Media Asuransi, GLOBAL – Perusahaan asuransi kesehatan di Asia-Pasifik menghadapi tantangan dalam mendeteksi penipuan, pemborosan, dan penyalahgunaan atau Fraud, Waste, and Abuse (FWA). Hal itu dengan lebih dari 80 persen perusahaan melaporkan masalah ini disebabkan oleh penyedia layanan kesehatan.
Menurut survei yang dilakukan oleh Asian Development Bank (ADB) dan Asia Care Group (ACG), FWA menyumbang sekitar 30 persen hingga 40 persen dari total biaya klaim asuransi kesehatan di kawasan tersebut.
Dilansir dari laman Insurance Asia, Selasa, 11 Februari 2025, survei juga mengungkapkan perilaku penyedia layanan lebih berkontribusi terhadap FWA dibandingkan dengan tindakan pemegang polis.
|Baca juga: OJK: Industri Reasuransi Dihadang Tantangan Hardening Market dan Keterbatasan Kapasitas
|Baca juga: IFRS 17 Paksa Perusahaan Asuransi di Asia-Pasifik Ubah Strategi Produk
Lebih dari 80 persen perusahaan asuransi menyebutkan permintaan layanan yang berlebihan dari penyedia dan jalur perawatan yang tidak konsisten sebagai masalah utama. Sementara itu, lebih dari 90 persen perusahaan menyoroti pemberian resep obat yang berlebihan sebagai isu besar dalam sistem asuransi kesehatan.
Kendati demikian, sebagian besar perusahaan asuransi belum memiliki sistem pengumpulan data yang terstruktur. Sebanyak 90 persen perusahaan melaporkan mereka tidak mengumpulkan kode ICD atau DRG yang diperlukan untuk analisis FWA yang lebih mendalam.
Mayoritas responden survei menyarankan agar pemerintah menerapkan standar dasar pencatatan elektronik bagi penyedia layanan kesehatan. Lebih dari 70 persen perusahaan juga mendukung pengumpulan dan publikasi data penyedia dalam format yang terstandarisasi guna meningkatkan transparansi dan akurasi data.
Penerapan standar pertukaran data nasional juga dinilai penting dalam mempercepat transisi dari pemrosesan klaim berbasis kertas ke sistem elektronik. Saat ini, banyak perusahaan asuransi masih mengandalkan metode manual seperti tinjauan forensik dan persetujuan awal untuk mendeteksi FWA, daripada memanfaatkan teknologi analitik canggih, big data, atau AI.
|Baca juga: Saham BSI (BRIS) Tembus Level Tertinggi di Awal Februari, Faktor Ini Pemicunya!
|Baca juga: Porsi Investasi Industri Asuransi di SRBI Masih Kecil, OJK Bakal Lakukan Ini!
Survei menunjukkan sebagian besar perusahaan lebih berfokus pada metrik dasar seperti frekuensi kunjungan, dibandingkan dengan indikator yang lebih kompleks seperti tingkat rawat inap untuk kondisi yang dapat dicegah.
Studi ini juga mengidentifikasi solusi teknologi global yang dapat meningkatkan deteksi FWA secara signifikan, tetapi sebagian besar masih memerlukan data yang lebih terstruktur sebagai dasar. Survei ini melibatkan 239 pemimpin industri asuransi kesehatan dari sektor komersial dan sosial, menjadikannya studi terbesar terkait FWA di Asia-Pasifik hingga saat ini.
Editor: Angga Bratadharma
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

