Bank Indonesia (BI)akan terus memperhatikan laju utang luar negeri (ULN) korporasi nonbank dan memastikannya untuk dilakukan mitigasi risikonya dengan baik dan penuh kehati-hatian. Salah satu langkah yang dilakukan BI adalah mewajibkan korporasi-korporasi tersebut untuk melakukan langkah hedging (lindung nilai) karena adanya risiko nilai tukar (kurs) atas ULN. Berdasar data bank sentral, hingga kuartal ketiga 2016 telah ada 482 korporasi yang melakukan hedging, sebagian besar dilakukan dengan perbankan di dalam negeri.
Asisten Gubernur dan Kepala Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI Dody Budi Waluyo dalam diskusi dengan wartawan di Jakarta, 7 Maret 2017 menjelaskan bahwa sebenarnya BI telah menerbitkan Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 16/21/2014. PBI yang telah diimplementasikan secara penuh ini, mengatur tentang prinsip kehati-hatian dalam pengelolaan utang luar negeri korporasi nonbank (PBI KPPK) dan mulai berlaku pada 1 Januari 2015. Latar belakang dari diterbitkannya PBI tersebut adalah terus meningkatnya utang luar negeri swasta. Belajar dari krisis ekonomi 1997-1998, salah satu faktor yang terjadi adalah risiko utang luar negeri tidak dikelola dengan baik, karena persoalan global, likuiditas, dan overleverage.
PBI itu antara lain mengatur mengenai risiko nilai tukar dan likuiditas. Korporasi diwajibkan memenuhi rasio minimum lindung nilai dan rasio likuiditas, termasuk melakukan kebijakan lindung nilai atau hedging dengan perbankan. Selain itu, BI juga mengatur risiko overleverage atau eksposur utang secara berlebihan. Dalam hal ini, korporasi nonbank sebagai debitor harus memenuhi ketentuan pemeringkatan kredit oleh lembaga pemeringkatan baik dalam maupun luar negeri. “Rasio likuiditas yang tadinya 50 persen menjadi 70 persen dan ada syarat untuk menggunakan peringkat utang untuk korporasi. Di tahun 2016 peringkat itu ditegaskan lagi bahwa harus menggunakan pemeringkat dalam negeri dan harus hedging dengan perbankan Indonesia,” ujar Dody.
Mengenai jumlah korporasi yang telah melakukan hedging, menurut Dody Budi Waluyo, terus meningkat dalam setahun terakhir. “Jumlah korporasi yang melakukan lindung nilai meningkat 53,5 persen dari 314 korporasi di kuartal ketiga 2015 menjadi 482 korporasi di kuartal ketiga 2016,” jelasnya. Lebih lanjut dijelaskan bahwa hingga kuartal ketiga 2016, sebanyak 6,4 persen dari total korporasi yang ada di Indonesia belum melakukan hedging. Sebagian besar korporasi yang belum melakukan hedging merupakan korporasi kecil, sebagian besar korporasi besar sudah melakukan hedging. Edi
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Related Posts