Peningkatan harga komoditas yang terjadi saat ini dan diperkirakan terus berlanjut hingga tahun depan, diyakini akan mendorong pertumbuhan ekonomi nasional 2017 hingga mencapai 5,3 persen. “Permintaan komoditas dari China meningkat yang membuat harga komoditas naik, walau tak setinggi di tahun 2012. Artinya daya beli masyarakat di daerahdaerah penghasil batu bara, karet, dan kelapa sawit seperti di Sumatera dan Kalimantan akan meningkat,” kata Director Economist Citi Research Helmi Arman saat acara Citi Media Appreciation Days: Live Well with Citi Indonesia di Bogor, 7 Desember 2016.
Menurutnya, membaiknya daya beli di luar Jawa dan terus meningkatnya proyek-proyek infrastruktur baik yang didanai oleh APBN maupun swasta, akan mendorong pertumbuhan ekonomi. “Di tahun-tahun lalu, yang absen adalah belanja modal sektor swasta. Peningkatan daya beli tahun depan akan membuat belanja modal sektor swasta meningkat. Biasanya penyerapan tenaga kerja akan meningkat, khususnya di sektor formal,” jelasnya.
Dari sisi fiskal, Helmi menyatakan bahwa belanja modal pemerintah untuk infrastruktur meningkat di tahun 2016, sehingga akan menjadi daya dorong pertumbuhan ekonomi. Dari sisi fiskal, kenaikan harga minyak dunia yang diperkirakan berada di pertengahan 50-an dolar AS per barel, juga tidak akan terlalu berpengaruh terhadap kemampuan belanja modal. “Karena anggaran subsidi BBM kecil, kenaikan harga minyak dunia justru akan berdampak positif terhadap APBN karena ada peningkatan penerimaan,” tuturnya.
Sementara itu dari sisi kebijakan moneter, menurut Helmi di tahun depan ruang penurunan suku bunga kebijakan (7-days repo rate) tidak banyak lagi, terutama karena ada rencana kenaikan tarif listrik dan elpiji. “Ekspektasi Citi, kebijakan suku bunga tahun depan arahnya untuk menjaga stabilitas,” tegasnya.
Berbeda halnya dengan suku bunga perbankan yang diprediksi akan turun. “Ruang penurunan suku bunga perbankan masih ada. Siklus NPL perbankan di 2016 cenderung meningkat sehingga perbankan sulit menurunkan suku bunga. Namun di tahun 2017 mendatang siklus NPL mulai membaik sehingga ruang penurunan suku bunga perbankan masih ada, karena cost of credit seharusnya yang turun,” kata Helmi Arman.
Mengenai besarnya penurunan suku bunga perbankan di tahun depan, ekonom Citi Indonesia ini mengatakan bahwa hal itu tergantung pada risk apetite masing-masing bank terhadap segmen kredit. Dia memperkirakan bahwa penurunan suku bunga kredit korporasi peluangnya cukup besar.
Menjadi Pionir dan ‘Ekspor’ Bankir
Dalam sesi berikutnya, CEO Citi Indonesia Batara Sianturi mengatakan bahwa DNA (deoxyribonucleic acid) Citi adalah inovasi. “Kebanggaan kita di Citi adalah menjadi pioneer. Dalam 200 tahun perjalanan Citi sebagai bank yang beroperasi global, kami senantiasa menjadi pioneer dalam berbagai peristiwa bersejarah. Citi memperkenalkan kartu kredit secara luas di Indonesia. Kita tahun ini juga memperkenalkan virtual credit card untuk korporasi,” katanya.
Menurut Batara, bukan hanya dari sisi produk dan layanan, Citi memiliki DNA inovasi. Melainkan juga dalam melahirkan banyak bankir handal. Sebagai contoh, sejak dua tahun lalu Citi Global memperkenalkan etika sebagai bagian dari leadership training. “Yang boleh ikut training ini hanya para CEO. Kami di Citi percaya bahwa bank merupakan bisnis kepercayaan, sehingga soal etika ini menjadi sangat penting,” katanya.
Selain training khusus untuk level tertentu, Citi memiliki program global yang mencakup lebih dari 1.200 materi training online. Hal ini yang membuat SDM di Citi memiliki kualifikasi tinggi, karena standarnya adalah standar bankir global. “Biasanya orang-orang yang datang ke Citi Indonesia adalah orang-orang yang global mindset. Mereka kerja di Indonesia, namun angan-angannya sudah sampai ke London,” kata Batara Sianturi memberi gambaran.
Oleh karena itu, Citi mempunyai kebiasaan yakni bankirnya yang menduduki posisi hingga puncak, diusahakan sebisa mungkin berasal dari dalam. Sebagai contoh adalah Batara Sianturi yang kini memimpin Citi Indonesia. Sebelumnya dia menjadi CEO Citi di Hungaria dan juga pernah menjadi CEO Citi di Filipina.
Boleh dikata Citi lebih banyak ‘mengekspor’ bankir, sehingga alumni Citi banyak yang menduduki posisi penting di perbankan Indonesia, termasuk beberapa presiden direktur bank papan atas Indonesia saat ini. “Sekitar dua minggu lalu kami meluncurkan grup facebook Citi Indonesia Alumny, dengan anggota sekitar 1.300 orang. Bukan hanya di industri perbankan, beberapa top eksekutif di berbagai sektor juga ada yang alumni Citi,” jelasnya. S. Edi Santosa
| Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News