1
1

AAMAI Gelar Seminar Dampak Hardening Market

AAMAI bekerja sama dengan Asuransi Astra, gelar seminar internasional. | Foto: Arief Wahyudi

Tahun 2022 menjadi tahun yang penuh tantangan dan ketidakpastian bagi industri asuransi secara global maupun industri asuransi di Indonesia. Terlebih tantangan hardening market menjadi salah satu tantangan berat yang harus dihadapi industri perasuransian.

Dalam menyikapi hal tersebut, Asosiasi Ahli Managemen Asuransi Indonesia (AAMAI) bekerja sama dengan Asuransi Astra, menggelar seminar internasional secara daring dengan tema “Strategi Bisnis Asuransi di Era Penurunan Kapasitas Reasuransi dan Kenaikan Tarif Reasuransi”, 20 Maret 2023.

Ketua AAMAI, Robby Loho, dalam sambutannya mengatakan bahwa dalam seminar kali ini peserta dapat berdiskusi dalam mencari alternatif solusi terhadap kondisi hardening market yang terjadi pada pasar reasuransi global, yang berdampak pada domestik.

“Kondisi ini (hardening market) juga berdampak pada pasar reasuransi di dalam negeri, sehingga mendorong peningkatan premi risiko dan penurunan serta pembatasan coverage risiko,” katanya saat memberikan sambutan sekaligus membuka acara seminar tersebut.

Robby berharap, seminar ini dapat memberikan output positif kepada para peserta, terutama dalam meningkatkan pemahaman situasi terkini terkait industri asuransi dan perasurasuransian nasional maupun global.

Dia menilai seminar ini tentu akan mempengaruhi ceding company reasuradur dan broker direct maupun broker reinsurance. “Sehingga akan menciptakan berbagai peluang dan kesempatan dalam bisnis asuransi,” jelasnya.

AAMAI menghadirkan tiga pembicara dalam seminar ini, yakni Head Market Underwriting SEA at Swiss Re, Klaus Jackels, Direktur Teknik PT Reasuransi Indonesia Utama, Delil Khairat, dan Presiden Direktur PT Asuransi Tugu Pratama Indonesia Tbk, Tatang Nurhidayat.

Delil Khairat, mengatakan bahwa volume premi di Indonesia bukanlah yang tertinggi di antara negara-negara ASEAN. Tetapi in term number of players atau pelaku industri asuransi di RI memiliki jumlah yang paling banyak.

“Sudah penduduknya paling padat, ternyata pemain di industri asuransi ini juga paling padat. Saat ini Indonesia memiliki 54 perusahaan
asuransi jiwa dan 72 perusahaan asuransi umum,” ujarnya.

Delil menambahkan bahwa di negara tetangga, Malaysia volume premi non-life hanya sebesar US$5,1 miliar, sementara di Indonesia mencapai US$6,2 miliar. Di sisi lain, jumlah perusahaan asuransi umum di Malaysia lebih sedikit dari pada Indonesia, yakni hanya 21. “Bisa dibayangkan bahwa memang intensitas kompetisi di market kita paling tinggi di antara marketmarket ASEAN,” ujarnya.

Kemudian Indonesia juga unggul di antara negara ASEAN lain dalam market asuransi kredit. Di Indonesia, pasar asuransi kredit berkontribusi sebanyak 20 persen, sedang di negara ASEAN lain sangat minimum. “Namun demikian, untuk asuransi kendaraan bermotor, Indonesia masih tertinggal dari negara lain, yakni di posisi keenam di bawah Thailand, Malaysia, Filipina, Vietnam, dan Singapura,” papar Delil.

Sementara itu untuk premi reasuransi, pada segmen life, Indonesia di posisi tertinggi di antara negara ASEAN lainnya. Delil menilai hal ini diakibatkan jumlah penduduk Indonesia yang paling besar dan segmen life di Indonesia yang berjalan secara signifikan. “Tetapi ini juga ada dampak dari POJK No. 14 Tahun 2015 yang mengategorikan life sebagai risiko sederhana,” pungkasnya.

| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Related Posts
Prev Post AAUI Dorong Peningkatan Daya Saing SDM Asuransi
Next Post Jasa Marga Operasikan Fungsional Akses Masuk ke Jakarta dan Keluar dari Jakarta Km 149 Ruas Tol Padaleunyi

Member Login

or