Media Asuransi, GLOBAL – Survei Fitch Ratings menyebutkan lebih dari setengah perusahaan reasuransi memprediksi kenaikan harga pada pembaruan kontrak Januari 2025. Sekitar 30 persen peserta survei memperkirakan kenaikan lebih dari lima persen, sementara 26 persen lainnya memprediksi kenaikan yang lebih moderat.
|Baca juga: Survei: Generasi Z dan Milenial Bidik Pensiun di Usia 60 Tahun
|Baca juga: 2 Perusahaan Asuransi Mau Tutup, Regulasi Ketat Jadi Biang Keroknya?
Survei ini diikuti oleh 81 pelaku industri, termasuk reasuransi, asuransi, dan broker, dan dilakukan dalam acara tahunan Rendez-Vous de Septembre di Monte Carlo. “Kenaikan harga ini mengikuti inflasi klaim yang tinggi dalam beberapa tahun terakhir,” ungkap salah satu peserta, dikutip dari Insurance Asia, Selasa, 1 Oktober 2024.
Namun, 22 persen responden justru memprediksi penurunan harga, sejalan dengan pandangan Fitch yang melihat siklus harga reasuransi telah mencapai puncaknya karena melimpahnya modal di sektor ini. Fitch bahkan mengubah outlook global reasuransi dari ‘membaik’ menjadi ‘netral’.
Baca juga: 70% Warga Singapura Kesulitan Capai Kesejahteraan Keuangan, Ternyata Ini Biang Keroknya!
|Baca juga: AI Jadi ‘Musuh dalam Selimut’ bagi Perusahaan Kesehatan Digital! Kok Bisa?
Ketika ditanya tentang lini bisnis yang paling menguntungkan, reasuransi casualty (kecelakaan) paling tidak disukai dengan hanya 16 persen suara, mencerminkan kesulitan dalam mengelola biaya klaim yang meningkat akibat inflasi sosial.
Asuransi properti dan bencana alam (P&C) mendapat pandangan yang beragam, dengan 39 persen responden yakin harga cukup untuk menutupi kerugian, sementara 36 persen tidak setuju. Fitch tetap optimistis, mencatat cadangan modal yang kuat dan keuntungan besar pada 2023 dan 2024 sebagai penopang profitabilitas.
|Baca juga: 2 Perusahaan Asuransi Berencana Kembalikan Izin Usaha, Begini Respons AAUI!
|Baca juga: Perubahan Iklim Bikin ‘Kantong Jebol’, Perusahaan Reasuransi Makin Hati-hati!
Perusahaan reasuransi diharapkan menjaga disiplin underwriting dan syarat yang ketat untuk mengurangi risiko peristiwa bencana sekunder yang kian sering terjadi akibat perubahan iklim.
Editor: Angga Bratadharma
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News