Media Asuransi, JAKARTA – Tak ditampik masih cukup banyak masyarakat yang memiliki miskonsepsi antara asuransi tradisional dan asuransi berbasis unitlink secara umum. Kondisi ini yang akhirnya juga berdampak terhadap perlunya sejumlah upaya yang lebih keras untuk meningkatkan kesadaran pentingnya mempunyai perlindungan diri dan edukasi tentang asuransi.
“Asuransi tradisional melindungi salah satu risiko hidup seperti meninggal dunia atau sakit. Premi yang dibayarkan pun hanya untuk biaya asuransi tanpa ada potensi hasil investasi,” kata Head of Investment Communication & Fund Development Allianz Life Indonesia Meta Lakhsmi, Rabu, 7 Agustus 2024.
Sedangkan asuransi tradisional memiliki perbedaan karakter dengan unitlink. Tidak dipungkiri, produk unitlink juga sering mengalami miskonsepsi di tengah masyarakat. Salah satu yang sering menjadi keluhan nasabah terkait produk unitlink adalah ketika nilai tunai atau manfaat investasi yang dimiliki mengalami penurunan sehingga merasa rugi.
Padahal nilai tunai dipengaruhi oleh kinerja pasar dan harus dilihat secara jangka panjang. Selain itu, beberapa miskonsepsi umum mengenai asuransi unitlink seperti anggapan premi yang dibayarkan hanya untuk investasi sehingga dapat memberikan hasil investasi besar dalam waktu singkat.
|Baca juga: Bank DKI Tambah Layanan Pembayaran Pajak di 12 Gerai Samsat di Jakarta
Patut diketahui, premi yang dibayarkan tidak seluruhnya digunakan untuk investasi, dan nilai tunai didapat dari hasil investasi, bukan semata-mata dari jumlah premi yang dibayarkan. Adanya miskonsepsi ini menyebabkan nasabah memiliki ekspektasi yang berbeda dengan manfaat dan perlindungan yang didapatkan.
“Penting untuk dipahami bahwa manfaat utama asuransi unitlink adalah perlindungan jangka panjang,” jelas Meta, dalam workshop media bertema ‘Health Insurance 101: Pilih Standalone atau Unit Link Rider?‘.
Sebagai informasi, tersedia dua jenis asuransi kesehatan yang umum dikenal yaitu asuransi kesehatan tradisional (standalone) dan yang tergabung sebagai manfaat tambahan dalam unitlink atau yang lebih dikenal sebagai rider.
Pilih dan sesuaikan dengan kebutuhan
Apabila masih benar-benar bingung mau memilih antara asuransi tradisional atau unitlink maka jawabannya adalah pilih dan sesuaikan dengan kebutuhan masing-masing individu. Hal itu termasuk untuk memilih produk asuransi kesehatan. Masyarakat perlu memahami terlebih dahulu apa kebutuhan perlindungan diri baru bandingkan berbagai produk yang ada di pasar.
“Pilih dan sesuaikan asuransi kesehatan dengan kebutuhan masing-masing individu. Sebelum pembelian produk asuransi kesehatan, sebaiknya pahami terlebih dahulu kebutuhan proteksi dan bandingkan berbagai produk asuransi kesehatan sambil memperhatikan rekam jejak perusahaan asuransi,” kata Country Chief Product Officer Allianz Life Indonesia Himawan Purnama.
Jika masih bingung maka lebih jelasnya asuransi kesehatan tradisional hanya fokus pada perlindungan kesehatan. Sedangkan rider atau manfaat tambahan di asuransi kesehatan pada unitlink bisa ditambahkan berbagai perlindungan lain, seperti penyakit kritis, payor, kecelakaan, cacat tetap, serta manfaat lainnya sesuai kebutuhan.
|Baca juga: Tugure Selenggarakan Tugure Turnamen Golf dan Charity
Sedangkan mengenai premi, pada umumnya premi awal asuransi kesehatan tradisional bisa saja lebih murah, tetapi kenaikan setiap tahunnya bisa lebih cepat. Karakteristik premi di asuransi kesehatan tradisional ini berbeda dengan asuransi kesehatan unitlink yang memiliki tambahan unsur investasi.
“Untuk asuransi kesehatan tradisional memang lebih disarankan bagi mereka yang masih muda atau para first jobber karena premi awal yang lebih terjangkau namun tetap mendapatkan manfaat proteksi. Sementara asuransi kesehatan unitlink lebih cocok bagi mereka yang lebih mapan dan membutuhkan proteksi lebih lengkap sesuai fase kehidupan mereka,” ungkapnya.
Bagian penting dalam perjalanan hidup
Lebih lanjut, masyarakat terutama para generasi muda harus mengetahui dan memahami bahwa memiliki produk asuransi bukan semata-mata demi proteksi kesehatan melainkan juga bagian penting dalam perjalanan hidup terkait perencanaan keuangan. Melalui asuransi, seseorang bisa memastikan untuk memitigasi risiko yang bisa timbul kapan saja dan di mana saja.
