1
1

Pahami Logical Fallacy Demi Menghindari Salah Ambil Keputusan di Tempat Kerja

Ilustrasi. | Foto: Freepik

Media Asuransi, JAKARTA – Sobat asuransi, pernahkah mendengar istilah logical fallacy atau sesat pikir? Secara etimologis, istilah fallacy berasal dari bahasa latin di mana fallacia yang berarti tipu muslihat.

Dalam konteks sederhana, logical fallacy merujuk pada kekeliruan dalam pola pikir atau penalaran yang timbul akibat argumen yang disampaikan secara tidak tepat atau menyesatkan. Jenis kesalahan berpikir ini kerap dijumpai dalam percakapan sehari-hari, termasuk dalam lingkungan kerja.

|Baca juga: Lakukan Transisi PSAK 117, Kinerja Keuangan Konsolidasi Triwulan 1 Tugu Insurance Solid

|Baca juga: Kelas Rawat Inap Standar Jadi Harapan Perbaikan Layanan BPJS Kesehatan

Dalam dunia profesional, pengambilan keputusan yang tepat memerlukan kemampuan berpikir kritis. Oleh karena itu, penting bagi sobat asuransi untuk memahami dan mengidentifikasi berbagai bentuk logical fallacy yang mungkin muncul dalam proses komunikasi atau diskusi di tempat kerja.

Kemampuan ini dapat membantu menghindarkan Anda dari kekeliruan logika yang dapat memengaruhi penilaian serta mendukung proses pengambilan keputusan yang lebih akurat.

|Baca juga: AAUI Siapkan Langkah Perbaikan Menyeluruh untuk Tekan Beban Klaim Asuransi Kesehatan

|Baca juga: Penyakit Katastropik di Indonesia Melonjak, Asuransi Kesehatan Wajib Lakukan Penyesuaian!

Melansir Tugu Insurance, Selasa, 13 Februari 2025, berikut ini adalah beberapa jenis logical fallacy yang umum terjadi di lingkungan kerja, yang perlu diketahui agar sobat asuransi dapat menyikapi berbagai argumen dengan lebih cermat dan objektif.

Hasty generalization

Hasty generalization merupakan pola pikir yang cenderung menyimpulkan sesuatu secara umum berdasarkan data atau pengalaman yang sangat terbatas. Biasanya, kesalahan berpikir ini muncul ketika seseorang mengambil keputusan tergesa-gesa tanpa melakukan analisis data secara menyeluruh.

Contohnya, ketika seseorang berasumsi bahwa seluruh masyarakat Bali bertubuh langsing hanya karena beberapa temannya yang berasal dari Bali memiliki tubuh langsing. Dalam konteks profesional, hasty generalization juga sering terjadi.

Misalnya, ketika seorang karyawan mengusulkan peluncuran produk baru hanya berdasarkan riset sederhana di internet yang menunjukkan produk tersebut dibutuhkan oleh masyarakat. Padahal, riset tersebut masih harus divalidasi dengan data pendukung lain yang lebih komprehensif.

|Baca juga: Asuransi Kecelakaan dan Kesehatan RI Diramal Meroket 13,4% hingga 2029, Apa Pendorongnya?

|Baca juga: Klaim Asuransi Kesehatan Tinggi, IFG Progress: Tidak Sehat bagi Industri!

Tanpa landasan data yang cukup, keputusan seperti itu berisiko merugikan perusahaan karena tidak mempertimbangkan berbagai aspek secara menyeluruh.

Red herring

Dalam diskusi atau rapat kerja, ada kalanya seseorang menyampaikan argumen yang tidak relevan dengan topik utama. Tujuannya adalah mengalihkan fokus pembicaraan ke hal lain yang dianggap lebih menguntungkan baginya. Pola ini disebut red herring.

Sebagai contoh, ketika seorang atasan menegur karyawan atas kesalahan yang dilakukan, lalu karyawan tersebut justru memberikan alasan yang tidak relevan, berbelit-belit, atau berusaha menggiring pembicaraan ke topik lain agar kesalahan tersebut tidak dibahas lebih lanjut.

Sobat asuransi, sikap seperti ini sebaiknya dihindari. Jadilah pribadi yang bertanggung jawab dan mampu menyelesaikan permasalahan secara langsung, tanpa mengalihkan isu atau menyalahkan pihak lain.

Burden of proof

Jenis logical fallacy ini terjadi ketika seseorang mengajukan pernyataan atau tuduhan, namun justru meminta pihak lain untuk membuktikan kebenarannya. Dalam lingkungan kerja, hal ini sering muncul dalam situasi kompetitif, di mana seseorang mencoba menjatuhkan rekan kerja dengan menyebarkan tuduhan tanpa dasar yang jelas.

Sobat asuransi perlu mewaspadai pola ini dan tidak terjebak di dalamnya. Setiap pernyataan perlu disertai bukti yang kuat dan dapat dipertanggungjawabkan, terutama jika menyangkut reputasi seseorang.

Appeal to authority

Dalam budaya kerja, sering kali kita diajarkan untuk menghormati pendapat orang yang lebih senior atau memiliki jabatan lebih tinggi. Namun, tidak semua pendapat dari pihak yang berwenang tersebut selalu benar.

|Baca juga: SEOJK Penguatan Ekosistem Asuransi Kesehatan Siap Meluncur, AAUI Minta Industri Asuransi Berbenah

|Baca juga: AAUI Canangkan Penyusunan Clinical Pathway Nasional untuk Tekan Klaim Asuransi Kesehatan

Appeal to authority terjadi ketika seseorang menerima suatu pernyataan sebagai kebenaran mutlak hanya karena berasal dari atasan atau sosok yang dihormati, tanpa melakukan verifikasi terhadap substansi pernyataan tersebut.

Sobat asuransi, bersikap kritis terhadap informasi, termasuk yang datang dari pihak otoritatif, sangat penting agar tidak terjebak dalam pola pikir yang menyesatkan. Dalam kerja sama bisnis, misalnya, manipulasi bahasa dapat memicu penipuan terselubung. Maka dari itu, penting untuk tetap bersikap logis dan proaktif dalam menyikapi setiap informasi.

Editor: Angga Bratadharma

| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Related Posts
Prev Post Menpar Widiyanti Turut Berduka atas Kecelakaan Kapal Wisata di Bengkulu
Next Post Pendanaan Venture Capital di AS Melonjak Lebih dari 50% pada Q1 2025

Member Login

or