kali diciptakan pada 2009 oleh seseorang dengan nama samaran Satoshi Nakamoto. Idenya adalah menciptakan sebuah alat tukar yang terdesentralisasi sehingga tidak terpengaruh kebijakan dan regulasi dari para elit politik atau lembaga keuangan yang bisa saja korup.
Sedangkan kalau soal likuiditas antara valas dan kripto jelas beda. Dengan nilai transaksi mencapai miliaran dolar perharinya, pasar valas jelas lebih besar dan paling likuid di dunia. Likuiditas itu tingkat di mana pasar (valas) memungkinkan kita melakukan jual beli aset (valas) dengan harga yang lebih stabil.
|Baca juga: Bank Mandiri: Akselerasi Ekonomi 2025 Butuh Penguatan Sinergi Fiskal dan Moneter
|Baca juga: Kebijakan Moneter BI Diperkirakan Tetap Akomodatif Sepanjang 2025
Jadi makin besar pasarnya, makin stabil juga si harganya. Valas dilindungi regulasi pemerintah, jadi jauh lebih stabil. Memang bisa terpengaruh situasi eksternal, tetapi pergerakan harganya tidak akan sejomplang Bitcoin. Sementara pasar Bitcoin memang lebih kecil dan harganya cenderung lebih fluktuatif. Hal tersebut disebabkan karena jumlah Bitcoin yang dibatasi.
Apa yang mempengaruhi harga di pasar?
Harga di pasar valas sangat dipengaruhi oleh informasi yang beredar. Kamu dapat belajar memprediksi arah pergerakan harga dari informasi yang beredar seperti bencana, politik, budaya, dan perang. Contoh ketika peristiwa 9/11, banyak yang mulai menjual dolar AS mereka yang menyebabkan nilai tukar dolar AS turun.
Namun hal yang terjadi pada valas belum tentu berpengaruh pada Bitcoin. Harga fluktuatif dari Bitcoin lebih disebabkan oleh kendali para pedagangnya sendiri. Kembali kepada prinsip awal pembuatan kripto, tidak ada yang mengendalikan harganya, jadi kasarnya ‘seenak udel’ para pedagang saja.
Jadi mana yang lebih aman?
Untuk menjawab pertanyaan ini, balik ke masing-masing orang. Setiap orang bisa mempunyai pendapat berbeda tentang ini. Keduanya memiliki risiko dan kelebihannya masing-masing. Jika valas cenderung memiliki pasar dan harga yang yang lebih stabil. Sedangkan Bitcoin sangat fluktuatif. Transaksi pertama dan kedua sangat mungkin memiliki nilai yang berbeda.
Pada pasar valas meskipun dapat dilakukan 24 jam sehari, tetapi hanya aktif pada hari kerja saja, yakni Senin-Jumat. Sedangkan Bitcoin, karena desentralisasi menyebabkan tidak ada regulasi uang digital, sehingga penukaran dapat dilakukan 24/7. Tetapi, fenomena pada kripto dapat menyebabkan pasar absurd dan sulit ditebak, karena tidak ada aturan mengikat.
Lebih lanjut, hal yang juga kamu perhatikan dari Bitcoin adalah soal legalitasnya. Di luar negeri, mungkin tidak masalah. Tetapi di Indonesia? Bitcoin tidak dianggap sebagai alat pembayaran yang sah.
|Baca juga: IFG Life Gandeng Bank Mandiri Taspen Pasarkan Asuransi Jiwa Kredit
|Baca juga: Buana Finance (BBLD) Kantongi Kredit Rp200 Miliar dari Bank KEB Hana
Sebagaimana dikutip oleh situs Blockchainmedia, Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan pemerintah menegaskan bahwa virtual currency termasuk Bitcoin tidak diakui sebagai alat pembayaran yang sah, sehingga dilarang digunakan sebagai alat pembayaran di Indonesia.
Namun, jika hanya sebagai alat investasi, Bitcoin sudah legal. Sebagaimana yang dilansir oleh Tokyocrypto, Bitcoin boleh dipergunakan sebagai alat investasi di bawah pengawasan Badan Pengawas Perdagangan Bursa Berjangka Komoditi (Bappebti).
Editor: Angga Bratadharma
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Emisi PUB Obligasi Medco Energi senilai Rp5 Triliun Diganjar Peringkat idAA-
Selasa, 24 Juni 2025Jutaan Orang Belum Punya Rumah, Fahri Tawarkan Solusi Lewat Subsidi Tanah
Selasa, 24 Juni 2025
