Tsunami menerjang kawasan pantai di Banten dan Lampung, malam hari sekitar pukul 21.30 WIB, tanggal 22 Desember 2018. Tanpa didahului gempa bumi tektonik, yang biasanya dijadikan tanda kemungkinan terjadinya tsunami, tiba-tiba air laut naik ke daratan, menyapu kawasan pantai. Korban jiwa berjatuhan, termasuk dari kalangan wisatawan yang di akhir pekan itu banyak berwisata di kawasan pantai, mulai dari Anyer hingga Tanjung Lesung di Provinsi Banten dan di pesisir Lampung Selatan.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat, jumlah korban meninggal dunia akibat tsunami Selat Sunda mencapai 437 orang. Selain korban meninggal, tercatat 14.059 orang luka-luka, 16 orang hilang, dan 33.721 mengungsi. Jumlah itu meliputi korban di lima kabupaten, yaitu Kabupaten Serang, Pandeglang, Lampung Selatan, Pesawaran, dan Tanggamus.
Dari lima kabupaten, daerah paling parah terdampak tsunami adalah Kabupaten Pandeglang. Tercatat, korban meninggal dunia di wilayah ini paling banyak, yaitu 296 orang. “Paling parah, baik jumlah kerugian maupun korban adalah Kabupaten Pandeglang. Korban kebanyakan adalah wisatawan yang sedang berkunjung ke tempat wisata, ditambah masyarakat lokal,” kata Kepala Pusat Data, Informasi, dan Hubungan Masyarakat BNPB Sutopo Purwo Nugroho, di kantor BNPB Jakarta, 31 Desember 2018.
BNPB juga mencatat, akibat tsunami tersebut, sebanyak 2.752 rumah rusak, 92 penginapan dan warung rusak, 510 perahu dan kapal rusak, serta 147 kendaraan rusak. Sutopo mengatakan bahwa data ini masih bersifat sementara, sangat mungkin bertambah seiring pencatatan yang terus dilakukan. “Ini data sementara yang kemungkinan masih akan bertambah, baik jumlah korban maupun kerusakannya,” ujarnya.
Kerugian Asuransi
Menurut database PT Reasuransi Maipark Indonesia (Maipark), total exsposure asuransi nasional yang berlokasi di Provinsi Banten dan Lampung sebesar Rp307 triliun yang terdiri dari 17.843 risiko. Dari total exposure tersebut, paling tidak ada sekitar 191 risiko senilai Rp15,9 triliun yang berlokasi di bibir pantai. “Risiko yang berada di daerah pantai inilah yang kemungkinan terdampak tsunami pada 22 Desember 2018 lalu,” kata Direktur Utama Maipark Ahmad Fauzie Darwis dalam keterangan resmi, 26 Desember 2018.
Ahmad Fauzie menegaskan bahwa berdasarkan SE OJK No. 6/SEOJK.05/2017, asuransi gempa bumi adalah asuransi yang menjamin kerugian atau kerusakan harta benda dan/atau kepentingan yang dipertanggungkan yang secara langsung disebabkan oleh bahaya gempa bumi, letusan gunung berapi, kebakaran dan ledakan yang mengikuti terjadinya gempa bumi dan/ atau letusan gunung berapi, dan tsunami. Pada zona asuransi gempa bumi Indonesia terbaru yang diberlakukan sejak Januari tahun 2017, Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Lebak, Kabupaten Serang, Kota Cilegon, Kabupaten Lampung Selatan, dan Kabupaten Pesawaran masuk zona gempa bumi IV, sedang Tanggamus masuk ke zona gempa bumi tertinggi yaitu Zona V.
Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) mengajak perusahaan asuransi umum yang menerbitkan Polis Asuransi Standar Gempa Bumi Indonesia (PSAGBI), agar segera melakukan langkah-langkah proses penanganan klaim sesuai liability penanggung. Direktur Eksekutif AAUI Dody Dalimunthe menjelaskan bahwa sampai saat ini nilai kerugian masih menunggu laporan klaim dari semua perusahaan asuransi. “Angkanya masih belum final dan akan terus berkembang karena proses identifikasi dan verifikasi masih dalam proses,” dalam rilis yang diterima Media Asuransi, 27 Desember 2018.
AAUI mendorong perusahaan asuransi umum anggota AAUI untuk menginventarisasi dampak tsunami berupa kerugian per lini bisnis asuransi. Dengan kondisi lapangan yang masih kurang kondusif, memang dibutuhkan waktu untuk memproses dan menghitung potensi klaim. Untuk memudahkan koordinasi penanganan klaim, perusahaan asuransi juga diharapkan segera melakukan proses penanganan klaim secara profesional dan jika perlu menyediakan call center dan posko penanganan klaim dan melakukan jemput bola agar meringankan beban masyarakat yang tertimpa musibah. “AAUI menghimbau kepada tertanggung yang memiliki polis asuransi gempa bumi dan mengalami kerugian akibat risiko gempa bumi, segera melaporkan kerugian tersebut kepada perusahaan asuransi penerbit polis,” jelas Dody. S. Edi Santosa
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News