Media Asuransi, JAKARTA – Bank Indonesia (BI) resmi memangkas suku bunga acuan atau BI Rate sebesar 25 basis poin menjadi 5,50 persen dalam Rapat Dewan Gubernur pada Rabu, 21 Mei 2025. Pemangkasan ini menjadi angin segar untuk instrumen obligasi.
Head of IPOT Fund & Bond Dody Mardiansyah menjelaskan saat suku bunga turun, nilai obligasi yang telah diterbitkan dan diperdagangkan di pasar sekunder secara alami akan cenderung mengalami kenaikan harga. Penurunan suku bunga menciptakan peluang menarik di pasar obligasi, khususnya bagi investor yang sebelumnya menempatkan dananya di deposito.
|Baca juga: Warga RI Kini Sudah Bisa Gunakan QRIS di Jepang Mulai Agustus 2025, China dan Korsel Menyusul
|Baca juga: BI: Pasar Keuangan Merespons Positif
“Obligasi yang telah diterbitkan dan masih beredar di pasar sekunder umumnya menawarkan tingkat kupon tetap yang lebih tinggi dibandingkan dengan obligasi baru yang akan terbit di tengah tren suku bunga yang menurun,” ujar Dody, dalam keterangannya dikutip Jumat, 23 Mei 2025.
“Ketika suku bunga turun, harga obligasi lama akan naik karena investor bersedia membayar lebih mahal untuk mendapatkan imbal hasil yang lebih tinggi dari kupon tetap tersebut. Hal ini terjadi sebagai bentuk penyesuaian pasar agar imbal hasil obligasi lama selaras dengan suku bunga acuan yang baru,” tambah Dody.
Ia menambahkan kondisi tersebut menjadi momentum strategis bagi investor deposito untuk beralih ke obligasi, karena bunga deposito yang cenderung turun mengikuti BI Rate membuat banyak investor mulai melirik instrumen yang menawarkan potensi imbal hasil lebih tinggi seperti obligasi.
|Baca juga: Bos BTN: Pengembangan Digital Disesuaikan dengan Kondisi Geografis Indonesia
|Baca juga: Update Terbaru AJB Bumiputera, Klaim yang Sudah Dibayar Sebesar Rp542,2 Miliar
“Permintaan meningkat, harga obligasi naik, dan investor bisa menikmati capital gain selain kupon yang tetap,” ujarnya.
Dody mencontohkan obligasi pemerintah FR0096 di IPOT Bond yang akan jatuh tempo pada 2033 dengan kupon 7,00 persen. Saat ini suku bunga berada di angka 5,75 persen, artinya mempunyai selisih 1,25 persen atau 125 basis poin.
“Jika suku bunga diturunkan 25 bps atau 0,25 persen ke 5,50 persen maka selisih akan melebar menjadi 150 bps. Hal ini membuat FR0096 jauh lebih menarik, dan membuat permintaan naik yang akhirnya berimbas pada harga obligasinya yang akan naik juga,” terangnya.
Penurunan suku bunga ini dinilai sebagai sinyal yang sangat positif bagi pasar keuangan. Ia menyampaikan penurunan tersebut mengindikasikan adanya ruang untuk pertumbuhan ekonomi yang lebih kuat, dan obligasi, sebagai instrumen pendapatan tetap, akan memainkan peran krusial dalam portofolio investasi di kondisi tersebut.
|Baca juga: Bos OJK Bawa Kabar Buruk: Kondisi Perang Dagang akan Jalan Terus!
|Baca juga: Usai Dipangkas ke 5,50%, BNI Ramal BI Rate Bisa Turun Lagi, Ini Syaratnya!
“Saat suku bunga dipangkas merupakan waktu yang tepat bagi investor untuk lebih aktif dalam memanfaatkan potensi pasar obligasi dalam jangka menengah hingga panjang,” pungkas Dody.
Editor: Angga Bratadharma
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News