Bank Sentral Amerika Serikat (AS), Federal Reserve (The Fed), akhirnya mengumumkan kenaikan suku bunga acuan sebesar 0,25 persen. Dengan demikian, suku bunga acuan AS kini berada di kisaran 0,50-0,75 persen. Ini merupakan kali kedua suku bunga AS naik dalam satu dekade terakhir, sebelumnya suku bunga naik pada Desember 2015. “Pertumbuhan ekonomi sudah naik cukup tinggi dimulai sejak pertengahan tahun,” kata Gubernur The Fed Janet Yellen saat menyampaikan alasan di balik keputusan tersebut, Kamis, 15 Desember 2016 waktu Indonesia.
Yellen menyampaikan bahwa pihaknya meyakini perekonomian akan terus membaik di masa depan, sehingga The Fed cukup percaya diri untuk menaikkan suku bunga acuan pada Desember ini. Naiknya suku bunga ini juga diharapkan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dan mengurangi pengangguran. Namun sejumlah analis menyatakan bahwa naiknya suku bunga ini akan mempengaruhi jutaan rakyat AS, termasuk saat membeli rumah, menabung, dan keuntungan investasi.
Para investor di pasar modal AS langsung bereaksi menyusul pengumuman The Fed ini. Pasar saham Wall Street turun cukup dalam pasca pengumuman naiknya tingkat suku bunga tersebut. Bahkan The Fed Naikkan Bunga BEI Terkena Imbasnya disebut-sebut sebagai pelemahan bursa yang terburuk dalam dua bulan terakhir. Investor juga mulai melepas saham-saham setelah naik tinggi dalam satu bulan terakhir. Saham-saham energi jatuh cukup dalam gara-gara penurunan tajam di harga minyak dunia. “Kebijakan The Fed berniat mendorong pertumbuhan ekonomi, pasar pasti akan bereaksi,” kata Brian Jacobsen, Kepala Strategi Portofolio dari Wells Fargo Funds Management di Menomonee Falls, Wisconsin, seperti dikutip Reuters, 15 Desember 2016.
Para pelaku pasar sudah mengantisipasi rencana The Fed ini dengan memborong saham-saham dalam satu bulan terakhir. Wall Street pun beberapa kali sempat mencapai rekor tertinggi. Pada penutupan perdagangan Rabu, 14 Desember 2016 waktu setempat, Indeks Dow Jones turun 118,68 poin (0,6 persen) ke level 19.792,53, Indeks S&P 500 kehilangan 18,44 poin (0,81 persen) ke level 2.253,28 dan Indeks Komposit Nasdaq berkurang 27,16 poin (0,5 persen) ke level 5.436,67.
Kondisi Bursa Efek Indonesia (BEI) juga serupa. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada perdagangan tanggal 15 Desember 2016 ditutup melemah pada hari itu. Pada perdagangan sesi I, IHSG ditutup melemah 6,372 poin (0,12 persen) ke 5.256,445. Indeks LQ45 ditutup turun 2,043 poin (0,23 persen) ke 880.694. Sedang di akhir perdagangan sesi II, IHSG ditutup berkurang 8,455 poin (0,16 persen) ke 5.254,362. Indeks LQ45 ditutup melemah 2,050 poin (0,23 persen) ke 880.687.
Delapan sektor melemah, sementara dua sektor lainnya menguat. Sektor industri dasar memimpin pelemahan indeks sebesar 0,86 persen. Sementara sektor agrikultur mencatatkan penguatan tertinggi sebesar 0,82 persen. Sebanyak 114 saham naik, 168 saham turun, dan 120 saham stagnan. Frekuensi saham ditransaksikan sebanyak 248.577 kali dengan total volume perdagangan sebanyak 10,647 miliar saham senilai Rp 8,124 triliun. Sementara itu dana asing keluar tercatat Rp632,737 miliar pada hari itu.
Dalam catatan BEI, di sepanjang pekan kedua Desember 2016, investor asing ini mencatatkan penjualan bersih dengan nilai Rp2,43 triliun. Dalam keterangan tertulis Kepala Divisi Komunikasi BEI Yulianto Aji Sadono disebutkan bahwa secara tahunan, aliran dana investor asing di bursa masih tercatat beli bersih sebesar Rp14,64 triliun.
Rata-rata nilai transaksi harian perdagangan saham di BEI sepanjang pekan kedua Desember itu naik 23,86 persen dari Rp7,21 triliun pada pekan sebelumnya menjadi Rp8,93 triliun. Kenaikan juga terjadi pada rata-rata volume transaksi harian BEI selama periode 13 hingga 16 Desember 2016, yakni naik 11,37 persen, dari 11,17 miliar unit saham di pekan lalu menjadi 12,44 miliar unit saham. Sementara itu rata-rata frekuensi transaksi harian di sepanjang pekan kedua Desember ini mengalami penurunan 9,83 persen, dari 294,35 ribu kali transaksi sepekan sebelumnya menjadi 265,42 ribu kali transaksi.
Walau terpukul kenaikan suku bunga acuan The Fed di pertengahan Desember, tetap ada pihak yang optimistis bahwa di tahun depan IHSG akan tembus level 6.000-an. Kenaikan yang cukup tinggi jika dibandingkan dengan level IHSG di pertengahan Desember 2016 di kisaran 5.265. “Target IHSG 6.000 sampai 6.200 itu kita lihat 2017 adalah tahun recovery. Jadi support-nya adalah pertumbuhan ekonomi lebih tinggi dari 2016. Tahun 2017 ekspektasinya pertumbuhan ekonomi mencapai 5,2 persen ekonomi naik dari lima persen di 2016,” kata Direktur Investasi Manulife Asset Management Indonesia Alvin Pattisahusiwa, dalam Market Review & Market Outlook 2017 di Jakarta, 7 Desember 2016. S. Edi Santosa
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
