1
1

Teknologi Jadi Andalan Asuransi Jepang Hadapi Risiko Bencana Alam

Ilustrasi. | Foto: Insurance Asia/MR SOCCER from Shutterstock

Media Asuransi, GLOBAL – Industri asuransi di Jepang kini gencar memanfaatkan teknologi untuk menghadapi tantangan risiko bencana alam yang terus meningkat. Meningkatnya suku bunga diperkirakan mengurangi minat masyarakat untuk memiliki asuransi umum, yang akhirnya bisa memperlebar kesenjangan perlindungan di negara tersebut.

|Baca juga: BI Siapkan 3 Strategi untuk Hadirkan Layanan yang Lebih Baik

|Baca juga: OJK Optimistis Kredit ke UMKM akan Tumbuh

Direktur dan Kepala Underwriting Properti untuk Asia-Pasifik di Swiss Re Asia Andy Tran mengatakan kualitas data rinci penting untuk inovasi harga dan produk. “Kami berinvestasi dalam alat seperti pemetaan bahaya dan penilaian kerusakan cepat untuk memberikan wawasan tepat waktu kepada klien,” ungkapnya, dikutip dari Insurance Asia, Jumat, 15 November 2024.

|Baca juga: DPLK AXA Mandiri Jalin  Kerja Sama dengan KAI dan Sambu Group.

|Baca juga: Memilih Berinvestasi pada Reksa Dana dengan Fitur Dividen

Bencana seperti gempa berkekuatan 7,1 skala Richter di Kyushu yang melukai 16 orang, dan Topan Shanshan yang menewaskan enam orang pada Agustus lalu, menyoroti lemahnya kesiapan Jepang dalam menghadapi bencana. Tran menyebutkan peringatan terbaru Pemerintah Jepang tentang potensi gempa besar menjadi pengingat penting untuk meningkatkan model risiko.

“Sebagian perusahaan asuransi Jepang bahkan mulai mengurangi kapasitas perlindungan mereka untuk risiko bencana alam, terutama untuk risiko banjir,” kata Kepala Risiko Komersial untuk Jepang di Aon Plc Shinichi Kandatsu.

Langkah ini menunjukkan betapa pentingnya upaya pencegahan melalui teknologi. Namun, di wilayah pedesaan, ketergantungan Jepang pada sistem tradisional masih menjadi kendala dalam pengumpulan data secara real-time.

|Baca juga: Bosowa Asuransi Bersama STMA Trisakti Mengadakan Kegiatan Literasi Asuransi untuk Pelajar SMA

|Baca juga: Volume Transaksi QRIS Bank Muamalat Naik 148% pada Kuartal III/2024

Tantangan ini membuat integrasi data lebih sulit, sehingga penerapan solusi digital secara menyeluruh di sektor asuransi pun terhambat. “Jepang sangat inovatif, namun ada aspek tradisional yang memperumit pengumpulan data,” jelas CEO Gallagher Re Jepang George Sherriff.

Kandatsu menambahkan perusahaan Jepang masih tertinggal dari perusahaan Barat dalam memanfaatkan solusi berbasis data untuk mengatasi risiko seperti bencana alam, gangguan rantai pasokan, dan insiden siber.

Ia mencatat pasar asuransi di Jepang kini semakin kompetitif sehingga mendorong pelaku industri untuk meningkatkan profitabilitas melalui regulasi dan dorongan industri. Mulai 2025, Pemerintah Jepang akan menerapkan Economic Solvency Ratio (ESR) untuk mengukur kesehatan keuangan perusahaan asuransi dalam jangka panjang.

|Baca juga: TASPEN Serahkan Manfaat Pensiun dan Tabungan Hari Tua untuk Para Menteri Jokowi

|Baca juga: Hanwha Life Hadirkan Penjualan Asuransi Digital di MyVitamine.co.id

“Fokus pada kesehatan finansial ini akan mendorong perusahaan asuransi untuk lebih baik menyelaraskan praktik underwriting dengan manajemen risiko,” pungkas Direktur Fitch Ratings Teruki Morinaga.

Editor: Angga Bratadharma

| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Related Posts
Prev Post OJK Izinkan Perubahan Nama PT Aon Indonesia Menjadi PT Aon Indonesia Insurance Brokers
Next Post Laba Citi Indonesia Meningkat Selama Sembilan Bulan Pertama 2024

Member Login

or