1
1

Tak Melulu tentang Literasi

Sudah 16 tahun, insan perasuransian Tanah Air memperingati sekaligus merayakan Hari Asuran si setiap tanggal 18 Oktober. Dalam setiap peringatannya, tema yang diangkat selalu berkaitan dengan edukasi dan literasi dengan maksud agar tingkat literasi dan inklusi asuransi meningkat. Bukan karena tidak ada tema baru, tapi faktanya memang literasi asuransi masyarakat masih menjadi pekerjaan rumah industri perasuransian karena indeksnya masih sangat rendah. Tak pelak lagi, persoalan literasi ini dianggap sebagai biang kerok kenapa penetrasi asuransi nasional tak kunjung beranjak dari level di bawah 5 persen.

Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat penetrasi asuransi terhadap PDB pada tahun 2021 baru mencapai 3,18 persen yang terdiri dari asuransi jiwa sebesar 1,19 persen, asuransi umum 0,47 persen, asuransi sosial 1,45 persen, dan asuransi wajib 0,08 persen. Sementara itu, tingkat densitas yang menggambarkan rata-rata pengeluaran tiap penduduk untuk pembayaran premi adalah Rp1,82 juta.

Indeks Literasi Keuangan Nasional mencatat literasi sektor perasuransian pada tahun 2019 hanya 19,40 persen. Secara tren, angka tersebut meningkat dibandingkan dengan tahun 2016 sebesar 15,8 persen. Survei Nasional Literasi Inklusi Keuangan (SNLIK) OJK ini dilakukan per 3 tahun sehingga kita berharap untuk tahun 2022 indeksnya kembali meningkat seiring dengan adanya pandemi Covid-19 yang berdampak meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap pentingnya asuransi kesehatan.

Tak bisa dipungkiri bahwa rendahnya literasi asuransi ini menunjukkan masih banyak masyarakat di negeri ini yang belum melek asuransi. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata melek memiliki makna mengerti atau memahami apa yang dimaksud oleh sesuatu dalam hal ini adalah perihal asuransi. Sehingga arti melek di sini bukan sekadar mengetahui tentang asuransi, tapi lebih dari itu yaitu memahami apa manfaat memiliki asuransi. Peribahasa lama mengatakan ‘tak kenal maka tak sayang’ yang berarti tak tahu maka tidak beli.

Namun demikian dalam proses pemasaran, promosi atau pengenalan produk bukan satu-satunya cara untuk menarik minat konsumen membeli suatu produk. Akan tetapi ada faktor lain yang salah satunya berkaitan dengan kebutuhan dan kepuasan pelanggan atau customer experience.

Sebagai contoh, saat konsumen mengetahui bahwa ada varian deterjen cair yang katanya lebih efektif menghilangkan noda, berarti faktor literasi produk telah terpenuhi. Akan tetapi hal tersebut tidak secara otomatis akan membuat konsumen membelinya meski ada kebutuhan terhadap deterjen untuk mencuci. Terlebih bila ada testimoni negatif dari pengguna yang memiliki experience buruk saat menggunakan deterjen cair.

Hal yang sama juga berlaku pada produk asuransi. Indeks literasi asuransi dan indeks inklusi asuransi membuktikannya. Selama 3 periode survei yaitu 2013, 2016, dan 2019, angka indeks literasi asuransi jauh lebih tinggi dibandingkan dengan indeks inklusi asuransi. Pada 2013, angka literasi asuransi sebesar 17,80 persen sedangkan angka inklusi asuransi hanya 11,80 persen. Pada 2016, angka literasi asuransi sebesar 15,8 persen sedangkan angka inklusi asuransi hanya 12,1 persen. Dan pada 2019, angka literasi asuransi sebesar 19,40 persen sedangkan angka inklusi asuransi hanya 13,15 persen.

Ini berarti bahwa masyarakat yang sudah melek asuransi ternyata belum membuat mereka tergerak untuk membeli produk asuransi. Sehingga kebutuhan akan proteksi finansial dipenuhi dengan caracara konvensional seperti menabung atau berinvestasi. Ditambah lagi adanya testimoni negatif dari nasabah asuransi yang kecewa atau tak puas dengan pelayanan asuransi. Terkait kepuasan ini, kita bisa belajar pada kasus BPJS Kesehatan. Meski menjadi asuransi kesehatan wajib, tetapi masih banyak masyarakat yang enggan untuk menjadi peserta karena alasan pelayanan.

Oleh karena itu, selain konsisten dan massif melakukan kegiatan-kegiatan edukasi dan literasi, industri perasuransian juga harus berbenah dan memperbaiki diri dengan selalu memprioritaskan tata kelola yang baik dan kepuasan pelanggan. Produk-produk asuransi yang dijual pun harus sesuai dengan kebutuhan konsumen dan memiliki competitive advantage dibandingkan dengan produk keuangan lainnya.

Tentu kita berharap ke depan peringatan Hari Asuransi bukan lagi sekadar menjadi momentum untuk menggencarkan program literasi dan edukasi asuransi tapi sebagai momen perayaan atas journey peran dan kontribusi asuransi dalam memberikan proteksi dan kenyamanan kepada
nasabahnya. Selamat Hari Asuransi.
Achmad Aris

| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Related Posts
Prev Post UOB Berkomitmen Penuhi Target Nol Bersih Tahun 2050
Next Post Pertumbuhan Ekonomi Membaik, Upah Buruh Berpeluang Naik

Member Login

or