1
1

DBS Group Research Ramal BI Bergerak Bertahap dengan Memantau Suku Bunga AS

Senior Economist DBS Bank Radhika Rao. | Foto: Bank DBS Indonesia

Media Asuransi, JAKARTA – Senior Economist DBS Bank Radhika Rao menyebutkan tingkat inflasi tercatat mengalami penurunan dan terdapat pertumbuhan moderat pada paruh kedua 2024. Dalam kaitannya itu, DBS Group Research memperkirakan Bank Indonesia (BI) akan bergerak secara bertahap.

“Dengan memperhatikan pergerakan nilai tukar rupiah dan suku bunga Federal Reserve,” kata Radhika, dalam Group Interview 2025 Economic Outlook bersama Bank DBS Indonesia, di Jakarta, Kamis, 12 Desember 2024.

|Baca juga: Direktur Kredit dan Risiko Bank Maspion (BMAS) Mengundurkan Diri

|Baca juga: Asuransi Digital Bersama akan Lepas 12,03% Lembar Saham Saat IPO

Ia menambahkan prospek dolar Amerika Serikat, kebijakan Pemerintah Amerika Serikat (AS) yang baru, dan risk appetite akan berpengaruh terhadap rupiah. “DBS Group Research memperkirakan pelemahan mata uang dalam jangka pendek, sebelum pulih pada paruh kedua 2025,” ucap Radhika.

Di sisi lain, masih kata Radhika, selama masa jabatan pertama Donald Trump, ia tidak menargetkan Indonesia dengan tarif yang besar. Indonesia hanya menyumbang rata-rata 1,5 persen dari total defisit Amerika selama masa jabatan pertamanya, yang meningkat sedikit menjadi 1,7 persen selama masa jabatan Joe Biden.

“Dalam 10 bulan pertama di 2024, Indonesia berada di peringkat ke-23 sebagai penyumbang defisit perdagangan terbesar bagi Amerika,” ucapnya.

Namun demikian, tambahnya, pengalaman Indonesia dengan tinjauan Generalized System of Preferences (GSP) selama masa jabatan pertama Trump memperingatkan agar tidak terlalu optimistis terhadap pendekatan transaksionalnya terhadap perdagangan dan diplomasi.

|Baca juga: Abdul Ghofar Sah Jadi Preskom Tugu Insurance (TUGU)

|Baca juga: Pasar Asuransi Siber Global Diperkirakan Tembus US$97,3 Miliar di 2032

Terlepas dari upaya meningkatkan akses pasar untuk produk pertanian dan farmasi AS, lanjutnya, Indonesia tidak dapat mencegah Donald Trump untuk mengizinkan program GSP berakhir secara global pada Oktober 2020. Secara efektif, Indonesia kehilangan akses bebas bea untuk sekitar 13 persen dari total ekspornya ke AS.

“Pengalaman GSP memberikan pelajaran penting tentang ketergantungan yang berlebihan pada ekonomi tradisional Barat,” pungkasnya.

Editor: Angga Bratadharma

| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Related Posts
Prev Post 6 Rekomendasi Saham Wajib Dipantau Demi Mempertebal Kocek
Next Post Wow! Merger XL Axiata (EXCL) dan Smartfren (FREN) Bernilai Rp104 Triliun

Member Login

or