Media Asuransi, JAKARTA – Kebijakan pembatasan Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi sudah beberapa kali diwacanakan, namun hingga kini belum terealisasi.
Pengamat Ekonomi Energi dari Universitas Gadjah Mada Fahmy Radhi menyatakan ketidakpastian ini semakin jelas ketika Presiden Joko Widodo (Jokowi) secara konsisten membantah rencana pembatasan tersebut.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menyebut, pembatasan BBM subsidi akan dimulai pada 17 Agustus 2024.
Namun, pernyataan tersebut langsung dibantah oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, yang menegaskan tidak ada rencana pembatasan BBM subsidi pada tanggal tersebut. Jokowi juga turut menyangkal hal ini dengan menyatakan kebijakan tersebut belum terpikirkan.
|Baca juga:Â Indonesia Kehilangan Salah Satu Ekonom Terbaiknya Faisal Basri
Beberapa minggu setelah pengangkatannya sebagai Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia sempat menyatakan pembatasan pembelian BBM subsidi akan dimulai pada 1 Oktober 2024, diawali dengan sosialisasi.
Namun, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menolak pernyataan itu dengan mengatakan belum ada pembahasan terkait pembatasan BBM subsidi. Jokowi sekali lagi menegaskan belum ada rapat khusus yang memutuskan kebijakan tersebut. Menurut Fahmy Radhi, bantahan Jokowi yang berulang kali mengindikasikan adanya kebimbangan dalam mengambil keputusan.
“Kemungkinan besar Jokowi khawatir pembatasan BBM subsidi akan menyebabkan inflasi dan menurunkan daya beli masyarakat, yang pada akhirnya bisa memengaruhi legasi beliau sebelum lengser pada 20 Oktober 2024,” ujar Fahmy, dalam keterangan resminya yang dikutip Kamis, 5 September 2024.
Fahmy menambahkan, meskipun kebijakan tersebut bisa menaikkan harga BBM bagi konsumen yang harus beralih ke BBM non-subsidi, namun dampaknya dapat diminimalkan dengan melokalisasi kenaikan harga agar inflasi tidak melonjak signifikan dan daya beli kelas menengah ke atas tetap terjaga.
|Baca juga:Â KPK Tetapkan 2 Tersangka Kasus Dugaan Korupsi Jasindo, Pengamat: Perlu untuk Sehatkan Industri Asuransi!
Ia menekankan beban subsidi BBM yang salah sasaran sudah mencapai angka yang sangat besar, sekitar Rp90 triliun per tahun, sehingga memberatkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Jika Jokowi tidak segera mengambil keputusan, beban ini akan diwariskan kepada pemerintahan selanjutnya di bawah Presiden terpilih, Prabowo Subianto.
“Jokowi sebenarnya tidak perlu ragu. Pembatasan BBM subsidi justru bisa menjadi langkah penting untuk menyehatkan APBN sebelum masa jabatan berakhir,” pungkas Fahmy Radhi.
Editor: Angga Bratadharma
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News