1
1

Begini Respons Bos AAUI tentang Putusan MK soal Pasal 251 KUHD

Ketua Umum Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) Budi Herawan. | Foto: Media Asuransi/Arief Wahyudi

Media Asuransi, JAKARTA – Mahkamah Konstitusi (MK) menegaskan Pasal 251 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) tidak membatasi hak pemegang polis untuk menuntut meskipun terdapat penolakan klaim dari perusahaan asuransi.

Keputusan ini bertujuan untuk memastikan perlindungan konsumen sekaligus mencegah pasal tersebut digunakan secara sepihak oleh perusahaan asuransi. Pasal 251 KUHD mengatur pembatalan perjanjian asuransi jika ditemukan ketidaksesuaian informasi yang disampaikan oleh pemegang polis pada saat pengajuan.

|Baca juga: Wito Mailoa Mundur dari Komut MNC Kapital (BCAP), Digantikan Angela Herliani Tanoesoedibjo

|Baca juga: SPPA Sebagai Bukti Hukum Perjanjian Asuransi

Namun, MK menekankan, perusahaan asuransi harus lebih aktif dalam proses verifikasi informasi, termasuk menerapkan Know Your Customer (KYC) dan seleksi risiko sebelum menerbitkan polis.

“Perusahaan asuransi tidak boleh hanya menerima premi tanpa memastikan akurasi informasi sejak awal. Hal ini penting untuk mengurangi sengketa di kemudian hari,” ujar Ketua Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) Budi Herawan, Selasa, 7 Januari 2024.

Dalam upaya menyelesaikan sengketa, MK merekomendasikan penggunaan Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa (LAPS) untuk meminimalkan beban biaya dan waktu di pengadilan. Proses penyelesaian melalui LAPS memungkinkan pemegang polis mendapatkan keadilan tanpa harus menanggung biaya tinggi.

|Baca juga: Mencermati Putusan MK No. 83/PUU-XXII-2024 Uji Materi Pasal 251 KUHD

|Baca juga: Terhimpit Masalah, 3 Emiten Ini Resmi Dibebaskan Pelaporan dan Pengumuman dari OJK

Keputusan ini menjadi momentum bagi industri asuransi untuk beradaptasi. Budi menegaskan perubahan kebijakan dan proses bisnis harus dilakukan agar lebih relevan dengan perkembangan zaman.

Keputusan MK diharapkan menjadi titik balik bagi industri asuransi untuk meningkatkan akurasi, transparansi, dan keadilan dalam perlindungan konsumen. “Industri harus berjalan beriringan dengan seluruh pemangku kepentingan untuk memastikan asuransi menjadi lebih transparan dan akuntabel,” pungkasnya.

Editor: Angga Bratadharma

| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Related Posts
Prev Post Pasar Usage Based Insurance Diprediksi Tembus Rp4.400 Triliun di 2032
Next Post Biar Tak Jadi Peserta Squid Game, Ikuti 5 Tips Keuangan dari PFI Mega Life Berikut Ini

Member Login

or