1
1

Industri Asuransi Berpotensi Terpapar Risiko Akibat Perang Dagang hingga Stagflasi

Ilustrasi. | Foto: Swiss Re

Media Asuransi, GLOBAL – Swiss Re memberikan peringatan bahwa meskipun pandangan makroekonomi dan industri asuransi umumnya positif, namun risiko tetap ada. Meningkatnya ketegangan geopolitik atau perang dagang yang mengganggu dapat memicu guncangan stagflasi secara global.

Setiap skenario ini berdampak berbeda pada industri re/asuransi sehingga menekankan perlunya kelincahan dan kesiapan. Swiss Re juga memproyeksikan pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) global yang normalisasi dan tangguh dengan disinflasi progresif.

Namun, risiko yang berkembang dapat mengganggu pandangan ini sehingga membuat Swiss Re harus memperbarui tiga skenario ekonomi alternatif. Ketiga skenario tersebut adalah gangguan pasokan yang terbarukan, resesi global, dan kebangkitan produktivitas.

“Ketiga skenario downside tersebut menunjukkan potensi kontraksi dalam perekonomian AS pada 2025,” jelas Swiss Re, dikutip dari Insurance Asia, Senin, 5 Agustus 2024.

Skenario gangguan pasokan yang terbarukan mengantisipasi stagflasi, dengan inflasi di AS berpotensi mencapai enam persen di tengah pertumbuhan yang lemah. Hal ini akan memberikan tekanan pada kinerja underwriting, menekan pertumbuhan premi riil, dan memperparah tingkat keparahan klaim, terutama dalam asuransi non-jiwa.

|Baca juga: LRT Catatkan Rekor Jumlah Penumpang di Juli 2024

|Baca juga: Klaim Fiktif BPJS Kesehatan Menjamur, Stranas PK: Perlu Ditindak Pidana!

|Baca juga: OJK Terus Dukung Upaya Pemberantasan Judi Online

Gangguan pasokan mungkin meningkatkan klaim untuk gangguan bisnis, sementara perusahaan asuransi jiwa dapat menghadapi risiko penurunan yang lebih tinggi akibat suku bunga yang tinggi.

Skenario resesi global, yang didorong suku bunga terlalu tinggi, dapat mengurangi permintaan asuransi, terutama dalam lini komersial yang sensitif terhadap ekonomi. Data historis menunjukkan selama resesi 2020, pertumbuhan premi nominal global melambat menjadi satu persen dari rata-rata tahunan sebesar 3,3 persen dari 2010 hingga 2019.

Peningkatan kebangkrutan dan default dapat memengaruhi asuransi kredit perdagangan, dan produk asuransi jiwa dengan jaminan mungkin menjadi kurang menarik. Penurunan harga aset dan pelebaran selisih kredit dapat melemahkan hasil investasi, meskipun inflasi yang lebih rendah mungkin mengurangi peningkatan klaim.

Sebaliknya, skenario kebangkitan produktivitas membayangkan peningkatan transformasional dari AI dan teknologi baru, dengan investasi AI global diproyeksikan mencapai hampir US$200 miliar pada 2025. Secara optimistis, adopsi AI awal dapat menambah hingga satu poin persentase pada pertumbuhan produktivitas tahunan di negara maju.

Editor: Angga Bratadharma

| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Related Posts
Prev Post Perbankan Wajib Lebih Agile Hadapi Tantangan Ekonomi Indonesia di Masa Mendatang
Next Post Jasindo Dorong Peningkatan Akses Keuangan Lewat Program EKI

Member Login

or