1
1

Membangun Literasi Asuransi dengan Edukasi dan Aksi

Budi Sartono Soetiardjo Pemerhati Publik & Asuransi. | Foto: doc

Oleh: Budi Sartono Soetiardjo

 

Makna atau pengertian umum tentang literasi adalah kemampuan seseorang dalam mengolah dan memahami informasi saat membaca dan menulis, serta memahami  apa makna yang tersirat di baliknya.

Sedangkan menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia-red.), arti literasi adalah kemampuam menulis dan membaca ataupun pengetahuan serta ketrampilan, maupun kemampuan seseorang dalam mengolah informasi serta ketrampilan untuk kecakapan hidup.

Bahasa sederhana literasi adalah ‘melek’, yakni bahwa orang paham betul apa yang terkandung dalam suatu informasi. Literasi tak sebatas narasi, namun ada pemahaman yang mendasar terhadap suatu informasi.

Literasi, saat ini menjadi kata sangat populer yang sering kita dengar dan diucapkan oleh banyak kalangan dalam membicarakan suatu isu yang tengah viral dan menjadi perbincangan masyarakat, seperti, literasi digital, literasi keuangan, literasi syariah, literasi AI (kecerdasan buatan), literasi EBT (Energi,  Baru, dan Terbarukan), literasi bencana dan lain-lain, dan tentu saja literasi tentang asuransi.

Literasi publik tentang asuransi secara statistik barangkali sudah mulai meningkat. Salah satunya ditunjukkan oleh meningkatnya perolehan premi perusahaan asuransi serta preferensi masyarakat dalam membeli polis asuransi.

Namun di balik keberhasilan tersebut, ada beberapa hal, atau kalau boleh saya sebut sebagai ‘kredit minus’ industri asuransi yang hingga saat ini belum tertuntaskan, yakni soal gagal bayar beberapa perusahaan asuransi bermasalah.

Literasi asuransi yang tengah dirintis oleh industri seolah memperoleh perlawanan, atau, timbul semacam ‘deliterasi asuransi’, lantaran banyaknya kasus gagal bayar yang tidak atau belum diselesaikan dengan baik oleh perusahaan asuransi. Masyarakat belum merasakan manfaat nyata keberadaan asuransi, kecuali sekadar menjalankan kewajiban membayar premi asuransi, yang ujungnya adalah kekecewaan.

Selain itu, upaya melakukan peningkatan literasi asuransi kepada masyarakat belum dilakukan secara komprehensif dan integratif. Perusahaan asuransi belum melakukan upaya ‘jemput bola’ ketika para nasabahnya mengalami kesulitan untuk mendapatkan haknya. Misalnya, dengan menyediakan posko-posko pengaduan atau gugatan di ruang-ruang publik melalui media maupun lewat lembaga-lembaga terkait di lingkungan internal industri asuransi.

Peningkatan SDM industri asuransi melalui berbagai seminar, workshop, pelatihan hingga pendidikan profesi secara progresif, harus diimbangi pula dengan upaya atau usaha nyata yang mampu menyentuh langsung kepentingan nasabah, pemegang polis, atau tertanggung. Edukasi atau sosialisasi asuransi kepada publik atau masyarakat harus dilakukan dengan menggunakan berbagai pendekatan, tak hanya berbentuk publikasi formal (iklan, promo) dan selebrasi (Hari Asuransi) dan semacamnya.

Upaya seperti Insurance goes to Campus, yakni membangun jalinan kerja sama antara perusahaan asuransi dan beberapa kampus perguruan tinggi, tampaknya belum massif dilakukan, dan terkesan sporadis, yang belum dilakukan secara vertikal antarkelembagaan di tingkat pengambil kebijakan (pusat).

Literasi asuransi harus dibangun sejak usia dini, melalui edukasi sederhana, dengan contoh-contoh nyata yang mudah dirasakan dan dipahami. Membumikan asuransi tak dapat instan ketika hanya pada saat perusahaan asuransi merasa ‘butuh’ masyarakat.

Literasi asuransi menurut hemat saya, harus menjadi bagian dari mitigasi risiko kehidupan masyarakat. Asuransi adalah jaring pengaman ekonomi rakyat ketika musibah atau bencana datang tak terduga dan tiba-tiba, menerpa individu-individu masyarakat.

Memasukkan muatan materi asuransi ke dalam kurikulum pendidikan formal (sekolah maupun perguruan tinggi), tidak sulit dilakukan, namun harus dibarengi dengan penekanan pada azas manfaat yang bisa dipetik dan dirasakan oleh anak didik pada khususnya, serta masyarakat luas pada umumnya.

Banyak hal dapat dilakukan industri asuransi dalam upayanya untuk meningkatkan literasi asuransi masyarakat melalui berbagai aksi dan bukti kemanfaatan.

Tinggi atau rendahnya literasi asuransi masyarakat sebenarnya tidak sulit untuk diukur. Mengukurnya cukup sederhana, yakni bagaimana dan sejauh mana apresiasi masyarakat terhadap keberadaan industri ini setelah mereka merasakan manfaat dan kegunaan berasuransi.

Penulis adalah: Pemerhati Publik dan Asuransi Pengurus A3UI Jawa Barat.

 

| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Related Posts
Prev Post Peringkat MNC Kapital Indonesia Ditegaskan idBBB+ Outlook Stabil
Next Post PLN Resmikan 21 Unit Green Hydrogen Plant
mediaasuransi_pd_728x90_std_hsbc mediaasuransi_pd_300x600_std_hsbc mediaasuransi_pd_300x250_std_hsbc mediaasuransi_pd_320x100_std_hsbc mediaasuransi_pd_320x50_std_hsbc mediaasuransi_pd_320x480_std_hsbc

Member Login

or