Media Asuransi, JAKARTA – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebutkan penerbitan POJK 23 Tahun 2023 bertujuan untuk memperkuat fondasi industri jasa keuangan di Tanah Air terutama industri asuransi. Hal itu perlu dilakukan mengingat sejumlah tantangan yang menantang cukup besar.
“Kita memang sedikit left behind. Artinya memang kita harus bareng-bareng membenahi industri (asuransi) ini,” kata Kepala Departemen Pengembangan dan Pengaturan OJK Djonieri, dalam sebuah webinar bertajuk ‘POJK 23/2023 dan Dampaknya bagi Lanskap Industri Asuransi di Indonesia’, yang diselenggarakan oleh Media Asuransi, Rabu, 24 Januari 2024.
Untuk mengejar ketertinggalan, lanjutnya, maka ada yang namanya roadmap industri asuransi dan dibagi menjadi tiga tahap yakni fondasi, konsolidasi, dan pertumbuhan. Sedangkan terkait POJK 23/2023, ia menegaskan, memang diluncurkan dengan tujuan menguatkan fondasi industri asuransi di tengah tantangan yang menghadang.
|Baca:Â POJK 23/2023 Terbit, Pefindo: Perkuat Kapasitas Perusahaan Menyerap Risiko!
“Dengan kondisi global yang tadi disampaikan, geopolitik, digitalisasi, climate, sementara kita kecil. Nah ini saya mau kita melihat kenapa kita harus menyiapkan fondasi untuk pertumbuhan (di industri asuransi). POJK 23/2023 juga untuk memperdalam pasar keuangan,” kata Djonieri.
OJK siapkan sekoci
Apabila jumlah ekuitas perusahaan asuransi kurang dari minimum terutama di tahap pertama, tambahnya, OJK sudah menyiapkan sekoci. Dalam konteks itu, perusahaan wajib pertama, menyusun rencana pemenuhan ekuitas minimum. Kedua, rencana pemenuhan tersebut disampaikan kepada OJK paling lambat enam bulan sejak POJK diundangkan.
“Ketiga, dalam hal diperlukan, rencana pemenuhan ekuitas minimum dapat disesuaikan dengan persetujuan OJK,” tuturnya.
Kalau ada perusahaan asuransi yang tidak kuat, lanjutnya, regulator menyiapkan skema Kelompok Usaha Perusahaan Asuransi dan Reasuransi (KUPA). Adapun struktur KUPA terdiri dari perusahaan sebagai perusahaan induk atau pelaksana perusahaan induk; dan perusahaan anak.
Jika dirinci, perusahaan induk adalah perusahaan sebagai PSP. Pemegang saham selain PSP memiliki saham 10 persen pada perusahaan. Terkait pelaksana perusahaan induk yakni merupakan perusahaan dengan ekuitas paling besar dan merupakan perusahaan yang memiliki pemegang saham yang sama dengan perusahaan anak di mana pemegang saham dimaksud bukan merupakan perusahaan induk.
|Baca:Â OJK Sebut Ada 6 Tantangan Global di Industri Asuransi, Apa Saja?
Sementara untuk perusahaan anak yakni merupakan satu atau lebih; perusahaan yang dimiliki oleh perusahaan induk atau pelaksana perusahaan induk; dan perusahaan yang memiliki pemegang saham yang sama dengan pelaksana perusahaan induk di mana pemegang saham yang dimaksud bukan merupakan perusahaan induk.
“Perusahaan induk itu untuk menolong perusahaan-perusahaan yang lain yang mau bergabung dan tidak memenuhi persyaratan modal tadi,” pungkasnya.
Full informasi dan hasil riset bisa dibaca di majalah Media Asuransi edisi Februari 2023
Editor: Angga Bratadharma
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News