Media Asuransi, JAKARTA – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada penutupan perdagangan Senin usai libur panjang terlihat berakhir di area hijau. Sedangkan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (US$) pada penutupan perdagangan terpantau melemah ketimbang pagi tadi di Rp16.072 per US$.
IHSG Senin, 13 Mei 2024, perdagangan sore berakhir di 7.099, menguat 10 poin atau setara 0,15 persen ketimbang pagi tadi di 7.088. Level tertinggi di 7.111 dan terendah di 7.052. Volume perdagangan hari ini tercatat 21 miliar lembar saham senilai Rp14 triliun. Sebanyak 251 saham menguat, 302 saham tertekan, dan 233 saham stagnan.
Sementara mengutip Bloomberg, nilai tukar rupiah pada perdagangan sore berakhir di Rp16.080 per US$, melemah 34 poin atau setara 0,21 persen dengan year to date return 4,43 persen. Hari ini nilai tukar rupiah bergerak di kisaran Rp16.068 hingga Rp16.094 per US$. Sedangkan menurut Yahoo Finance, nilai tukar rupiah berada di Rp16.017 per US$.
Bursa saham AS menguat
Di sisi lain, saham-saham AS sedikit menguat pada akhir perdagangan Jumat lalu waktu setempat (Sabtu WIB). Ketiga indeks kembali membukukan kenaikan mingguan karena investor menganalisis komentar dari pejabat Federal Reserve dan menantikan rilis data inflasi penting.
|Baca juga: Pemerintah Lepas 388 Jemaah Haji Kloter Pertama 1445 H
Indeks S&P 500 dan Dow Jones sedikit lebih tinggi serta Nasdaq berakhir tidak berubah. Ketiga indeks menguat minggu lalu dengan saham blue-chip Dow meraih persentase kenaikan terbesar. Komentar dari beberapa pejabat The Fed membantu menetapkan ekspektasi ketika pelaku pasar menantikan data inflasi di minggu ini.
“Tidak ada yang benar-benar ingin mengambil posisi besar. Dan kita sedang memasuki masa di mana orang-orang cenderung keluar rumah lebih awal. Cerita terbesarnya adalah penurunan sentimen konsumen, namun di luar itu tidak banyak hal yang perlu diperhatikan,” kata CEO Horizon Investment Services Chuck Carlson, di Hammond, Indiana.
Presiden The Fed Atlanta Raphael Bostic mengakui petunjuk baru-baru ini bahwa perekonomian sedang melambat, namun waktu penurunan suku bunga masih belum pasti. Dengan nada yang lebih hawkish, Presiden The Fed Dallas Lorie Logan mengatakan tidak jelas apakah kebijakan moneter cukup ketat untuk menurunkan inflasi ke target bank sentral sebesar dua persen.
Editor: Angga Bratadharma
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News