1

Badai Belum Berlalu, 2023 Masih Menantang

Cuaca yang tidak menentu belakang ini, sering terjadinya hujan dan angin kencang. bahkan bencana alam | Foto: Arief Wahyudi

Tak sedikit pihak yang menyatakan bahwa tahun 2023 masih akan menjadi tahun yang menantang. Tentu bukan tanpa dasar, karena memang pada tahun 2023 dunia dikhawatirkan dengan ramalan eko nomi Amerika Serikat dan beberapa negara maju lainnya yang akan mengalami stagflasi hingga resesi.

Berakhirnya pandemi Covid-19 ternyata bukan berarti tantangan ekonomi berakhir. Pasalnya, dampak perang Rusia-Ukraina menjadi faktor lain yang dapat memicu lonjakan inflasi di sejumlah negara maju, salah satunya negeri Paman Sam.

Khusus di industri asuransi, fenomena hardening market di pasar reasuransi global yang sudah berlangsung selama 5 tahun terakhir ini membuat situasi makin sulit. Tingginya klaim yang dipicu kerugian besar akibat bencana alam dan pandemi Covid-19, telah menekan profitabilitas dan keuangan perusahaan reasuransi global. Tren hardening market ini pun diperkirakan masih akan berlanjut pada 2023.

Di Indonesia, hardening market reasuransi global tersebut tampaknya sudah tidak bisa lagi diredam oleh perusahaan reasuransi lokal. Tidak ada pilihan, reasuransi lokal harus meneruskan apa yang mereka alami di pasar reasuransi global kepada para perusahaan ceding-nya. Terlebih, beberapa perusahaan reasuransi lokal menderita lonjakan klaim asuransi kredit yang selama ini tidak bisa diteruskan ke reasuransi global. Alhasil, meski tak sampai mengalami penyusutan kapasitas, reasuransi lokal menjadi sangat selektif dalam mengcover risiko dari perusahaan asuransi. Di sisi lain, kenaikan harga pun tidak bisa ditawar lagi.

Beberapa eksekutif asuransi umum mengungkapkan bahwa tahun 2023 ini jauh lebih menantang dibandingkan dengan 2 tahun di masa pandemi. Mereka harus bekerja keras dalam proses treaty agar mendapatkan backup dari reasuransi. Bahkan hingga berakhirnya masa renewal treaty 1 Januari 2023, kabarnya masih terdapat perusahaan asuransi umum yang belum mendapat backup reasuransi alias shortfall.

Selain efek dari hardening market, laju inflasi yang diperkirakan masih akan tinggi seiring dengan berlanjutnya tren pemulihan ekonomi nasional dan jelang tahun politik juga akan menjadi tantangan bagi perusahaan asuransi dan reasuransi dari sisi kenaikan biaya klaim. Tingkat inflasi sepanjang 2023 diperkirakan mencapai 4 persenan atau lebih tinggi dari perkiraan pemerintah di level 3 persenan. Bahkan untuk semester I/2023, inflasi diperkirakan bisa menyentuh angka 5 persen-6 persen.

Data Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) mencatat total klaim industri asuransi umum sepanjang 2022 mencapai Rp41,75 triliun atau naik 36,1 persen dibandingkan tahun 2021. Klaim asuransi kredit mencatatkan kenaikan sangat signifikan yaitu sebesar 65,3 persen.

Dari sisi investasi, tahun 2023 juga diramalkan masih akan menjadi tahun yang bergejolak seiring dengan prospek suram ekonomi global dan arah kebijakan moneter The Fed yang diperkirakan masih akan hawkish. Artinya, perlu strategi investasi yang baik agar perusahaan asuransi bisa tetap meraih hasil investasi yang optimal pada tahun 2023. Hal ini penting karena di saat kinerja underwriting menantang, investasi diharapkan bisa berkinerja baik.

Khusus asuransi jiwa, tahun 2023 tepatnya tanggal 14 Maret, regulasi Produk Asuransi yang Dikaitkan dengan Investasi (PAYDI) akan efektif berlaku. Persyaratan ketat dalam proses pemasaran unitlink diberlakukan sehingga berpotensi menggerus pendapatan premi dari produk unitlink yang selama ini menjadi kontributor utama premi industri asuransi jiwa.

Data Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) mencatat premi asuransi unitlink sepanjang 2022 mencatatkan penurunan sebesar 13,3 persen menjadi Rp110,77 triliun dibandingkan dengan perolehan pada 2021 sebesar Rp127,70 triliun. Meski demikian, produk asuransi unitlink masih menjadi kontributor terbesar pendapatan premi asuransi jiwa dengan porsi 57,7 persen.

Berikutnya, efek tahun politik juga diperkirakan akan turut mewarnai dinamika industri asuransi, khususnya perusahaan asuransi dan reasuransi yang menjadi keluarga besar dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Bongkar pasang direksi perusahaan asuransi dan reasuransi ‘pelat merah’ sepertinya akan menjadi pemandangan yang biasa. Suasana politis sebenarnya sudah terasa di pengujung tahun 2022 dan awal 2023 ketika dua orang direktur utama dicopot sebelum periode jabatannya berakhir meski telah menorehkan progress positif selama kepemimpinannya. Belum lagi efek tahun politik yang kaitannya dengan dana kampanye.

Meski pandemi Covid-19 telah berlalu, rupanya masih ada ‘badai-badai’ lain yang bakal mempengaruhi bisnis asuransi sepanjang tahun 2023. Semoga keberadaan para eksekutif perusahaan asuransi yang profesional dan kompeten di bidangnya mampu membawa kapal mereka melalui hantaman badai dengan selamat sampai tujuan, alias mencapai target-target yang dicanangkan dalam RKAP 2023.

| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Related Posts
Prev Post Mengembalikan Citra Positif Unitlink
Next Post Transaksi Digital Banking Naik 28,35 Persen Menjadi Rp4.332,1 Triliun

Member Login

or