Media Asuransi – Hadirnya asuransi syariah menjadi tidak lepas dari literasi dan edukasi kepada masyarakat. Sejak pertama lahir di Indonesia pada 1994 lalu, asuransi syariah kini sudah tumbuh menjadi salah satu institusi keuangan yang sangat diminati masyarakat. Terlebih dari sisi pengelolaan dan bagi hasil berdasarkan prinsip Islam.
Direktur Eksekutif Asosiasi Asuransi Syariah Indonesia (AASI), Erwin Noekman, mengatakan bahwa asuransi syariah merupakan sebuah usaha untuk saling melindungi (takafuli) dan saling tolong menolong (ta’awuni) di antara para pemegang polis (peserta), yang dilakukan melalui pengumpulan dan pengelolaan dana tabarru’ yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi risiko tertentu melalui akad (perikatan) yang sesuai dengan prinsip syariah.
“Yang paling terlihat untuk membedakan dari asuransi syariah dengan konvensional itu adalah bagi hasil, apabila pengelolaan asuransi syariah ini memberikan hasil yang positif dan ini menjadi salah satu nilai lebih yang tidak ada di asuransi konvensional. Terlebih pengelolaannya berlaku syariah,” kata Erwin dalam acara Ngopi – Ngobrol Bareng Sikapi- secara daring di Jakarta, Senin 19 April 2021.
Baca Juga:
- AASI Ajak Anggotanya Mempersiapkan Spin Off secara Maksimal
- AASI–KUPASI Serahkan Donasi Dompet Kemanusiaan kepada PMI dan BAZNAS
- Pengajian Rutin AASI Hadirkan Wantim MUI Didin Hafidhuddin
- Asuransi Syariah Juga Perlu Lembaga Penjamin Polis
Menurut Erwin, asuransi syariah dalam menjalankan kegiatannya menggunakan prinsip sharing of risk, yakni risiko dari satu orang atau pihak dibebankan kepada seluruh orang atau pihak yang menjadi pemegang polis. Sedangkan asuransi konvensional menggunakan sistem transfer of risk yakni risiko dari pemegang polis dialihkan kepada perusahaan asuransi.
“Dapat dikatakan bahwa peran perusahaan asuransi syariah adalah melakukan pengelolaan operasional dan investasi dari sejumlah dana yang diterima dari pemegang polis, berbeda dengan perusahaan asuransi konvensional yang bertindak sebagai penanggung risiko. Akad yang digunakan dalam asuransi syariah menggunakan prinsip tolong-menolong antara sesama pemegang polis dan perwakilan atau kerja sama pemegang polis dengan perusahaan asuransi syariah, sedangkan akad yang digunakan oleh asuransi konvensional berdasarkan prinsip pertukaran (jual-beli),” jelas Erwin.
Dia tambahkan, akad merupakan sebuah perjanjian tertulis yang memuat kesepakatan tertentu, yang memuat antara hak dan kewajiban para pihak sesuai prinsip syariah. Dalam asuransi syariah, ada beberapa akad yang perlu diketahui, antara lain: Akad Tabarru’, akad ini adalah akad hibah dalam bentuk pemberian dana dari satu peserta kepada Dana Tabarru’ untuk tujuan tolong-menolong diantara para peserta, yang tidak bersifat dan bukan untuk tujuan komersial.
Selanjutnya adalah Akad Wakalah bil Ujrah, adalah Akad Tijarah yang memberikan kuasa kepada perusahaan sebagai wakil peserta untuk mengelola Dana Tabarru’ dan atau Dana Investasi Peserta, sesuai kuasa atau wewenang yang diberikan, dengan imbalan berupa ujrah (fee). Sementara, Akad Mudharabah adalah akad untuk memberikan bagi hasil atas investasi Dana Tabarru’.
“Meski demikian, ada hal yang menjadi perhatian lainnya dalam mengawali pemilihan prinsip syariah dalam asuransi syariah, yakni kontribusi dalam sejumlah dana yang dibayarkan oleh peserta kepada perusahaan yang sebagian akan dialokasikan sebagai iuran Tabarru’ dan sebagian lainnya sebagai fee (ujrah) untuk perusahaan,” paparnya.
Hal lainnya yang harus menjadi perhatian adalah Iuran Dana Tabarru’ sebagai bagian dari kontribusi yang di bayarkan oleh peserta yang kemudian dimasukkan ke dalam kumpulan Dana Tabarru’ dengan Akad Tabarru’. Asuransi syariah juga mempunyai Dana Tabarru’ yang diartikan sebagai kumpulan dana yang berasal dari kontribusi para peserta, yang mekanisme penggunaannya sesuai dengan Akad Tabarru’ yang disepakati.
“Hal penting lainnya adalah adanya surplus atau defisit underwriting atau selisih lebih atau kurang dari total kontribusi peserta ke dalam Dana Tabarru’ setelah dikurangi pembayaran santunan atau klaim, kontribusi reasuransi, dan cadangan teknis, dalam satu periode tertentu,” ungkapnya.
Erwin menjelaskan asuransi syariah sendiri mempunyai keunggulan karena memiliki transparansi pengelolaan dana dengan perjanjian di awal yang jelas dan transparan serta akad yang sesuai syariah, dana tabarru’ ini nantinya akan dikelola secara profesional oleh perusahaan asuransi syariah melalui investasi syar’i dengan berlandaskan prinsip syariah.
“Biasanya setiap tiga bulan sekali, perusahaan akan memberikan laporannya kepada para peserta sebagai bentuk transparansi sesuai dengan aturan yang ditetapkan oleh OJK,” jelas Erwin
Pada dasarnya, lanjut Erwin, hadirnya asuransi syariah adalah sebagai bentuk untuk menghindarkan dari fungsi asuransi konvensional yang mengandung Riba (Bunga), Maisir (Judi), dan Gharar (Ketidakjelasan). Dana Tabarru’ ini nantinya yang akan dipergunakan untuk menghadapi dan mengantisipasi terjadinya musibah atau bencana atau klaim yang terjadi di antara peserta asuransi.
“Melalui asuransi syariah, dapat mempersiapkan diri secara finansial dengan tetap mempertahankan prinsip-prinsip transaksi yang sesuai dengan fiqh Islam. Jadi tidak ada keraguan untuk berasuransi syariah,” paparnya.
Di kesempatan sama, Intan Erlita, mengaku mendapat kesempatan untuk hijrah ke asuransi syariah di saat melahirkan anak pertamanya, meski demikian dia tetap melanjutkan asuransi konvensionalnya hingga anak keduanya.
“Saya terbilang terlambat untuk hijrah ke asuransi syariah, dan saya termasuk yang beruntung mendapat agen yang memberi informasi detil tentang asuransi syariah sehingga saya memahaminya. Asuransi konvensional juga ternyata bisa dikonversi ke syariah,” kata Intan yang kini menjadi Hijrah Coach.
Intan juga mengungkapkan, untuk memulai berasuransi harusnya dimulai sejak mulai mendapatkan penghasilan. Itu artinya, mereka yang memulainya sejak muda akan semakin memudahkan perjalanan hidupnya dengan memberikan proteksi atas dirinya sendiri. Terlebih jika asuransi syariah menjadi pilihannya untuk menghindari riba dan berjalan sesuai dengan prinsip syariah.
“Pilihan terbaik adalah berasuransi dari sejak masih muda, karena akan diuntungkan dengan informasi pribadi yang tidak ‘belibet’, karena umumnya masih muda akan terlihat sehat dan menjalani pemeriksaan diri untuk mendapatkan asuransi syariah,” tandasnya. One
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News