Media Asuransi, JAKARTA – Dalam kasus sengketa klaim asuransi, Pasal 251 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) memungkinkan perusahaan asuransi untuk membatalkan pertanggungan yang sering menimbulkan ketidakpastian bagi tertanggung atau ahli waris.
Menurut Pengamat Asuransi sekaligus Dosen Senior Hukum Asuransi di Fakultas Hukum Universitas Indonesia Kornelius Simanjuntak, peran lembaga pengadilan, khususnya lembaga arbitrase, menjadi penting untuk memastikan adanya proses pembuktian yang adil dalam kasus-kasus semacam ini.
|Baca juga: Berikut 50 Perusahaan Asuransi Properti dan Kecelakaan Terbesar di Dunia, Siapa Juaranya?
|Baca juga: Tarif Asuransi di Asia Terus Tergerus di Kuartal III/2024, Ternyata Ini Penyebabnya!
Kornelius menyarankan agar pihak tertanggung, pemegang polis, atau ahli waris dalam sengketa klaim asuransi memanfaatkan Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Sektor Jasa Keuangan (LAPS SJK) atau Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) untuk menyelesaikan permasalahan tersebut.
“Dengan demikian, sengketa akan diperiksa dan diputus oleh arbiter atau hakim swasta yang independen,” jelas Kornelius, kepada Media Asuransi, Senin, 28 Oktober 2024.
Ia menambahkan dalam proses ini pihak tertanggung atau ahli waris memiliki kesempatan untuk menunjuk arbiter yang mereka percaya dan memiliki pengetahuan yang memadai mengenai isu yang dipersengketakan, sehingga proses pembuktian dapat berlangsung secara objektif dan profesional.
|Baca juga: Akankah GenAI Menjadi Ancaman bagi Para Pekerja di Masa Depan?
|Baca juga: FIFGROUP Tawarkan Promo Menarik di IMOS 2024
Menurut Kornelius, keberadaan arbiter yang memahami seluk-beluk asuransi dan aturan yang berlaku dapat membantu memastikan proses pembuktian berjalan dengan lebih baik, serta meminimalisir potensi keputusan sepihak dari pihak asuransi.
Proses ini memberikan ruang bagi tertanggung atau ahli waris untuk memperjuangkan hak mereka secara adil, sehingga klaim dapat ditinjau lebih transparan dan terhindar dari tindakan yang merugikan.
Kornelius juga memberikan pandangannya mengenai perlindungan hukum bagi ahli waris tertanggung yang berpotensi dirugikan akibat prosedur underwriting ulang yang dilakukan perusahaan asuransi saat pengajuan klaim.
Ia menjelaskan jika ahli waris menyadari tertanggung tidak jujur saat mengisi Surat Permohonan Asuransi Jiwa (SPAJ) dan menyembunyikan riwayat penyakit maka ahli waris sebaiknya menerima keputusan yang diambil oleh perusahaan asuransi.
|Baca juga: Transaksi Digital Banking BNI Mencapai Rp1.104 Triliun
|Baca juga: Kredit Permata Bank Naik 8,6% per Kuartal III/2024
“Namun, jika tertanggung bersikap jujur dan dapat membuktikan hal tersebut, saya sarankan untuk membawa sengketa tersebut ke LAPS SJK atau BANI agar dapat diperiksa dan diputuskan secara adil,” pungkasnya.
Editor: Angga Bratadharma
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News