– Industri asuransi di Indonesia berkembang cukup pesat dalam empat tahun terakhir, terlihat dari pertumbuhan aset rata-rata 16,47 persen per tahun. Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menunjukkan pada tahun 2012 total aset industri asuransi mencapai Rp584,02 triliun. Jumlahnya meningkat signifikan jika dilihat pada akhir 2016 nilai asetnya mencapai Rp968,92 triliun. Nilai aset 2016 ini tumbuh 13,53 persen disbanding tahun 2015 sebesar Rp853,43 triliun. Hal ini disampaikan Deputi Direktur Pengawasan Asuransi 2, Direktorat Pengawasan Asuransi dan BPJS Kesehatan, OJK Kristianto Andi Handoko dalam Pers Gathering OJK di Bogor, 1 April 2017.
– Selain aset, penetrasi dan densitas asuransi juga makin tinggi. Penetrasi asuransi menggambarkan perkembangan asuransi jika dibandingkan dengan perkembangan produk domestik bruto (PDB). Sedangkan densitas menggambarkan pengeluaran rata-rata penduduk Indonesia untuk asuransi dalam setahun. “Per Januari 2017 penetrasi industri asuransi mencapai 2,87 persen dari PDB. Sementara densitasnya, rata-rata pengeluaran penduduk Indonesia untuk asuransi sebesar Rp1,29 juta per tahun,” kata Andi. Angka penetrasi dan densitas itu mengalami sedikit peningkatan dibandingkan posisi per Desember 2016, yang masing-masing sebesar 2,64 persen dan Rp1,27 juta per tahun.
– Dalam kesempatan itu, Andi menuturkan bahwa OJK mencatat hingga akhir 2016 total investasi industri asuransi nasional sebesar Rp809,3 triliun. Dari jumlah itu, yang ditempatkan pada instrumen investasi Surat Berharga Negara (SBN) sebesar 27,6 persen, merupakan yang tertinggi dibandingkan dengan penempatan pada instrumen investasi yang lain. Penempatan pada saham sebesar 23,4 persen, reksa dana sebesar 16,8 persen, deposito sebesar 16,0 persen, sukuk/obligasi sebesar 2,5 persen, dan instrumen investasi lainnya sebesar 3,8 persen. Penempatan investasi di instrumen saham dan reksadana yang cukup besar, berandil pada stabilitas indeks harga saham gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI). “Makanya sekarang ini IHSG lebihstabil, karena investor domestik terus kami jaga. Instrumen-instrumen ini yang telah mendukung parameter ekonomi kita,” katanya.
– Lebih lanjut dijelaskan tingginya penempatan investasi di SBN itu sejalan dengan kewajiban industri yang tertuang di Peraturan OJK (POJK) No 1 Tahun 2016 tentang Investasi SBN bagi Lembaga Jasa Keuangan Non Bank. POJK tersebut mewajibkan industri asuransi jiwa untuk melakukan investasi di SBN sebanyak 30 persen dari total aset investasi masing-masing perusahaan. Sedangkan, asuransi umum wajib melakukan investasi di SBN sebesar 20 persen dari total aset investasi perusahaan. Andi menambahkan bahwa OJK tengah menyediakan upaya agar perusahaan asuransi dapat memenuhi kewajibannya tersebut. “Selain SBN juga dimungkinkan untuk investasi pada obligasi BUMN yang bergerak di sektor infrastruktur, artinya itu bisa dianggap untuk pemenuhan aturan SBN,” ujarnya.
– Di sisi lain, OJK mencatat ada 163 kasus pengaduan terkait klaim asuransi yang disampaikan kepada regulator di tahun 2016. Dari pengaduan sebanyak itu, 51 diantaranya merupakan pengaduan suretyship atau yang terbanyak. Sisanya, 29 kasus pengaduan harta benda, 17 kasus pengaduan asuransi jiwa konvensional, 16 kasus pengaduan kesehatan, dan 13 kasus pengaduan unitlink. Selanjutnya, sebanyak 12 kasus pengaduan asuransi kredit, 10 kasus pengaduan asuransi rangka kapal, delapan kasus pengaduan asuransi kendaraan bermotor, tiga kasus pengaduan asuransi jasa pengangkutan, tiga kasus pengaduan asuransi TKI, dan satu kasus pengaduan kecelakaan diri.
– Andi mengatakan, tingkat literasi sebagian besar masyarakat mengenai produk asuransi dinilai masih rendah. Karenanya, masyarakat diminta lebih mengenal produk asuransi yang diminati sehingga pengaduan klaim bisa makin berkurang. Seperti dalam banyak kasus pengaduan di suretyship, permasalahan yang menyebabkan banyak pengaduan klaim biasanya terkait masalah tenggang waktu, pembayaran, serta penetapan progres pekerjaan. Ada obligee merasa si principal itu wanprestasi ketika belum dapat menyelesaikan pekerjaan sesuai perjanjian, kemudian si obligee mengklaim ke perusahaan asuransi dengan surety bond. S. Edi Santosa
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News