Deputi Gubernur Senior (DGS) Bank Indonesia (BI) Mirza Adityaswara mengatakan bahwa pihaknya akan mengeluarkan Peraturan BI (PBI) yang mengatur penerbitan dan perdagangan Surat Berharga Komersial (SBK/commercial paper). PBI ini diperlukan sebagai payung hukum untuk mengembangkan pasar SBK di Indonesia, sebagai alternative sumber dana jangka pendek dari pasar uang, selain kredit perbankan. Disebut jangka pendek, karena tenor SBK ini antara dua hari dan 360 hari.
Selama ini memang ada aturan BI terkait penerbitan dan perdagangan SBK, namun hanya khusus oleh bank umum di Indonesia. Selama ini elum ada ketentuan yang mengatur mengenai penerbitan dan perdagangan SBK bagi korporasi dan lembaga keuangan non bank yang tidak melalui bank umum. “Saat itu, bank menawarkan commercial paper nasabahnya. Tetapi yang menawarkan hanya bank dan pada saat itu peraturan yang ada dari BI itu tahun 1995. Pasar SBK ini kemudian menghilang saat teradi krisis tahun 1997-1998,” kata Mirza saat membuka Seminar Surat Berharga Komersial di Gedung BI, Jakarta, 24 Oktober 2016.
Oleh karena itu, BI menilai pengaturan SBK eksisting tahun 1995 tersebut perlu disesuaikan dengan kondisi terkini. Pengaturan dan pengawasan SBK juga diperlukan untuk meningkatkan tata kelola pasar SBK, sehingga akan memberikan confidence bagi investor untuk berinvestasi pada instrumen SBK. Mirza menuturkan saat ini ada sekitar Rp300-Rp350 triliun aset likuiditas bank dalam negeri yang kembali ke BI. “Mengapa kembali ke BI, karena pasar uangnya memang belum terlalu dalam. Pilihan yang tersedia tidak banyak,” tuturnya.
BI mengakui sumber pendanaan di pasar keuangan Indonesia masih sangat terbatas, sehingga banyak perseroan yang sulit mendapatkan tambahan modal untuk memperluas usahanya. Padahal kebutuhan korporasi dan lembaga keuangan non bank untuk mendapatkan pendanaan cukup besar. Nantinya dengan adanya, perseroan bisa mendapatkan pendanaan dengan menjual surat berharganya dengan jangka waktu kurang dari setahun. “Yang masalah adalah, di negeri kita ini instrumen jangka pendek tidak tersedia yang likuid, atau yang tersedia baru sedikit,” tutur Mirza.
Dia berharap, nantinya dengan pengaturan mengenai SBK ini maka pasar keuangan akan semakin dalam dan banyak pilihan bagi investor. Di sisi issuers atau penerbit, dengan menerbitkan SBK, perusahaan dan lembaga keuangan yang umumnya non bank mendapatkan pendanaan untuk meningkatkan produktivitas perseroan. Dengan adanya SBK juga instrumen pembiayaan di Indonesia bisa bertambah. “Commercial paper hal lumrah di pasar keuangan. Commercial paper adalah instrumen di mana korporasi atau lembaga keuangan biasanya non bank mereka menerbitkan suatu surat utang. Hal tersebut berjalan dengan normal di banyak negara,” jelas Mirza Adityaswara. Edi
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Related Posts
Asuransi
OJK: Industri Asuransi Terus Bertumbuh di Tengah Tantangan yang Kian Kompleks
Jumat, 21 Maret 2025
Asuransi