Media Asuransi, JAKARTA – Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) resmi meluncurkan Peta Jalan Pengembangan Asuransi Pertanian 2025–2030 sebagai salah satu tujuan untuk memperkuat ekosistem asuransi pertanian di Indonesia. Hal itu guna mendukung ketahanan pangan dan perlindungan usaha tani dari risiko yang semakin kompleks.
Ketua Umum AAUI Budi Herawan menegaskan peta jalan ini merupakan hasil diskusi panjang antara AAUI, United Nations Development Programme (UNDP) melalui Insurance & Risk Finance Facility (IRFF), serta berbagai pemangku kepentingan lainnya.
“Asuransi pertanian memiliki peran strategis dalam mitigasi risiko yang dihadapi petani akibat cuaca ekstrem, perubahan iklim, hingga fluktuasi harga komoditas. Diharapkan, melalui peta jalan ini, kita bisa membangun ekosistem asuransi pertanian yang lebih inklusif, adaptif, dan berkelanjutan,” ujar Budi, di Jakarta, Senin, 24 Maret 2025.
|Baca juga: Bos Jalin: Jaringan ATM Link Himbara Siap Layani Pemudik di Mudik Lebaran 2025
|Baca juga: Bos OCBC (NISP) Sebut Menumbuhkan CASA Bukan Menggunakan Strategi Jangka Pendek
Kepala Departemen Pengaturan dan Pengembangan Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Djonieri menyoroti lambatnya perkembangan asuransi pertanian di Indonesia dibandingkan dengan negara lain seperti Meksiko dan India.
“Asuransi pertanian kita masih jauh tertinggal. Di negara-negara lain, asuransi ini sudah sangat maju, sementara di Indonesia banyak tantangan yang membuat implementasinya kurang efektif,” katanya, dalam Soft Launching dan Workshop Peta Jalan Asuransi Pertanian 2025-2030.
|Baca juga: OJK Canangkan Asuransi untuk Program Makanan Bergizi Gratis, Bagaimana Skemanya?
Djonieri menyinggung data pertumbuhan sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan yang hanya mencapai 0,79 persen, jauh di bawah pertumbuhan ekonomi nasional yang mencapai lima persen. Padahal, sektor ini menyerap sekitar 28,18 persen tenaga kerja Indonesia.
Salah satu kendala utama, menurutnya, adalah rendahnya pemahaman petani terhadap asuransi serta proses klaim yang dianggap rumit. “Banyak petani yang tidak tertarik karena klaimnya terlalu berbelit-belit. Ini jadi tantangan besar bagi industri asuransi,” tuturnya.
Lebih lanjut, Djonieri menyinggung pentingnya asuransi parametrik, yakni sebuah model asuransi yang langsung membayar klaim ketika parameter tertentu tercapai, tanpa harus menunggu proses verifikasi yang panjang.
|Baca juga: Bank Mandiri (BMRI) Kucurkan Rp9,01 Triliun KUR ke 77.500 UMKM hingga Februari 2025
|Baca juga: GoPay Digitalisasi Terminal Kalideres Dorong Kelancaran Mudik 2025
“Asuransi parametrik sudah diterapkan di Meksiko dan India dengan sukses. Di Indonesia, ini bisa menjadi solusi agar petani lebih tertarik menggunakan asuransi,” jelasnya.
Saat ini, beberapa skema asuransi pertanian seperti Asuransi Usaha Tani Padi (AUTP) sudah berjalan dengan subsidi pemerintah. Namun, implementasinya masih menemui banyak kendala, termasuk kurangnya kesadaran petani dan keterbatasan jumlah perusahaan asuransi yang terlibat.
Editor: Angga Bratadharma
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News