Bank Indonesia (BI) melakukan penyesuaian jadwal implementasi standar nasional pada teknologi chip pada kartu ATM/debit untuk mendukung kemudahan dan keamanan bertransaksi. Menurut Deputi Gubernur BI Ronald Waas, sejak dua tahun lalu, Bank Indonesia telah merevisi target implementasi standar chip pada kartu ATM/Debit sesuai Nasional Standard of Indonesia Chip Card Specification (NSICCS) menjadi selambatnya 31 Desember 2021.
Sebagaimana diatur dalam Surat Edaran BI Nomor 17/52/DKSP, implementasi ini dilakukan secara bertahap. Kata Ronald, pada 2019 teknologi chip akan diterapkan sebanyak 30 persen dari kartu debit. Kemudian 50 persen pada 2020, serta 80 persen pada awal 2021. “Pada
tanggal 1 Januari 2022 seluruh kartu ATM/debit harus menggunakan chip standar nasional. Bank Sentral memberikan waktu cukup panjang kepada bank untuk mengalihkan,” ujar Ronald Waas dalam diskusi di acara Pelatihan Wartawan Ekonomi di Kantor Perwakilan BI Semarang, 24 September 2016.
Selain pengamanan sistem melalui kartu debit berteknologi chip, BI mendorong penggunaan pin enam digit, kecuali kartu basic saving account yang masih dapat menggunakan magnetic stripe. Menurut Direktur Eksekutif Departemen Kebijakan dan Pengawasan Sistem Pembayaran BI Eny V Panggabean, penggunaan kartu chip selama ini dirasa masih paling aman. Kartu debet dengan teknologi magnetic stripe masih berpotensi untuk di-hack atau dicuri datanya.
Menurutnya, kebanyakan pembobolan itu terjadi di negara yang masih menggunakan teknologi magnetic stripe. “Teknologi chip untuk mengutamakan keamanan transaksi dari tindakan skimming. Sedangkan pin enam digit juga untuk memitigasi upaya pembobolan, atau mencegah pencurian dana jika kartu hilang. Ini adalah standar terbaik internasional,” ujar Eny dalam acara yang sama di Semarang.
Ronald menjelaskan bahwa migrasi penggunaan dari magnetic stripe ke chip pada kartu kredit sudah terlebih dahulu dilakukan, selesai pada tahun 2011. Namun migrasi kartu debit dari magnetic stripe ke penggunaan chip tidak dapat secepat kartu kredit. Pasalnya, jumlah kartu debit di Indonesia sangat besar dan biaya penerbitaan jutaan kartu debit baru oleh bank juga besar dan tidak bisa sekaligus. “Pengguna kartu debit sekarang 140 juta, kalau itu dialihkan, semua kartu harus ganti dalam dua tahun, berarti dalam setahun dicetak 70 juta dan per bulan enam juta kartu,” ujarnya.
Menurutnya upaya pengalihan kartu ATM/debit menghadapi kendala teknis, sehingga konversi dari kartu magnetic stripe ke chip tidak mudah dan perlu penyesuaian perbankan. BI memberikan waktu hingga 2021 supaya tidak memberatkan para perbankan. Jika dipaksakan dua tahun seluruh kartu menggunakan chip, dikhawatirkan menguntungkan produsen kartu dengan menetapkan biaya yang lebih mahal “Akhirnya BI berikan periode hingga 2021, seluruh kartu ATM debit harus gunakan teknologi chip,” tuturnya.
Jadwal implementasi standar nasional kartu ATM/debit tersebut dilakukan dengan pertimbangan bahwa penggunaan teknologi chip merupakan salah satu strategi kebijakan BI dalam rangka meningkatkan keamanan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu (APMK). Seiring penggunaan chip untuk kartu debit, BI juga mewajibkan seluruh mesin ATM menggunakan teknologi yang sama pada 2021. Eny Panggabean menambahkan bahwa hingga saat ini, 80 persen dari total mesin ATM telah menggunakan teknologi chip. Untuk mesin EDC (electronic data capture), sebagian besar sudah memakai teknologi chip.
Ronald Waas juga menjelaskan bahwa penggunaan teknologi chip merupakan bagian dari kebijakan untuk pemenuhan standar keamanan transaksi nontunai, meski kemungkinan kejahatan perbankan masih bisa mengintai para konsumen. Menurutnya, penggunaan teknologi chip
pada kartu debet akan meningkatkan kenyamanan dan perlindungan kepada masyarakat, karena sistem yang digunakan akan lebih aman. “Kalau menggunakan chip pasti lebih aman karena waktu diterapkan untuk kartu kredit, fraud-nya langsung turun,” jelasnya. S. Edi Santosa
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News