1
1

Jalan Panjang Mewujudkan Asuransi Wajib TPL

Budi Sartono Soetiardjo Pemerhati Publik & Asuransi. | Foto: doc

Oleh Budi Sartono Soetiardjo

Menurut rencana, mulai awal tahun 2025, tepatnya 12 Januari 2025, pemerintah akan menerapkan kebijakan baru tentang asuransi TPL (third party liability) atau asuransi untuk kepentingan pihak ketiga, yang nantinya bakal berlaku untuk semua jenis kendaraan bermotor di seluruh Indonesia.

Dalih atau argumen aturan ini adalah sebagai implementasi dan perintah Undang-Undang P2SK (Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan) Nomor 4 Tahun 2023, yang dalam Bab VI Pasal 39A menyebut, pemerintah dapat mewajibkan kepada kelompok tertentu dalam masyarakat untuk ikut serta dalam program asuransi wajib (ayat 1, 2), dengan kewajiban membayar sejumlah premi atau kontribusi (ayat 3).

Perlu diperjelas, yang dimaksud dengan kelompok tertentu itu siapa saja. Apakah seluruh pemilik kendaraan bermotor,  atau kelompok-kelompok tertentu lain yang berkepentingan dengan asuransi.

Dalam rumpun kendaraan bermotor, terdapat beberapa jenis kendaraan bermotor yang dibedakan berdasarkan penggunaan (pribadi, umum/sosial, niaga), berdasarkan jumlah silinder atau cc, tonase kendaraan maupun tahun pembuatan. Hal ini perlu dipertegas dan diperjelas terlebih dahulu agar implementasi pasal 39A tidak asal pukul rata.

Informasi tentang wajib TPL kendaraan bermotor, atau asuransi wajib bagi kepentingan pihak ketiga, saat ini masih simpang siur dan membingungkan masyarakat.

Sebetulnya, untuk kepentingan siapa program asuransi wajib TPL ini disekenggarakan?

Dalam konsep asuransi, asuransi TPL atau asuransi TJH  III (Tanggung Jawab Hukum kepada Pihak Ketiga) merupakan perluasan dari asuransi kendaraan bermotor. Asuransi TPL tidak bisa didapat atau dibeli secara terpisah tanpa asuransi induknya, yakni asuransi kendaraan bermotor. Asuransi TPL sebagai asuransi tambahan atau pelengkap, mewajibkan adanya pembayaran premi tambahan, dengan nilai pertanggungan TPL bisa bervariasi, berkisar dari satu juta rupiah hingga Rp100 juta.

Dengan demikian, ada dua komponen premi asuransi yang harus dibayar oleh pemilik kendaraan bermotor, yakni premi pokok asuransi kendaraan bermotor dan  premi asuransi TPL/TJH III. Sedangkan asuransi kendaraan bermotornya sendiri, terdapat dua jaminan risiko yang umum berlaku, yakni risiko kerusakan total (Total Loss Only/TLO) dan risiko komprehensif atau gabungan.

Hal-hal di atas selayaknya harus clear terlebih dahulu sebelum pemerintah menetapkan premi wajib TPL. Selain itu, hal-hal lain yang belum jelas dan harus diketahui oleh masyarakat adalah, sejauh mana asuransi TPL mampu meng-cover kerugian atau memberi ganti rugi kepada pihak ketiga, dalam hal ini pihak yang menjadi korban kecelakaan.

Kerugian pihak ketiga dapat dibagi menjadi dua, yakni kerugian material (kerusakan) dan kerugian nonmaterial, yakni meninggal dunia ataupun cedera/luka-luka yang membutuhkan satunan atau biaya perawatan.

Selain itu, karena asuransi kecelakaan bagi pemilik kendaraan bermotor sudah dijamin oleh pemerintah melalui perusahaan asuransi Jasa Raharja, maka asuransi TPL selayaknya hanya berlaku bagi pihak ketiga korban kecelakaan, yakni masyarakat umum yang tidak memiliki jaminan asuransi kecelakaan maupun asuransi lainnya.

Konsep asuransi TPL ini harus dipahami betul oleh masyarakat dengan aturan-aturan main yang jelas dan terinci agar tidak menimbulkan kebingungan serta kerancuan pada saat mengajukan klaim atau tuntutan ganti rugi.

Perlu diketahui bersama, khusus untuk kendaraan bermotor yang dibeli secara cicilan lewat perusahaan leasing pada umumnya sudah diasuransikan oleh perusahaan leasing-nya. Oleh sebab itu, aturan wajib asuransi TPL untuk kelompok ini, cukup hanya membayar premi TPL saja.

Masih banyak hal yang harus dikaji oleh pemerintah sebelum me-launching asuransi wajib TPL kendaraan bermotor. Sosialisasi secara massif terhadap program asuransi wajib TPL ini sangat penting agar masyarakat tidak resah.

Ada semacam kekhawatiran, program asuransi TPL yang tujuan utamanya baik namun dapat bernasib seperti program Tapera yang memunculkan penolakan keras di masyarakat. Kegaduhan program Tapera harus menjadi pelajaran berharga kita semua, khususnya bagi pemerintah, betapa sangat pentingnya trust dan keberpihakan pemerintah kepada masyarakat kecil, mengingat dalam program asuransi TPL ada pungutan uang berupa premi asuransi yang harus dibayar setiap tahun.

Citra industri asuransi yang belum pulih benar pasca terjadinya berbagai kasus skandal korupsi di beberapa perusahaan asuransi besar, juga harus menjadi catatan tentang pentingnya kehati-hatian dalam penerapan asuransi wajib TPL.

Di samping itu, pemerintah harus benar-benar mempersiapkan infrastruktur serta SDM yang profesional dalam menangani penyelenggaraan asuransi TPL ini, sebab tidak tertutup kemungkinan, klaim yang bakal muncul bisa rumit, baik dari sisi penghitungan ganti rugi maupun tingkat kompleksitas kecelakaan, yang bisa jadi tak hanya melibatkan satu pihak, tapi banyak pihak.

Salam,

Penulis adalah pemerhati publik & asuransi

 

| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Related Posts
Prev Post Muhammad Iqbal: Sukses Jadi Direktur di Usia Muda
Next Post Laba Bersih FIF Tumbuh 11,7% di Semester I/2024

Member Login

or