Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) 20 Tahun 2023 sudah mulai berlaku sejak 13 Desember 2024. Dalam beleid tersebut diatur perusahaan asuransi yang menjual produk asuransi kredit dan produk suretyship harus mematuhi beberapa persyaratan yang diatur di dalam POJK Nomor 20 Tahun 2023. Persyaratan tersebut antara lain perusahaan wajib memiliki rasio likuiditas minimal 150% dan ekuitas minimum Rp250 miliar.
Beriringan dengan jalannya peraturan tersebut, Media Asuransi mengadakan webinar bertemakan “Mungkinkah Ada Relaksasi POJK 20 Tahun 2023: Menyoal Aturan Modal Minimum dan Asuransi Kredit Perdagangan” pada 30 Januari 2025.
Direktur Utama PT Media Asuransi Indonesia, Mucharor Djalil, saat menyampaikan sambutan mengatakan bahwa asuransi umum dan asuransi jiwa, merupakan industri yang sangat teregulasi (regulated industry).
Pasalnya, sama seperti bank, perusahaan asuransi juga menghimpun dana dari masyarakat melalui premi. Oleh karena itu, pelaku industri asuransi perlu mengetahui
bagaimana regulasi yang diberlakukan oleh otoritas perasuransian ini dalam melakukan kegiatan bisnisnya.
Deputi Komisioner Bidang Pengawasan Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun (PPDP) Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Iwan Pasila, menyatakan bahwa sebagai
regulator pihaknya ingin memastikan agar perusahaan asuransi memiliki ekuitas cukup untuk menanggung risiko dan operasional perusahaan.
“Mengelola bisnis ini perlu fleksibilitas baik sepanjang mengelola fundamental risiko dengan baik. Seluruh bagian perusahaan baik itu komite risk management, komite kepatuhan, dan komite investasi dari dewan komisaris perlu kita fungsikan supaya bisa mengawal. Prosedur berkala harus dilakukan,” katanya saat menyampaikan keynote speech.
Kepala Departemen Pengaturan dan Pengembangan PPDP OJK, Djonieri, menyampaikan bahwa dari waktu ke waktu, asuransi kredit mengalami pertumbuhan. Tetapi tanpa ekosistem bisnis yang baik maka bisnis ini akan jalan di tempat. “Penguatan ekuitas untuk membangun ekosistem, dengan buffer lebih kuat, kreditur menjadi lebih yakin dan sistem informasi harus real time,” jelasnya.
Djonieri menjelaskan alasan rasio likuiditas 150 perse adalah mengingat bahwa kredit sangat tergantung dari kondisi ekonomi nasional. Kondisi ekonomi, ujarnya, kadang-kadang tidak bisa diprediksi dan pihaknya membuat kebijakan berdasarkan data.
Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI), Budi Herawan, menekankan pentingnya regulasi yang fleksibel agar tidak hanya meningkatkan daya saing industri tapi juga memberi ruang pertumbuhan untuk industri. Menurutnya, AAUI aktif memberikan masukan ke regulator agar bisa berjalan beriringan.
Budi juga mengatakan banyak dari anggotanya yang masih berjuang untuk memenuhi syarat minimum ekuitas Rp250 miliar. “Best practice asuransi global harus relevan dengan kondisi di Indonesia,” urainya.
Direktur Utama PT Asuransi Kredit Indonesia, Fankar Umran, mengatakan bahwa jika dilihat asuransi umum itu kebanyakan sangat berimbang antara premi dan klaim.
“Klaim 38 persen sementara premi 34 persen, proporsional,” ujarnya.
Namun kondisinya berbeda dengan asuransi kredit, karena klaim lebih tinggi daripada premi. Hal ini, jelasnya, bisa jadi klaim banyak atau premi tidak cukup. Fankar menyebutkan hal-hal yang menyebabkan klaim tinggi di asuransi kredit seperti dampak pandemi Covid-19 dan krisis ekonomi. “Dampak Covid-19 selama 2020- 2023 masih terasa. Di perbankan sudah melandai. Karena itu memang perlu penguatan modal. Tetapi tidak semua bisa mencukupi,” tambahnya.
Pembicara terakhir, Direktur PT Sompo Insurance Indonesia, Erixon Hutapea, mengharapkan kejelasan mengenai maksimum rasio uang pertanggungan terhadap ekuitas dalam produk asuransi kredit perdagangan. Dia berharap rasio untuk Trade Credit Insurance (TCI) atau asuransi untuk kredit perdagangan, tidak sama dengan rasio asuransi kredit biasa untuk perorangan yang menyebutkan maksimum 10 persen dari ekuitas.
Ulasan lengkapnya dari hasil webinar ini akan disajikan dalam rubrik Special Report Majalah Media Asuransi Edisi Maret 2025.
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News