Bank Indonesia (BI) memberikan ‘kado manis’ akhir tahun bagi para penggemar belanja dengan utang. Bank sentral memutuskan untuk mengeluarkan aturan yang menurunkan batas atas (maksimal) atau capping bunga kartu kredit sebesar 70 basis poin (bps) dari capping yang
berlaku saat ini sebesar 2,95 persen per bulan. Dengan demikian, bank atau lembaga penerbit kartu kredit hanya boleh memberlakukan bunga untuk kartu kredit sebesar 2,25 persen per bulan kepada nasabahnya. Mengapa kebijakan ini layak disambut gembira oleh para pemegang kartu kredit? Karena sudah bukan rahasia lagi bahwa para pemegang kartu kredit, menjadikan fasilitas yang dimiliki sebagai alat untuk kredit atau berutang ke bank. Padahal, seharusnya kartu kredit itu merupakan alat pembayaran menggunakan kartu (APMK).
BI berharap agar penurunan batas maksimal bunga kartu kredit akan semakin mendorong masyarakat untuk melakukan transaksi non tunai. “Bunga kartu kredit dengan harga yang lebih murah dari 2,95 persen BI Paksa Bank Turunkan Bunga Kartu Kredit menjadi 2,25 persen tentunya akan menjadi penarik buat masyarakat untuk menjadikan kartu kredit sebagai alat pembayaran,” jelas Direktur Eksekutif Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran BI Enny V Panggabean di Jakarta, pertengahan Desember 2016.
Berdasarkan data bank sentral, jumlah kartu kredit naik 2,85 persen dari 16,75 juta per Oktober 2015, menjadi 17,22 juta periode yang sama 2016. Jumlah transaksi per Oktober 2016 berdasar data Asosiasi Kartu Kredit Indonesia (AKKI) tercatat 244,28 juta transaksi dengan nilai mencapai Rp224,24 triliun. Sedangkan transaksi kartu debit pada periode yang sama, berdasar data BI, mencapai Rp487,18 triliun.
Sementara itu Deputi Gubernur BI Ronald Waas menjelaskan bahwa BI segera menerapkan dua skema implementasi capping baru suku bunga kartu kredit. Skema pertama, BI memberi waktu enam bulan bagi bank untuk menerapkan bunga kartu kredit baru, pasca SE diterbitkan. Kemudian skema yang kedua, dalam waktu enam bulan pasca penerapan tingkat suku bunga kartu kredit yang baru, BI akan meninjau ulang dampaknya terhadap bisnis bank.
Ronald mengungkapkan harapannya agar penurunan bunga ini dapat membuat transaksi kartu kredit semakin meningkat. Pada gilirannya hal ini diharapkan akan mendorong pertumbuhan ekonomi, karena selama ini mesin pendorong pertumbuhan ekonomi berasal dari sektor konsumsi. Enny V Panggabean menambahkan, penurunan bunga harusnya bisa jadi stimulus bagi bisnis kartu kredit yang lesu. “Ini cara BI untuk dorong pertumbuhan ekonomi ke depan lewat bunga yang rendah,” jelasnya.
Ronald Waas dengan tegas mengatakan bahwa kebijakan ini antara lain untuk mendorong Gerakan Nasional Nontunai yang merupakan bagian dari program inklusi keuangan. Suku bunga kartu kredit yang lebih rendah diharapkan mendorong peningkatan transaksi nontunai dengan kartu kredit. Apalagi, transaksi kartu kredit saat ini menunjukkan kecenderungan menurun, karena masyarakat sedang menurun kemampuan daya belinya. “Daya beli atau konsumsi masyarakat sedang lemah,” kata Ronald. Menurutnya, bisnis kartu kredit sangat bergantung pada perekonomian. Ketika perekonomian meningkat, nilai dan volume transaksi akan naik. Begitu pula sebaliknya.
Selain capping suku bunga, menurut Ronald Waas, BI juga berencana memberlakukan closing statement untuk penutupan kartu kredit dan melakukan review pricing policy kartu kredit. Di saat yang sama, BI akan terus memperkuat pengawasan atas praktik gesek tunai. “Ini sebagai upaya BI dalam melakukan perlindungan terhadap konsumen,” tuturnya. Lebih lanjut ditambahkan, dalam praktik, pemilik kartu kredit seolah berbelanja di merchant, tapi yang diperoleh bukan barang, melainkan uang tunai.
Masa Transisi
BI memberikan masa transisi selama enam bulan kepada perbankan dan lembaga penerbit kartu kredit untuk menurunkan suku bunganya. Berdasarkan Surat Edaran BI/ No. 18/33/DKSP perihal Perubahan Keempat tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu, perbankan dan lembaga penyelenggara lainnya sebagai penerbit kartu kredit wajib menurunkan batas maksimum suku bunga kartu kredit menjadi 2,25 persen paling lambat enam bulan setelah SE tersebut terbit. Karena SE tersebut secara resmi terbit pada 2 Desember 2016 yang berarti berlaku efektif mulai tanggal 2 Juni 2017. Sementara itu. Peraturan BI (PBI) mengenai penurunan bunga kartu kredit ke level 2,25 persen menurut rencana akan dikeluarkan pada Januari 2017.