“Dengan memprioritaskan asuransi, kita dapat memastikan kita siap menghadapi risiko finansial yang mungkin timbul kelak. Hal ini sejalan dengan tujuan Allianz untuk melindungi masa depan masyarakat Indonesia,” kata Himawan.
Jika ditelisik lebih dalam, generasi muda di Indonesia memang semakin memiliki kesadaran untuk mengelola keuangan, khususnya investasi. Berdasarkan data Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), terdapat 13,07 juta investor di pasar modal Indonesia per semester I 2024, dengan 55,38 persen adalah generasi milenial dan generasi Z yang berusia di bawah 30 tahun.
Namun para anak muda perlu memahami bahwa sebelum berinvestasi ada hal yang perlu dipersiapkan terlebih dahulu yakni dana darurat dan asuransi, terutama asuransi kesehatan. Karena ketika terjadi risiko sakit, biaya yang akan dikeluarkan dapat mengganggu rencana keuangan yang telah dimiliki.
Menurut survei yang dilakukan IDN Research Institute dalam Indonesia Gen-Z Report 2024, sebanyak 26 persen responden Gen-Z belum menyiapkan dana darurat sama sekali dan sebanyak 23 persen responden tidak mengalokasikan pendapatannya untuk asuransi dan biaya kesehatan.
|Baca juga: Moody’s Prediksi Kerugian Badai Debby Masuk Retensi Asuransi Utama
Meta menyebutkan generasi muda saat ini semakin sadar akan pentingnya investasi. Namun, jika melihat dari piramida finansial, dua hal mendasar yang sebenarnya perlu diutamakan adalah dana darurat dan asuransi. Kedua hal ini yang seringkali kurang diperhatikan.
“Tanpa perlindungan asuransi yang memadai, masalah kesehatan bisa saja menyebabkan beban keuangan yang besar karena biaya pengobatan,” tegasnya.
Inflasi medis
Memiliki produk asuransi kesehatan tak ditampik juga bisa menjadi sekoci penyelamat saat inflasi medis melonjak. Survei Willis Tower Watson mengatakan inflasi biaya medis global pada 2023 mengalami peningkatan dari 7,4 persen menjadi 10,7 persen. Adapun kenaikan biaya perawatan medis kini tengah menjadi perhatian banyak pihak.
Di Indonesia, inflasi medis mencapai 11,5 persen dan akan meningkat lagi hingga 12,74 persen pada 2024. Kenaikan biaya medis di Indonesia sebetulnya telah meningkat semenjak pandemi covid-19. Meningkat hingga 13,6 persen dalam laporan Health Trend 2023 dari Mercer Marsh Benefits (MMB).
Kenaikan biaya medis ikut meresahkan masyarakat. Hal ini mengingat biaya perawatan kesehatan sebelum terjadi inflasi telah menjadi beban finansial mereka. Risiko sakit tidak dapat ditebak kapan akan terjadi. Demikian pula dengan besaran biaya pengobatannya. Apalagi, jika didiagnosa penyakit kritis, tentunya akan membutuhkan biaya yang sangat besar.
Selain memiliki produk asuransi kesehatan, masyarakat juga diminta meminimalisir risiko menanggung biaya kesehatan dengan disiplin perencanaan keuangan. Dengan perencanaan keuangan, ada kemungkinan bisa menganggarkan pos biaya kesehatan sehingga bila ada anggota keluarga terserang penyakit ringan dan butuh pengobatan sederhana dapat segera ditangani.
Sebagai financial consultant, Donna Agnesia menyarankan agar saat menerima gaji, bonus, atau pendapatan lain, jangan langsung gesek untuk belanja. Akan tetapi sisihkan setidaknya 50 persen hingga 70 persen untuk kebutuhan pokok termasuk cicilan, utang, dan asuransi kesehatan. Kemudian sekitar 10 persen untuk dana darurat.
|Baca juga: Memberantas Judi Online dengan Teknologi dan Edukasi, Memangnya Bisa?
Jika penghasilan bertambah atau risiko dirasa cenderung meningkat maka persentase pos dana darurat dapat ditambah. Pos dana darurat berguna sebagai perlindungan jangka pendek untuk hadapi kejadian tidak terduga, seperti jika terjadi risiko pekerjaan yang memengaruhi penghasilan, perbaikan rumah mendesak, atau terjadi kecelakaan dan kondisi darurat lainnya.
Lebih lanjut, Donna mengingatkan untuk memasukkan asuransi kesehatan dalam perencanaan keuangan karena jika hanya mengandalkan dana darurat untuk rawat medis akan mengurangi saldo pos dana darurat. Perawatan medis akan butuh dana lebih dan cenderung tidak dapat diperkirakan.
“Inflasi medis sudah pasti akan terus naik, dan kondisi alam yang semakin berubah ikut memengaruhi kondisi kesehatan atau kita menjadi lebih mudah sakit,” ucap Donna.
Cakupan manfaat proteksi yang lebih luas
Financial Advisor Andhika Diskartes menambahkan banyak dari masyarakat Indonesia kini memilih produk asuransi kesehatan termasuk dari perusahaan swasta untuk mendapat cakupan manfaat proteksi yang lebih luas dan variatif.
