1
1

Only Time Will Tell: Waktu yang Mengizinkan Uang Tumbuh

Chief Marketing Officer MAMI, Eveline Haumahu. | Foto: MAMI

Media Asuransi, JAKARTA – Tahun baru, saatnya menelaah ulang rencana keuangan dan investasi. Mari tengok kinarja beberapa alternatif investasi satu tahun ke belakang. Sepanjang 2024, pasar saham Indonesia mencatatkan kinerja yang kurang memuaskan.

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) membukukan pertumbuhan negatif sekitar -2,65 persen. Di sisi obligasi, indeks BINDO mencatatkan kenaikan 4,71 persen. Terbatasnya kinerja kedua instrumen pasar modal ini menyebabkan banyak investor muda hilang kesabaran dan banting setir ke arah instrumen yang tengah ‘bersinar terang’ seperti emas.

“Sepanjang 2024, emas memang berkilau begitu menyilaukan, dengan pertumbuhan 27,22 persen setahun penuh. Serbu atau jangan,” kata Chief Marketing Officer PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI), Eveline Haumahu, dalam keterangan resmi yang dikutip Kamis, 23 Januari 2025

|Baca juga: 6 Saham Layak Diborong Investor saat IHSG Uji Level 7.200

Dia tambahkan, ketika berinvestasi tentunya kita ingin alternatif yang memberikan kinerja baik dalam jangka panjang, bukan hanya setahun saja. Oleh karena itu, dia mengajak untuk meneropong jauh ke periode yang lebih panjang.

Dalam lima tahun terakhir, secara rata-rata per tahun, saham memberikan kinerja 2,50 persen, sementara naik obligasi 7,29 persen, dan emas 11,58 persen per tahun. Sementara dalam periode 10 tahun, secara rata-rata per tahun, saham tumbuh 3,15 persen, naik obligasi 8,21 persen, dan emas meningkat 8,28 persen per tahun. Sedangkan untuk periode lebih panjang lagi yaitu 15 tahun terakhir, secara rata-rata per tahun saham naik 7,13 persen, obligasi meningkat 8,95 persen dan emas hanya naik 5,98 persen.

Menurut Eeline, di beberapa periode emas memang terlihat memikat, tetapi bukan tanpa kekurangan. Kinerja setahun emas untuk 2024 adalah naik 27,22 persen, sementara untuk 2023 meningkat 13,10 persen. Tetapi emas pernah membuat investornya ‘menangis’ di beberapa tahun terakhir, yaitu turun (-) 3,64 persen di 2021, turun (-) 10,41 di 2015, bahkan anjlok (-) 28,28 di tahun 2013.

|Baca juga; Emas Dibuka Melemah Tipis Dipicu Data Ekonomi AS

Dalam 15 tahun terakhir, pertumbuhan tahunan terendah saham adalah pada tahun 2015 sebesar (-) 12,10 persen. Sementara itu obligasi pada 2013 turun sebesar (-) 7,10 persen. Masih lebih baik daripada rekor terendah emas.

“Dari informasi ini kita dapat menyimpulkan bahwa sama seperti saham dan obligasi, emas bukanlah instrumen ‘kebal peluru’ seperti yang kerap diiklankan oleh tetua-tetua di keluarga kita,” jelas Eveline.

Dia mengingatkan bahwa investasi adalah ‘kendaraan’ kita untuk mencapai pertumbuhan uang dalam perjalanan waktu yang jauh lebih panjang daripada hanya satu tahun. Tujuan yang ingin kita capai dapat berupa dana pendidikan untuk anak kita dalam sepuluh tahun ke depan, rencana melanjutkan pendidikan ke jenjang S2 dalam lima tahun, atau bahkan persiapan pensiun dalam dua puluh tahun mendatang.

Oleh karena itu, saat mempertimbangkan potensi imbal hasil dari alternatif investasi dan risiko fluktuasinya, kita sebaiknya fokus pada kinerja jangka panjang, bukan keuntungan jangka pendek. Kinerja jangka panjang dari suatu instrumen investasi memberikan banyak informasi tentang karakter instrumen tersebut.

|Baca juga: 8 Tips Menabung Emas

“Mengacu pada kinerja jangka panjang tentunya lebih baik dibanding memandang kinerja jangka sangat pendek, lalu dibutakan oleh keuntungan sesaat, atau justru dibuat ciut oleh rugi sesaat,” tuturnya.

Menurut Eveline, sebuah alternatif lain yang memadukan beragam potensi saham, obligasi dan likuiditas dari deposito, dengan strategi diversifikasi yang baik dan pengelolaan aktif setiap hari, adalah reksa dana. Reksa dana yang dikelola oleh manajer investasi terdiri dari puluhan saham dan obligasi berkualitas, sehingga berpotensi memberikan laba yang lebih optimal dan risiko fluktuasi yang lebih rendah dibandingkan investasi langsung di saham atau obligasi.

“Reksa dana sudah ada di Indonesia sejak puluhan tahun lalu, dan telah menjadi pilihan lebih dari 14 juta investor Indonesia untuk menjaga dan menumbuhkan asetnya,” katanya.

Dia tambahkan, menyesuaikan dengan tujuan investasi masing-masing investor, kita dapat memilih reksa dana yang paling agresif seperti reksa dana saham atau campuran untuk tujuan jangka panjang. Kemudian reksa dana moderat seperti reksa dana obligasi untuk tujuan jangka menengah. Sedang reksa dana konservatif seperti reksa dana pasar uang untuk tujuan yang harus tercapai dalam 2-3 tahun.

“Jadi mana yang Anda pilih: saham, obligasi, emas atau reksa dana? Selamat berinvestasi,” kata Eveline Haumahu.

Editor: S. Edi Santosa

 

| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Related Posts
Prev Post Waduh! Kenaikan Gaji Lembaga Keuangan di Asia Tumbuh Lambat di 2025
Next Post ITOCHU Corporation Akuisisi 20% Saham Thaivivat Insurance

Member Login

or