Media Asuransi, JAKARTA – Bank Indonesia (BI) mencermati penurunan Dana Pihak Ketiga (DPK) yang sedang terjadi di industri perbankan Indonesia. Hal itu lantaran bakal berdampak terhadap persaingan mencari dana guna memaksimalkan penyaluran kredit dan menjaga fungsi intermediasi.
Kepala Departemen Kebijakan Makroprudensial BI Solikin M Juhro mengungkapkan DPK yang menurun pada akhirnya membuat perbankan di Tanah Air berkompetisi. Kondisi itu ujungnya berimbas terhadap penyesuaian suku bunga guna menghimpun dana masyarakat demi mengimbangi penyaluran kredit.
|Baca juga: BI Beberkan Alasan Borong SBN Rp90 Triliun, untuk Apa?
|Baca juga: Nostalgia Krisis 1990-an, Ini Alasan BI Tidak Lagi Terlena dengan Pertumbuhan Ekonomi Tinggi
“DPK yang menurun kemudian nanti (membuat perbankan) berkompetisi untuk memperoleh dana pihak ketiga. Kenapa ini menjadi penting. Kalau orang berkompetisi pasti apa yang terdampak? Suku bunga,” kata Solikin, dalam Taklimat Media BI bertajuk ‘Kebijakan Makroprudensial Akomodatif untuk Mendukung Pertumbuhan Ekonomi Berkelanjutan‘, Senin, 26 Mei 2025.
Menurutnya persaingan dari sisi suku bunga biasanya dilakukan untuk membuat masyarakat terpikat menempatkan dananya di perbankan dalam bentuk tabungan. Pada konteks itu, ia menilai, terdapat dampak yang panjang dan meluas jika ada persaingan suku bunga, di antaranya terkait biaya dana atau cost of fund.
“Kan suku bunga cost of fund-nya terpengaruh, itu yang memengaruhi kita. Nah ini penting melihat bagaimana kelemahan itu. Itu yang harus kita sesuaikan. Kita sesuaikan dengan berbagai kebijakan,” ucapnya.
|Baca juga: RUPTL PLN 2025-2034 Disahkan, Peluang Investasi Tembus Rp2.967,4 Triliun!
|Baca juga: Dana Murah Makin Langka, BI Punya Jurus Jitu Bikin Kredit Tetap Mengalir
Akhirnya, lanjutnya, kondisi itu yang juga membuat BI memperkuat likuiditas industri perbankan guna meredam terjadinya perang suku bunga dalam rangka berebut dana pihak ketiga. “Kalau gitu kita perkuat likuiditasnya. Kita perkuat juga kemampuan dia untuk memperoleh funding,” tukasnya.
Lebih lanjut, ia tidak menampik, DPK bisa juga diperoleh dari pinjaman dan surat berharga yang nantinya bisa disalurkan ke penyaluran kredit. Dengan kata lain, kredit yang disalurkan oleh perbankan itu tidak hanya melalui DPK semata meski DPK adalah sumber utama dari perbankan Tanah Air.
“Tetapi nanti ada surat-surat berharga. Ada lagi yang namanya dia melakukan revaluasi aset dengan baik,” ucapnya.
Berdasarkan data BI terungkap DPK perbankan Indonesia cenderung melambat dari 5,51 persen secara tahunan (yoy) pada awal Januari 2025 menjadi 4,55 persen yoy pada April 2025. Kondisi ini mendorong persaingan dalam pendanaan antarbank dan perlunya memperluas sumber pendanaan lainnya di luar DPK.
|Baca juga: Jaga Kepercayaan Investor, Adhi Karya (ADHI) Lunasi Obligasi Rp1,28 Triliun
Dari sisi permintaan, pertumbuhan kredit terutama dikontribusikan oleh sektor industri, pengangkutan, dan jasa sosial. Sedangkan kontribusi pertumbuhan kredit sektor konstruksi dan perdagangan serta sektor-sektor lainnya masih terbatas.
Editor: Angga Bratadharma
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News