Masa transisi selama enam bulan itu diperkirakan cukup bagi perbankan untuk melakukan penyesuaian, termasuk perubahan struktur biaya dana, biaya operasional dan biaya risiko, dengan penurunan suku bunga maksimum kartu kredit ini. BI sudah melakukan sosialisasi mengenai hal ini ke perbankan dan lembaga penerbit kartu kredit, sehingga seharusnya tidak ada masalah. “Kami juga sudah sampaikan pada perbankan untuk mengatur karena ada struktur biaya yang harus disesuaikan. Sudah disampaikan kepada bank-bank untuk lakukan adjustment terhadap bisnis mereka supaya masyarakat lebih murah menggunakan kartu kredit. Bank harus atur struktur internal mereka karena di situ ada cost yang harus diatur,” jelas Enny.
Dengan suku bunga maksimum sebesar 2,25 persen per bulan, maka suku bunga maksimum kartu kredit sebesar 26,95 persen per tahun. BI mewajibkan suku bunga maksimum tersebut diterapkan terhadap transaksi pembelanjaan, maupun transaksi tarik tunai. Walau aturan ini baru akan efektif di awal Juni tahun depan, tidak tertutup kemungkinan BI akan melakukan peninjauan kembali terhadap besaran suku bunga
maksimum kartu kredit ini. Tentu saja hal itu dilakukan dengan mempertimbangkan kondisi pasar dan kondisi perekonomian.
Rencana pembatasan maksimal suku bunga kartu kredit ini sudah diwacanakan BI beberapa bulan lalu, sehingga beberapa bank telah menyiapkan beberapa langkah antisipasi. Salah satunya adalah PT Bank Mandiri Tbk, yang merupakan bank terbesar di Indonesia saat ini. Bank BUMN ini berencana menambah merchant program, agar kebijakan BI tersebut tidak terlalu besar dampaknya bagi pendapatan perseroan. “Kami setiap bulan akan menambah kerja sama dengan merchant-merchat untuk memberikan kemudahan kepada nasabah, melalui program installment cicilan dan prgram diskon pada lima besar merchant andalan yang memberikan kontribusi pendapatan bunga maupun komisi,” kata Senior Vice President Consumer Loan Bank Mandiri Harry Gale, seperti dikutip bisnis.com beberapa waktu lalu.
Direktur PT Bank Central Asia Tbk (BCA) Santoso Liem mengatakan bahwa pemangkasan capping bunga kartu kredit itu akan berdampak pada menurunnya pendapatan perbankan. Hal ini akan memaksa penerbit kartu kredit untuk akan melakukan efisiensi, misalnya BCA akan menekan biaya (overhead). Bank swasta terbesar di tanah air ini juga akan menyikapi kebijakan ini dengan meningkatkan penggunaan kartu kredit untuk memperbesar fee based income. “Harapannya, minat nasabah meningkat. Meski kondisi ini tak dapat dengan cepat menggantikan penurunan pendapatan,” ujar Santoso, Desember 2016.
Sementara itu Executive Director, Head of Personal Financial Services UOB Indonesia Lynn Ramli mengatakan bahwa pada tahun ini perseroan menargetkan nilai transaksi kartu kredit sebesar Rp7 triliun. “Tahun ini pertumbuhannya naik double digit, tahun depan harapannya juga bisa seperti itu, di atas 10 persen,” katanya dalam paparan publik di Jakarta pertengahan Desember 2016.
Untuk mencapai target pertumbuhan, perseroan juga akan terus menggenjot program-program promosi khusus untuk menguatkan penetrasi kartu kredit ke pasaran. Pada akhir tahun ini baru dirilis program promo khusus di tingkat domestik maupun regional yang berhadiah langsung KrisFlyer miles yang dapat ditukar tiket perjalanan ke berbagai tujuan dunia hanya dengan melakukan transaksi minimal Rp1,5 juta di luar negeri dalam satu kali belanja.
Saat ini UOB Indonesia baru menerbitkan sekitar 350 ribu kartu kredit dengan profil nasabah yang didominasi oleh masyarakat kelas menengah atas. Lynn menjelaskan bahwa tidak menutup kemungkinan adanya golongan masyarakat yang baru menggunakan kartu kredit untuk menjadi nasabah kartu kredit UOB, yakni dengan pendekatan produk One Card kartu kredit UOB Indonesia.
Sementara itu Direktur Departemen Kebijakan dan Pengawasan Sistem Pembayaran BI Farida Peranginangin mengatakan bahwa sebenarnya capping suku bunga kartu kredit membawa keuntungan bagi perbankan. Sebab penurunan suku bunga akan meminimalisasi rasio kredit macet atau non performing loan pada kartu kredit. “Selain itu basis sumber dananya lebih murah. Jadi cost of fund-nya lebih murah. Jadi harus disesuaikan juga balance dengan tugas BI untuk melindungi konsumen,” ujar Farida di acara Pelatihan Wartawan Ekonomi BI di Bali, 3 Desember 2016.
Dia tambahkan, capping suku bunga kartu kredit dilakukan agar masyarakat dapat merasakan secara realistis penurunan suku bunga acuan BI. Menurutnya, jika tidak diatur batas atasnya maka pihak penerbit kartu kredit akan cenderung memasang suku bunga yang tinggi. Padahal konsumen sudah layak menerima suku bunga yang lebih rendah, karena suku bunga kebijakan BI yang jadi acuannya juga turun. Hal ini diharapkan akan mendorong jumlah maupun transaksi kartu kredit terus meningkat. S. Edi Santosa
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News