PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI) pada tahun 2018 berhasil membukukan laba bersih sebesar Rp15,02 triliun, naik 10,3 persen dari tahun sebelumnya yang tercatat sebesar Rp13,62 triliun. Menurut Direktur Kepatuhan BNI Endang Higayatullah, perolehan laba bersih sebesar ini merupakan kombinasi dari pertumbuhan NII (Net Interest Income/pendapatan bunga bersih), peningkatan Pendapatan Non Bunga, perbaikan kualitas aset, dan efisiensi OPEX (operation expenditure). ”Dengan profitabilitas tersebut, BNI mencatatkan pertumbuhan Return on Equity(ROE) dari 15,6 persen menjadi 16,1 persen yoy (year on year/secara tahunan),” katanya dalam jumpa pers mengenai kinerja keuangan BNI per Desember 2018 di Jakarta, 23 Januari 2019.
Lebih lanjut dijelaskan bahwa NII tumbuh 11,0 persen yoy, dari Rp31,94 triliun per Desember 2017 menjadi Rp35,45 triliun per Desember 2018. Sedangkan pertumbuhan Pendapatan Non Bunga tercatat sebesar 5,2 persen yoy, yaitu dari Rp11,04 triliun pada akhir 2017 menjadi Rp11,61 triliun pada akhir 2018. ”Pertumbuhan Pendapatan Non Bunga tersebut didorong oleh peningkatan kontribusi fee dari Trade Finance, pengelolaan rekening,dan fee bisnis kartu,” jelas Endang.
Pertumbuhan NII yang dicapai BNI tak lepas dari keberhasilan perseroan dalam menggelontorkan kredit. Sepanjang tahun 2018, BNI menyalurkan kredit sebesar Rp512,78 triliun, tumbuh 16,2 persen dibandingkan penyaluran kredit tahun 2017 yang sebesar Rp441,31 triliun. Di sisi lain, BNI mampu menghimpun Dana Pihak Ketiga (DPK) sebesar Rp578,78 triliun, naik 12,1 persen dibandingkan tahun sebelumnya yang tercatat sebesar Rp516,10 triliun.
Endang Higayatullah menuturkan, pencapaian laba bersih BNI ini juga didukung dari membaiknya kualitas aset, ditunjukkan oleh NPL Gross yang membaik dari akhir 2017 sebesar 2,3 persen menjadi 1,9 persen di akhir 2018. Sehingga BNI mampu menekan credit cost dari 1,6 persen pada akhir 2017 menjadi 1,4 persen pada akhir 2018. Di sisi lain, coverage ratio meningkat dari 148,0 persen pada akhir Desember 2017 menjadi 152,9 persen pada Desember 2018. ”Kenaikan coverage ratio untuk mengantisipasi kondisi global yang challenging di tahun 2019,” tandasnya.
BNI juga berhasil meningkatkan efisiensi di dalam operasionalnya selama 2018, tercermin dari Cost to Income Ratio (CIR) yang membaik, dari posisi Desember 2017 yang sebesar 43,9 persen menjadi 42,5 persen pada Desember 2018. Hal ini juga disebabkan oleh keberhasilan BNI dalam menjaga pertumbuhan Biaya Operasional (OPEX) tetap pada level 6,8 persen.
Dijelaskan pula bahwa pada akhir tahun 2018, untuk pertama kalinya BNI berhasil mencatatkan total aset melampaui Rp800 triliun, tepatnya Rp808,57 triliun. Nilai aset ini tumbuh 14,0 persen jika dibandingkan nilai aset pada akhir 2017 yang mencapai Rp709,33 triliun. Pertumbuhan aset BNI ini jauh melampaui pertumbuhan aset di industri perbankan yang mencapai 9,1 persen yoy per November 2018. Edi
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News