Media Asuransi, JAKARTA – PT Adaro Energy Indonesia Tbk (ADRO) mencatatkan pendapatan usaha bersih sepanjang 2023 sebesar US$6,52 miliar atau turun 20% dibandingkan dengan kinerja 2022 sebesar US$8,10 miliar.
Penurunan pendapatan usaha tersebut seiring dengan harga batu bara kembali normal sehingga memicu penurunan 26% pada harga jual rata-rata (ASP).
Berdasarkan laporan kinerja keuangan konsolidasi perseroan untuk tahun keuangan yang berakhir pada tanggal 31 Desember 2023, perseroan membukukan beban pokok pendapatan sebesar US$3,98 miliar atau naik 15% dibandingkan dengan kinerja 2022 sebesar US$3,45 miliar.
Alhasil laba kotor yang dicatatkan perseroan tergerus hingga 45% menjadi US$2,54 miliar dibandingkan dengan kinerja 2022 sebesar US$4,65 miliar. Sementara itu, laba usaha yang dicatatkan perseroan anjlok 50% menjadi US$2,16 miliar pada 2023 dibandingkan dengan 2022 sebesar US$4,31 miliar.
|Baca juga: Adaro Energy Bukukan Pendapatan US$3,4 Miliar di Semester I/2023
Lebih lanjut, laba inti perseroan tergores sebesar 38% menjadi US$1,87 miliar pada 2023 dibandingkan dengan 2022 sebesar US$3,01 miliar.
Di sisi lain, Adaro mencatat kenaikan 7% pada volume penjualan hingga menjadi 65,71 juta ton, melampaui target volume penjualan yang ditetapkan berkisar 62 juta ton– 64 juta ton.
Presiden Direktur dan Chief Executive Officer, Garibaldi Thohir mengatakan kinerja 2023 perseroan masih melampaui target tahun 2023, dengan skala volume produksi dan efisiensi operasional yang semakin mendukung kemajuan Grup Adaro.
“Investasi pada bisnis-bisnis non batu bara termal juga memperlihatkan perkembangan yang baik. Tahun ini kami memulai konstruksi smelter aluminium di kawasan industri di Kalimantan Utara, dan meletakkan batu pertama untuk pembangkit listrik tenaga air, juga di Kalimantan Utara,” jelasnya dalam keterangan resmi yang dikutip, Jumat, 1 Maret 2024.
Selain itu, diversifikasi ke bisnis batu bara metalurgi juga mencapai hasil yang baik, dengan batu bara metalurgi meliputi 17% dari pendapatan AEI sepanjang 2023. “Secara keseluruhan, dengan perkembangan-perkembangan ini, kami tetap optimistis terhadap prospek masa depan Grup Adaro dan keinginan kami untuk mendiversifikasi sumber pendapatan.”
Sesuai rencana investasi, belanja modal perseroan naik 53% menjadi US$648,3 juta. Belanja modal ini terutama digunakan untuk investasi pada alat berat, tongkang, dan sarana pendukung di rantai pasokan perusahaan di saat investasi pada smelter aluminium dan fasilitas pendukungnya dimulai.
Perusahaan menunjukkan progres yang berarti pada kawasan industri di Kalimantan Utara, dimana PT Kalimantan Aluminium Industry (KAI), telah merampungkan pekerjaan penyelidikan tanah, perataan tanah, dan penimbunan untuk fasilitas tanur pembakaran di lokasi smelter aluminiumnya.
Editor: Achmad Aris
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News