Media Asuransi, JAKARTA – Biaya kesehatan di Indonesia diproyeksikan melonjak hingga 19,4 persen pada 2025, demikian menurut survei Global Medical Trends dari WTW. Kenaikan ini melanjutkan tren peningkatan dua digit yang sudah terjadi selama dua tahun terakhir.
Pada 2023 dan 2024, survei tersebut mencatat kenaikan masing-masing sebesar 12,4 persen. Secara regional, kawasan Asia-Pasifik diprediksi mengalami kenaikan sebesar 12,3 persen pada 2025, seiring meningkatnya penggunaan layanan kesehatan, biaya farmasi yang terus melonjak, serta adopsi teknologi medis baru.
|Baca juga: WTW Prediksi Biaya Medis di Asia Pasifik Melonjak di 2025
“Lonjakan biaya ini didorong oleh inflasi medis global yang disebabkan oleh tingginya biaya bahan baku farmasi dan peralatan medis. Melemahnya rupiah semakin memperparah kondisi, karena banyak bahan baku dan peralatan ini harus diimpor,” ungkap laporan WTW dikutip dari Insurance Asia, Senin, 23 Desember 2024.
Pada kuartal I/2024, rasio klaim kerugian rata-rata di Indonesia mencapai 105,7 persen dan diproyeksikan terus meningkat pada 2025. Hal ini memicu perusahaan asuransi untuk menyesuaikan tarif premi dan secara rutin meninjau produk asuransi kesehatan guna menjaga stabilitas keuangan.
|Baca juga: Inflasi Biaya Medis dan Loss Ratio Jadi Tantangan Produk Asuransi Kesehatan
Industri asuransi di Indonesia kini mulai mengalihkan fokus dari perusahaan besar ke usaha kecil dan menengah (UKM). Hal ini dilakukan karena perusahaan asuransi semakin enggan menanggung risiko medis dari perusahaan dengan populasi besar dan paket manfaat yang luas.
Namun, tantangan lain datang dari rumah sakit dan penyedia layanan kesehatan yang sering kali merekomendasikan layanan yang berlebihan dan tidak perlu, terutama yang melibatkan teknologi medis baru. Untuk mengendalikan biaya, banyak perusahaan asuransi mengganti sistem pembayaran cashless dengan metode reimbursement.
“Pengeluaran untuk metode reimbursement terbukti 15 persen hingga 35 persen lebih rendah dibandingkan sistem cashless untuk perawatan, diagnosis, dan pengobatan yang sejenis,” demikian pernyataan dari laporan tersebut.
Editor: S. Edi Santosa
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