Apalagi, tambahnya, asuransi kesehatan merupakan salah satu pilar utama dalam perencanaan keuangan yang sehat sehingga berpotensi memberi nilai lebih bagi kesejahteraan masyarakat. Perlu dipahami perencanaan keuangan yang sehat bukan sebatas cerdas mengatur pemasukan, pengeluaran, dan tabungan dengan seksama.
“Tetapi juga mempertimbangkan banyak faktor yang dapat memengaruhi ketahanan ekonomi seseorang dalam menghadapi berbagai tantangan, termasuk inflasi yang cenderung naik setiap tahunnya,” ucapnya.
Inflasi berarti kenaikan harga barang dan jasa secara umum dalam jangka waktu tertentu yang memicu lemahnya daya beli konsumen. Kondisi ini lazim terjadi di seluruh industri dan faktornya beragam, mulai meningkatnya permintaan konsumsi publik, besarnya jumlah penawaran akibat kenaikan biaya produksi, hingga ekspektasi lonjakan ekonomi jelang momen besar.
|Baca juga: Apa Itu Premi dan Klaim di dalam Industri Asuransi? Simak di Bawah Ini!
Hal itu, lanjutya, juga bisa terjadi pada industri kesehatan. Risiko inflasi dapat terjadi karena serangkaian faktor, seperti naiknya harga bahan baku obat-obatan, beban tenaga kerja kesehatan yang meningkat, serta kemajuan teknologi kesehatan yang mendorong naiknya permintaan pengobatan pasien.
“Kondisi itu yang mendorong biaya perawatan kesehatan di Indonesia saat ini terus meningkat dari tahun ke tahun,” jelas Andhika.
Lebih lanjut, dari sudut pandang perencanaan keuangan, asuransi kesehatan adalah investasi penting yang melindungi pemilik polisnya dari risiko biaya medis yang tidak terduga. Untuk itu, pastikan memilih asuransi kesehatan yang tepat sesuai dengan profil risiko dan kebutuhan dari masing-masing nasabah.
”Apalagi dengan melihat tingginya inflasi kesehatan saat ini, tentunya kita membutuhkan jaringan proteksi kesehatan yang lebih tepat sasaran untuk diri sendiri dan keluarga. Dengan memulai gaya hidup yang lebih sehat maka kita berpotensi terhindar dari risiko penyakit dan gangguan kesehatan yang menghambat produktivitas,” ucapnya.
Pertumbuhan asuransi kesehatan
Demi memaksimalkan pertumbuhan asuransi kesehatan dan guna kian dinikmati masyarakat luas, OJK saat ini pun sedang menyusun Surat Edaran OJK (SEOJK) terkait Produk Asuransi Kesehatan. Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK, Ogi Prastomiyono menyebutkan aturan ini bertujuan untuk memperkuat asuransi kesehatan.
Tentunya SEOJK itu mengikuti jejak SEOJK 5/2022 tentang PAYDI. “Saat ini masih dilakukan tahap kajian mengenai pokok permasalahan dan hal apa saja yang perlu diatur ke depannya,” kata Ogi.
Ogi Prastomiyono menambahkan asuransi kesehatan masih meneruskan pertumbuhan positif sampai dengan Juni 2024. Hingga Juni pada tahun ini, ia mencatat, premi asuransi kesehatan untuk asuransi umum mencapai Rp4,81 triliun atau naik sebesar 16,88 persen dari tahun sebelumnya.
“Dari sisi klaim, pada kuartal II/2024 klaim asuransi kesehatan untuk asuransi umum adalah sebesar Rp3,45 triliun atau naik sebesar 7,04 persen yoy,” kata Ogi.
|Baca juga: Meditap Siap Bantu Perusahaan Asuransi Tekan Loss Ratio Asuransi Kesehatan
Ia menyebutkan salah satu faktor yang mendorong kenaikan premi asuransi kesehatan adalah adanya inflasi biaya medis. Berdasarkan perkiraan Mercer Marsh Benefits (MMB) Health Trends 2024, inflasi medis di Indonesia masih akan berada di angka 13 persen pada 2024.
“Hal tersebut juga menjadi pemicu bagi perusahaan asuransi untuk menaikkan premi asuransi kesehatan. Langkah itu guna memastikan perusahaan memiliki dana yang cukup untuk menanggung biaya kesehatan bagi pemegang polis,” tuturnya.
Mengutip data OJK, hingga Juni 2024, klaim asuransi komersial naik Rp2,42 triliun atau 2,27 persen yoy ke posisi Rp108,90 triliun. Pada asuransi umum dan reasuransi terjadi kenaikan klaim Rp4,05 triliun atau 15,05 persen yoy. Lini usaha dengan peningkatan klaim terbesar adalah kredit sebesar dengan kenaikan klaim mencapai Rp2,09 triliun atau 29,75 persen yoy.
“Sebaliknya, klaim pada asuransi jiwa justru menurun sebesar Rp1,64 triliun atau turun 2,06 persen yoy,” pungkas Ogi.
Editor: Angga Bratadharma
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News