Media Asuransi, JAKARTA – ASEAN Professional Insurance Diploma (APID) merupakan solusi penyetaraan kompetensi profesi asuransi pada tingkat ASEAN. Ini adalah salah satu bentuk upaya dalam meningkatkan sumber daya manusia (SDM) perasuransian di kawasan ASEAN.
Dalam hal ini agar para profesi asuransi dapat memiliki tingkat keahlian yang setara dan mampu dalam bersaing dalam rangka mempersiapkan pasar tunggal masyarakat ekonomi ASEAN (MEA).
Awal mula dicetuskannya alternatif pendidikan dalam perasuransian diawali dengan inisiatif penyusunan master plan pendidikan ASEAN, dilakukan kurang lebih 8 tahun lalu yang dipicu dari semangat ASEAN dalam menciptakan industri asuransi ASEAN yang lebih kuat dan tangguh melalui pendidikan.
“Dimulai dengan survei tentang kesenjangan pendidikan dan pelatihan bagi profesional asuransi di negara anggota ASEAN,” ujar pemerhati pendidikan asuransi, Ariyanti Suliyanto kepada Media Asuransi di Jakarta, Senin, 20 November 2023.
|Baca juga: AIC: Pertumbuhan Asuransi ASEAN Terus Meningkat, Mencapai US$119, Miliar
Kemudian, lanjut Ariyanti, langkah awal perwujudan master plan pendidikan tersebut dilakukan oleh ASEAN Insurance Education Committee yang meruapakan salah satu komite di bawah ASEAN Insurance Council (AIC ) dengan pembentukan kelompok kerja (Pokja) yang tugasnya melakukan 3 tahun pengembangan master plan.
“Pokja yang dibentuk beranggotakan 5 negara inti yaitu Singapura, Malaysia, Filipina, Thailand, dan Indonesia, yang kemudian melakukan mapping dan hasilnya menunjukkan adanya berbagai perbedaan dan kesenjangan kompetensi para profesional asuransi di setiap negara ASEAN,” tutur Ariyanti.
Di sisi lain, dengan dibentuknya ASEAN Free Trade Agreement (AFTA) telah terjadi aliran bebas permodalan, produk dan tenaga terampil. Maka dari itu, disusunlah sebuah standar kompetensi untuk profesional asuransi di tingkat ASEAN. Menyusun sebuah standar kompetensi asuransi ASEAN tidaklah mudah, karena sulit memperbandingkan standar kompetensi dari satu negara dengan negara lainnya.
Melalui Focus Group Discussion di tahun 2019 yang diselenggarakan di Jakarta atas usul anggota Pokja-Indonesia, dan difasilitasi oleh Chair AQRF Committee, disepakati bersama dengan 4 anggota lainnya secara sukarela, sebuah rujukan kerangka kualifikasi ASEAN (ASEAN Qualifications Reference Framework/AQRF).
“AQRF telah ada dan merupakan hasil kesepakatan para regulator negara ASEAN di sektor tenaga kerja, pendidikan, dan perekonomian,” jelas Ariyanti.
|Baca juga: DAI Harap AIEC Mampu Tingkatkan Kualitas SDM Perasuransian di Indonesia
Dengan merujuk AQRF, kemudian lahirlah ASEAN Professional Insurance Diploma (APID) dengan kurikulum tahap pertama untuk kompetensi profesional asuransi umum (general).
Program pendidikan non formal bersertifikasi ini bukan seperti yang dimaksud program Jenjang Diploma pada sistem pendidikan formal di Indonesia. APID adalah program bersertifikasi yang menggunakan persyaratan penerimaan peserta, minimal berkualifikasi level 6 AQRF.
Setiap negara yang telah memiliki standar kompetensi kerja bidang asuransi, melakukan referencing terhadap AQRF yang kemudian disepakati kesenjangannya. Sedangkan yang tidak atau belum menggunakan standar kompetensi nasional, harus melakukan penyesuaian terhadap AQRF dengan menggunakan diskriptor level 6.
“Akhirnya semua lembaga pendidikan di 5 negara anggota inti ASEAN yang telah menanda tangani MoU di tahun 2020, dapat menyelesaikan kurikulum APID Asuransi Umum untuk masing-masing negara,” jelas Ariyanti.
Dia juga mengatakan bahwa saat ini Indonesia telah memiliki Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) dan Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia. Pemerintah melalui kementerian terkait telah melakukan referencing terhadap AQRF beberapa tahun lalu, dari kajian tersebut, hasilnya ada sedikit kesenjangan lebih rendah jika dibandingkan dengan AQRF.
“Jadi untuk persyaratan menjadi peserta pelatihan APID (level 6 AQRF), minimal kualifikasi peserta pemegang sertifikasi profesi asuransi Indonesia harus level 7. Demikian juga dengan peserta negara-negara ASEAN lainnya, harus melakukan penyetaraan sesuai standar yang dimiliki di negaranya terhadap AQRF. Bagi negara yang sudah melakukan referencing dan levelnya dinyatakan sama dengan AQRF, tidak perlu penyetaraan,” jelas Ariyanti.
Editor: S. Edi Santosa
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News