Industri perbankan optimistis memandang kondisi perekonomian Indonesia di tahun 2017 akan lebih baik dibandingkan dengan tahun 2016. Dalam Rencana Bisnis Bank (RBB) tahun 2017 yang telah disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK), optimism itu dilandasi oleh keberhasilan program tax amnesty untuk pembiayaan infrastruktur, pemulihan harga komoditas, dan perbaikan ekonomi global. Berdasar RBB yang disampaikan, industri perbankan memproyeksikan pertumbuhan total aset sebesar 11,28 persen menjadi Rp7.352 triliun, kredit tumbuh 13,25 persen menjadi Rp4.995 triliun, dan DPK (dana pihak ketiga) tumbuh 11,94 persen menjadi Rp5.304 triliun
Hal ini disampaikan Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman D Hadad dalam jumpa pers akhir tahun OJK di Jakarta, 30 Desember 2016. Hadir dalam jumpa pers itu Wakil Ketua OJK Rachmat Waluyanto, Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non Bank (IKNB) OJK Firdaus Djaelani, Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal OJK Nurhaida, Anggota Komisioner OJK Ilya Avianti, Anggota Komisioner OJK Kusumaningtuti S Soetiono, dan Deputi Komisioner Pengawas Perbankan 3 OJK Irwan Lubis.
Muliaman menjelaskan, berdasarkan pemantauan OJK, menjelang akhir tahun 2016 ini ketahanan industri perbankan dan IKNB secara umum masih memadai. Risiko likuiditas, kredit, dan pasar lembaga jasa keuangan (LJK) masih terjaga, ditopang oleh permodalan yang cukup tinggi. Per November 2016, Capital Adequacy Ratio (CAR) perbankan berada pada level 23,13 persen, jauh di atas ketentuan minimum delapan persen. Risk-Based Capital (RBC) industri asuransi juga terjaga pada level yang tinggi, yakni 509,82 persen untuk asuransi jiwa dan 266,1 persen untuk asuransi umum. Pada perusahaan pembiayaan, gearing ratio perusahaan pembiayaan tercatat sebesar 3,02 kali, masih jauh di bawah ketentuan maksimum 10 kali dan menyediakan banyak ruang untuk pertumbuhan.
Sementara itu kredit bermasalah di perbankan (Non-Performing Loan/NPL) terjaga pada level yang relatif rendah, yaitu 3,18 persen NPL gross dan 1,38 persen NPL net. Demikian juga pada perusahaan pembiayaan, Non-Performing Financing (NPF) juga terjaga pada level yang rendah, yaitu 3,20 persen. Di tengah kondisi perlambatan ekonomi, level NPL dan NPF tersebut masih terjaga jauh di atas threshold sebesar lima persen. “OJK senantiasa bersama-sama dengan anggota FKSSK (Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan) memantau perkembangan terkini pasar dan perekonomian global maupun domestik yang berpotensi mempengaruhi kondisi SJK (Sektor Jasa Keuangan). Koordinasi dengan pihak-pihak terkait senantiasa diperkuat agar kinerja industri keuangan dan stabilitas sistem keuangan nasional tetap terjaga,” jelas Muliaman. Edi
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Related Posts
Ekonomi
Jangan Salah Kaprah! Begini Cara Cerdas Meneruskan Bisnis Keluarga Demi Tetap Sukses!
Minggu, 16 Maret 2025
News in Brief